Konten dari Pengguna

Self-Healing Concrete, Solusi Pembangunan Infrastruktur Indonesia Masa Depan

Wilbert Neil Titian
Mahasiswa S1 Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
18 Juni 2022 19:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wilbert Neil Titian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://unsplash.com/photos/LY8GGT3eJe0
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://unsplash.com/photos/LY8GGT3eJe0
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, Indonesia terus melakukan pembangunan infrastruktur mulai dari jalan tol, jembatan, bandara, gedung, dan masih banyak lagi. Tujuannya untuk lebih memajukan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, beton merupakan salah satu material konstruksi yang paling sering digunakan karena mudah dibentuk, bahan bakunya mudah didapat, serta tahan terhadap temperatur tinggi dan cuaca buruk sesuai yang disampaikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR, Danis H. Sumadilaga saat membuka acara Concrete Show South East Asia 2017 di JIExpo Kemayoran (Ramadhiani, 2017). Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa ada beberapa masalah yang dapat terjadi pada beton, salah satunya adalah retak atau cracks yang dikarenakan susut pada beton, campuran beton yang tidak sesuai dengan kebutuhan struktur bangunan, korosi pada tulangan di dalam beton, perawatan pasca pengecoran yang tidak tepat, pembuatan beton yang tidak sesuai prosedur, gempa bumi, dan masih banyak lagi. Saat beton mengalami retak, kekuatannya akan berkurang sehingga perbaikan harus segera dilakukan karena jika dibiarkan begitu saja, maka ukuran retaknya akan membesar sehingga membuat beton melemah dan berakibat robohnya infrastruktur yang membahayakan keselamatan. Lantas, apa solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut? Self-Healing Concrete merupakan inovasi beton terbaru yang mampu memberikan jawaban bagi permasalahan pembangunan infrastruktur di Indonesia karena mampu menghemat biaya perbaikan, menambah kekuatan beton, dan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Menghemat Biaya Perbaikan
Saat beton mengalami keretakan, beton tidak dapat memperbaiki kerusakannya sendiri sehingga perlu diperbaiki dengan memberikan injeksi epoxy sebagai penambal beton. Biaya untuk perbaikan akan makin besar jika beton mengalami kerusakan terus-menerus. Self-Healing Concrete (SHC) dapat menghemat biaya perbaikan karena beton mampu memperbaiki dirinya sendiri dengan menggunakan bakteri-bakteri yang berfungsi sebagai agen perekat sekaligus penguat beton. Ketika mengalami kontak dengan air dan udara, mereka akan aktif dan menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) lalu mengisi celah-celah pada beton yang retak dengan sendirinya hingga bagian yang sulit dijangkau manusia secara optimal. Melihat hal tersebut, tentunya SHC akan sangat berguna untuk negara atau daerah yang rawan gempa bumi, salah satunya Indonesia. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), jumlah gempa tektonik di Indonesia pada tahun 2021 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yakni 10.570 kali di sepanjang tahun 2021 dan pada tahun 2020 terjadi sebanyak 8.264 kali (Satrio, 2021). Tingginya intensitas gempa mengakibatkan keretakan beton yang mengurangi kekuatannya hingga merobohkan bangunan yang berbahaya bagi keselamatan.
ADVERTISEMENT
Menambah Kekuatan Beton
Bakteri yang terdapat dalam Self-Healing Concrete (SHC) dapat menambah kekuatan beton. Profesor Nima Rahbar dari Institut Politeknik Worcester (WPI), Massachusetts pernah meneliti hal tersebut dan beliau mengatakan bahwa SHC mampu memperpanjang usia struktur bangunan sekitar 20 hingga 80 tahun. Beliau menambahkan bahwa bakteri-bakteri tersebut membentuk kalsium karbonat dengan menyerap gas karbon dioksida (CO2) dan kemudian akan mengisi celah-celah dalam beton yang membuatnya makin padat sekaligus memperpanjang masa hidup struktur bangunan (Gaudin, 2021). Beton konvensional pada struktur bangunan umumnya bertahan 20 hingga 30 tahun. Selain bakteri, terdapat juga material penentu dalam pembuatan SHC yakni Engineered Composite Cement (ECC). ECC ditaburi serat penguat atau agen penyembuh berbahan dasar semen yang kemudian dicampur dan diinjeksi ke dalam beton. Ketika diuji, ECC ternyata mampu membuat beton menjadi lebih fleksibel dibandingkan dengan beton konvensional yang lebih kaku sehingga ketika diberi tekanan, beton tersebut akan melengkung dan tidak cepat patah. Diperoleh hasil bahwa beton dengan material ECC tetap utuh dan aman hingga regangan tarik 5% sedangkan beton konvensional sudah tidak dapat bertahan pada regangan tarik 0,01% (Prajna, 2015). Ini membuktikan bahwa material ECC juga mampu menambah kekuatan dan durabilitas beton.
ADVERTISEMENT
Ramah Lingkungan
Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang secara dominan menggunakan beton memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu bahan penyusun beton yakni semen ternyata menjadi faktor pendukung pemanasan global. Menurut lembaga penelitian Chatham House, semen merupakan salah satu penyumbang emisi karbon dioksida (CO2) di dunia sebesar 8% (Rodgers, 2018). Banyaknya penggunaan beton menyebabkan penggunaan semen terus berjalan dan meningkatkan emisi CO2 sehingga dapat dibayangkan besarnya emisi tersebut jika tidak ada solusi konkret. Self-Healing Concrete mampu menekan penggunaan semen karena bakteri-bakteri di dalamnya berfungsi sama dengan semen sebagai agen perekat dan penguat di dalam beton. Selain itu, bakteri-bakteri di dalam beton juga dapat menyerap gas CO2 di udara sehingga akan mengurangi emisi CO2 ke atmosfer yang menyebabkan pemanasan global. Maka dari itu, Self-Healing Concrete menjadi jawaban yang tepat karena selain kelebihannya yang kuat dan mampu memperbaiki kerusakannya sendiri, beton ini ternyata juga ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dengan melihat banyaknya manfaat Self-Healing Concrete (SHC), maka beton ini mampu memberikan jawaban bagi permasalahan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Tentunya SHC memiliki prospek tinggi untuk digunakan pada masa depan karena kuat, menghemat biaya perbaikan, dan ramah lingkungan. Terlebih pada masa sekarang, Indonesia sedang gencar-gencarnya mencari cara mengurangi pemanasan global. Banyaknya jumlah pembangunan infrastruktur di Indonesia menyebabkan banyak lahan hijau yang dikonversi menjadi lahan pembangunan gedung dan lain-lain. Maka dari itu, sangat disarankan bahwa Self-Healing Concrete dapat digunakan di Indonesia karena merupakan salah satu langkah konkret untuk mengurangi pemanasan global. Ditambah lagi jenis beton ini mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi negara dan bernilai strategis dalam pembangunan infrastruktur. Mahasiswa jurusan teknik sipil juga dapat berkontribusi dengan melakukan berbagai riset mengenai beton ini dan memublikasikan hasil riset tersebut sehingga nantinya Self-Healing Concrete akan makin populer di pembangunan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Gaudin, S. (2021, Juni 8). WPI Researcher Develops Self-Healing Concrete that Could Multiply Structures’ Lifespans, Slash Damaging CO2 Emissions. Diambil kembali dari WPI: https://www.wpi.edu/news/wpi-researcher-develops-self-healing-concrete-could-multiply-structures-lifespans-slash
Prajna, M. (2015, Agustus 15). Self Healing Concrete, Prospek Solusi Masalah Beton Masa Kini dan Masa Mendatang. Diambil kembali dari PONDASI: https://www.channelpondasi.com/articles/self-healing-concrete-prospek-solusi-masalah-beton-masa-kini-dan-masa-mendatang#comments
Ramadhiani, A. (2017, September 13). Beton Masih Jadi Material Utama Konstruksi. Retrieved from Kompas: https://properti.kompas.com/read/2017/09/13/100044021/beton-masih-jadi-material-utama-konstruksi
Rodgers, L. (2018, Desember 17). Perubahan iklim: Inilah penghasil emisi CO2 terbesar yang mungkin tak Anda sadari. Diambil kembali dari BBC News: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-46591036#:~:text=Semen%20adalah%20sumber%20dari%20sekitar,menurut%20lembaga%20penelitian%20Chatham%20House.
Satrio, A. D. (2021, Desember 30). Terjadi 10.570 Gempa Tektonik Sepanjang 2021, BMKG: Meningkat Dibandingkan 2020. Diambil kembali dari SindoNews.com: https://nasional.sindonews.com/read/643225/15/terjadi-10570-gempa-tektonik-sepanjang-2021-bmkg-meningkat-dibandingkan-2020-1640848366#:~:text=Terjadi%2010.570%20Gempa%20Tektonik%20Sepanjang%202021%2C%20BMKG%3A%20Meningkat%20Dibandingkan%202020,-Arie%20Dwi