Akses Keluarga Berencana sebagai Investasi Kesehatan Perempuan

Wiji Wahyuningsih
Junior Researcher at Reconstra and FKMUI
Konten dari Pengguna
26 Januari 2023 14:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wiji Wahyuningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan hamil. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan hamil. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Ratio menjadi indikator status kesehatan masyarakat. Percepatan penurunan kematian ibu dan stunting menjadi proyek prioritas strategis pemerintah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tergolong tinggi, meskipun mengalami penurunan dari 346 di tahun 2015 (Sensus Penduduk) menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 (SUPAS). Sedangkan di tahun 2030 sudah ada target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk Angka Kematian Ibu yaitu di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam waktu dekat ini akan kita ketahui progress capaian Angka Kematian Ibu di Indonesia melalui hasil survei Long Form Sensus Penduduk 2020.
Adapun penyebab kematian ibu sudah dikenal sejak lama dan tidak banyak berubah dalam tiga dekade terakhir, yaitu pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia atau hipertensi dan sepsis. Risiko penyebab langsung kematian biasanya muncul pada trimester ketiga kehamilan hingga minggu pertama pasca persalinan. Kecuali kematian ibu oleh komplikasi aborsi yang masih menjadi isu kritis di Indonesia karena dilakukan secara tidak aman dan ilegal (masih diabaikan).
ADVERTISEMENT
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021 melaporkan 88,8 persen ibu hamil telah memperoleh empat kunjungan antenatal care, 85 persen melahirkan di fasilitas kesehatan. Tingginya Angka Kematian Ibu menjadi indikasi kualitas pelayanan kesehatan masih rendah. Kematian ibu yang seharusnya dapat dicegah melalui kesiapsiagaan fasilitas kesehatan primer dalam deteksi ibu hamil berisiko tinggi jika saja 10T dilakukan dengan tepat. Namun, riset World Bank tahun 2016 mengungkapkan kesiapan pelayanan kesehatan pemeriksaan kehamilan yang sebagian besar dilakukan oleh Bidan masih cukup rendah.
Sejak 2014, program Jaminan Kesehatan Nasional menjadi jalan perluasan akses layanan untuk menyelamatkan banyak perempuan di Indonesia. Namun, upaya ini menjadi investasi mahal dalam intervensi kuratif untuk mencegah kematian antara lain pemenuhan biaya pengadaan fasilitas kesehatan, alat kesehatan, obat dan sumber daya manusia kesehatan seperti dokter spesialis.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana investasi pada upaya promotif dan preventif bagi perempuan itu sendiri? Upaya kesehatan yang mampu meninggalkan dampak perubahan sikap dan perilaku untuk menurunkan risiko kehamilan atau persalinan berikutnya.
Investasi promotif dan preventif seharusnya menjadi pilihan terbaik, seperti cakupan program Keluarga Berencana berkualitas yang harus diperluas untuk mencegah kehamilan berisiko tinggi akibat (4T) terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat jarak melahirkan dan terlalu banyak melahirkan. Diakui melalui riset Tsui AO dkk (2010) mengenai program Keluarga Berencana dan beban terhadap kehamilan tidak direncanakan, studi mengungkapkan Keluarga Berencana sebagai pencapaian program kesehatan masyarakat luar biasa-mampu mengurangi risiko kematian ibu hingga 58 persen.
Namun, selama dua dekade terakhir terjadi stagnasi pencapaian program Keluarga Berencana yang terlihat pada capaian pemanfaatan metode KB modern tercatat menurun dari 57,9 persen (SDKI 2012) menjadi 57,2 persen (SDKI 2017). Data BKKBN tahun 2021 mencatat capaian masih di angka 57, sedangkan target RPJMN tahun 2024 menetapkan 63 persen. Target ini nampaknya perlu didukung kualitas pemberian layanan konseling Keluarga Berencana di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pengetahuan tentang kontrasepsi modern baik itu mengenai efek samping, hal yang harus dilakukan saat mengalami efek samping dan pilihan metode kontrasepsi lain yang tersedia belum terinformasi baik kepada perempuan di Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir tidak ada perubahan signifikan, lebih dari 70 persen perempuan usia reproduktif di Indonesia tidak menerima informasi dengan lengkap tentang kontrasepsi modern. Padahal, pemberian informasi yang memadai dari penyedia layanan Keluarga Berencana saat memulai kontrasepsi sangat penting untuk membantu perempuan memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan reproduksi dan tujuan reproduksi mereka.
Di sisi lain, akses layanan Keluarga Berencana secara keseluruhan seharusnya ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional tanpa adanya diskriminasi. Namun faktanya, Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan masih membatasi akses Keluarga Berencana hanya untuk pasangan suami dan istri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, mengingat informasi dan layanan Keluarga Berencana sangat penting dalam meningkatkan kesehatan dan hak-hak perempuan di Indonesia, maka diperlukan informasi dan strategi pendidikan Keluarga Berencana yang lebih kuat. Termasuk meningkatkan kapasitas bidan dan penyedia layanan kesehatan terlatih lainnya untuk memberikan informasi lengkap tentang semua alat kontrasepsi modern yang tersedia. Peningkatan pengetahuan tentang metode kontrasepsi modern di kalangan perempuan dan remaja sangat penting untuk mengurangi ketakutan akan efek samping, mitos dan rumor menyesatkan lainnya.
Investasi pada upaya promotif dan preventif yang sukses akan meninggalkan dampak lebih permanen pada sikap dan perilaku kesehatan perempuan sendiri, sikap anggota keluarga dan akhirnya diturunkan ke generasi berikutnya. Akankan BKKBN masih fokus pada promosi Keluarga Berencana, di saat bersamaan sedang memprioritaskan keluarga sejahtera dan penurunan stunting?
ADVERTISEMENT