Ada Imbal Dagang dari Pembelian 11 Pesawat Sukhoi Senilai Rp 15 T

22 Agustus 2017 16:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Enggartiasto Lukita (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Enggartiasto Lukita (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk membeli 11 unit pesawat Sukhoi-35 dari Rusia. Total pembelian ditaksir mencapai 1,14 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15,162 triliun (kurs Rp 13.300).
ADVERTISEMENT
Pesawat SU-35 diklaim lebih canggih dibandingkan edisi sebelumnya, SU-30, bahkan lebih canggih dari yang dimiliki Malaysia dan Vietnam. Sukhoi SU-35 memiliki teknologi terbaru terutama pada sistem alat tembak dan bom.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, pengadaan 11 unit SU-35 adalah bagian dari perjanjian imbal dagang atau barter komoditas produk ekspor strategis antara Indonesia-Rusia.
"Kementerian Pertahanan telah tetapkan tentang beli Sukhoi. Ada sejumlah persentase tertentu untuk imbal dagang," kata Enggar dalam acara konferensi pers hasil laporan kunjungan dari Rusia yang diadakan di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/8).
Enggar menjelaskan, tahapan pengadaan komoditas harus mengikuti skema tahapan pengadaan peralatan militer. Dengan demikian, skema tahapan pengadaan SU-35 menjadi acuan skema tahapan pengadaan komoditas.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pesawat Sukhoi (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat Sukhoi (Foto: Wikimedia Commons)
Adapun pada perjanjian tersebut adalah di mana Indonesia bisa berpotensi mengekspor komoditas tertentu dengan besaran 50 persen dari nilai pembelian pesawat SU-35, atau sekitar 570 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,5 triliun.
"Mengenai komoditasnya kita masih sedang dalam pembahasan. Masih tunggu dari mereka," jelasnya.
Saat ini, pihaknya masih melakukan negosiasi terutama dengan Rostec, yang tidak lain adalah perusahaan industri pertahanan dan militer milik pemerintah Rusia. Menurutnya, pemerintah Indonesia saat ini tengah menganalisa komoditas mana berpotensi untuk diekspor ke Rusia. Salah satu yang dipertimbangkan adalah karet.
"Pertanyaan menarik harga, ada dua masih open negosiasi di awal belum mau masuk di sana, mau liat dulu analisa proyek komoditas itu, enggak ada sesuatu mana yang lebih baik. Dari harga demikian saya menghindari dari karet karena kecenderungan karet masih terus turun," sebutnya.
ADVERTISEMENT