Alasan Sri Mulyani Revisi Batasan Saldo yang Bisa Diintip Pajak

9 Juni 2017 18:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pajak (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah telah menaikkan batasan minimal saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga keuangan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menjadi Rp 1 miliar, dari sebelumnya Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT
Revisi tersebut nantinya akan diterbitkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru sebagai turunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan revisi aturan tersebut dilakukan karena pemerintah harus mendengarkan keluhan dan reaksi dari masyarakat, khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Selain itu juga untuk memberikan ketenangan bagi masyarakat.
"Pemerintah Indonesia membuat PMK, kami memang lakukan revisi, Indonesia memberikan batasan Rp 200 juta kemarin menjadi Rp 1 miliar batasan saldo untuk rekening milik wajib pajak orang pribadi. Ini sebagai reaksi dari masyarakat, khususnya UMKM, kan revisi untuk memberikan ketenangan bagi masyarakat," ujar Sri Mulyani di Gedung Mari'ie Muhammad Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (9/6).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia mengatakan jika pemerintah tak mendengarkan suara masyarakat justru hal tersebut mencerminkan hal yang tidak kredibel dan tidak realistis.
"Tidak ada lembaga yang sempurna, justru kami lakukan revisi. Kami terus perbaiki, perhatikan suara masyarakat, kami coba jelaskan, inilah cara kerja kami di Kemenkeu," jelasnya.
Sri Mulyani di Komisi XI DPR. (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani di Komisi XI DPR. (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
Menurutnya, saat membuat batasan minimal sebesar Rp 200 juta karena sebenarnya dalam aturan standar internasional di negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tidak memiliki batasan minimum jumlah saldo.
"Waktu Rp 200 juta karena menurut OECD enggak perlu pakai treshold, tapi setiap negara punya konteks sosial politik yang harus dijaga," katanya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Februari 2017, masyarakat Indonesia yang memiliki jumlah saldo hingga Rp 200 juta ada sekitar 200 juta rekening atau 98,86 persen dari total jumlah rekening di Indonesia dan 19,53 persen dari total nilai simpanan yang ada di Indonesia.
Sementara yang memiliki saldo Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar ada 1,8 juta rekening atau 0,9 persen dari total jumlah rekening di Indonesia dan 16,25 persen dari nilai simpanan yang ada di Indonesia.
Adapun masyarakat yang memiliki saldo di atas Rp 1 miliar ada 496 ribu rekening atau 0,25 persen dari total jumlah rekening dan 64,22 persen dari nilai simpanan yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data realisasi tax amnesty, khususnya dari deklarasi harta selama 9 bulan, Wajib Pajak (WP) yang menyampaikan kas dan setara kas dalam program tax amnesty dengan nilai kurang dari Rp 200 juta sebanyak 248.689 WP atau 32,18 persen dari total WP 777.894 WP. Nilai harta kas setara kas yang diungkap Rp 10 triliun atau 0,59 persen terhadap keseluruhan nilai pelaporan.
Jumlah deklarasi harta Rp 200 juta sampai dengan Rp 1 miliar ada sebanyak 232.874 WP atau 30,13 persen dari total WP yang ikut tax amnesty. Nilai asetnya Rp 69 triliun atau 3,95 persen terhadap total nilai pelaporan.
ADVERTISEMENT
Dan deklarasi dengan nilai paling sedikit Rp 1 miliar telah mewakili 95,50 persen dari keseluruhan jumlah kas dan setara kas yang diungkapkan melalui program tax amnesty. Jumlah peserta tax amnesty di kelompok ini adalah sebanyak 291.331 WP. Nilai asetnya Rp 1.661 triliun.