Mendag: Setiap Beli Alutsista Sebagian Wajib Pakai Skema Imbal Dagang

24 Agustus 2017 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Enggartiasto Lukita (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Enggartiasto Lukita (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia berencana akan menggunakan skema imbal dagang dalam setiap transaksi pembelian Alat Utama Sistem Pertahanan atau alutsista. Model skema dagang dianggap menguntungkan.
ADVERTISEMENT
Kasus terakhir, skema imbal dagang dipakai untuk membeli 11 unit pesawat Sukhoi-35 dari Rusia senilai 1,14 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15,162 triliun (kurs Rp 13.300). Pemerintah Indonesia menawarkan sejumlah komoditi dan produk ekspor seperti furnitur dan karet untuk membayar 50 persen dari nilai kontrak penjualan pesawat.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berpendapat skema imbal dagang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pada pasal 43 ayat 5 (e) dinyatakan bahwa setiap pengadaan Alpalhankam dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang. Kandungan lokal dan ofset minimal 85 persen di mana kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35 persen.
"Undang-Undang itu kan mengatur bahwa pembelian alutsista sebagian harus ada Transfer of Technology (ToT) nya berapa, kemudian sekarang Pak Menhan konsisten menerapkan itu maka timbul langkah. Setiap pembelian alutsista itu wajib sebagiannya dalam imbal dagang," ungkap Enggar saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Kamis (24/8).
ADVERTISEMENT
Untuk kasus pembelian SU-35, pihak Rusia hanya sanggup memberikan ofset dan lokal konten sebesar 35 persen. Maka Indonesia mengajukan syarat bila pembelian SU-35 ini dibarengi dengan kegiatan imbal beli yang nilainya 50 persen dari nilai kontrak pembelian.
Sukhoi SU-35 (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Sukhoi SU-35 (Foto: Wikimedia Commons)
Dalam perjanjian yang disekapati kedua belah pihak disebutkan, pemerintah Indonesia membeli SU-35 dari Rusia dan Rusia sebagai negara penjual berkewajiban membeli sejumlah komoditas ekspor Indonesia. Dengan skema imbal beli tersebut, Indonesia mendapat potensi ekspor sebesar 50 persen dari nilai pembelian SU-35, yaitu sekitar 570 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,5 triliun.
"Skemanya ya imbal dagang. Pak Menhan (Ryamizard Ryacudu) membeli Sukhoi-35, kita bayar ya sebagian pakai barang," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perjanjian tersebut, perusahaan Rostec yang menjadi penghubung Rusia dengan Indonesia menjamin akan membeli lebih dari satu komoditas ekspor, dengan pilihan berupa karet olahan dan turunannya, CPO dan turunannya, mesin, kopi dan turunannya, kakao dan turunannya, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furnitur, kopra, plastik dan turunannya, resin, kertas, rempah-rempah, produk industri pertahanan, dan produk lainnya.
"Ya mereka kan yang harus (menentukan), masa sekarang (kita minta mereka) terima ini terima ini, jadi kan harus ada negosiasi ini loh listnya masa komen harus ambil ini kan enggak enak," ucapnya.
Sementara itu, Indonesia sendiri juga sangat membutuhkan pesawat sekelas SU-35 untuk memperkuat sisi kemiliteran. Sehingga Enggar menilai skema imbal dagang ini menguntungkan kedua belah pihak, yaitu Rusia dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kalau enggak butuh mana beli, ya pasti butuh," jelasnya.