Konten dari Pengguna

Mengenal Otoritas Perbankan Di Indonesia

wildanhabibi
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UINSA
19 Oktober 2024 18:12 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wildanhabibi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi bank indonesiIndonesia (sumber, https://www.istockphoto.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi bank indonesiIndonesia (sumber, https://www.istockphoto.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kehadiran sebuah bank sangat erat kaitannya dengan perkembangan di bidang perdagangan. Kehidupan dunia modern saat ini tidak dapat dilepaskan dan bahkan sering tergantung pada aktivitas dan jasa perbankan. Hal ini sama seperti yang terjadi di Indonesia, bahwa perkembangan perekonomian dan perdangangan sangat bergantung pada kinerja perbankan. oleh karena itu, dengan kehadirannya banyak lembaga keuangan perbankan maka, pemerintah Indonesia membuat kebijakan tentang pengawasan terhadap kinerja bank. Ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah dirubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan dirubah dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2009 yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan yang menyelenggarakan dana-dana masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI)
Bank Indonesia adalah suatu badan administrasi/pemerintah yang dapat melakukan tindakan hukum sepihak, yang dalam teori dapat berupa Keputusan yang ditujukan untuk umum/ keputusan yang bersifat umum (Besluiten van algemene strekking) dan Keputusan yang bersifat kongkret dan individual (Bechikking). Kekuasaan pemerintahan tidak sekedar melaksanakan undang-undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut dalam konsep hukum administrasi secara intrinsik merupakan unsur utama dari sturen (besturen). Unsur sturen antara lain merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal ini menerbitkan izin kegiatan usaha tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin kegiatan usaha. Kekuasaan pemerintahan senantiasa mengawasi agar izin kegiatan usaha tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal ini pelaksanaan kegiatan usaha tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang mungkin berupa pencabutan izin kegiatan usaha yang tidak sesuai.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia yang bertugas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dan sistem keuangan. BI berperan penting dalam pengaturan dan pengawasan sektor perbankan serta kebijakan moneter di Indonesia.
A. Tugas dan Fungsi Bank Indonesia
1.Kebijakan Moneter: BI bertanggung jawab untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter guna mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Ini dilakukan melalui pengaturan suku bunga dan pengendalian inflasi.
2.Stabilitas Sistem Keuangan: BI berfungsi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan melakukan pengawasan makroprudensial. Ini termasuk pemantauan terhadap risiko sistemik yang dapat mempengaruhi sektor keuangan.
3.Pengaturan dan Pengawasan Perbankan: BI memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi lembaga perbankan di Indonesia, termasuk penetapan peraturan yang berkaitan dengan operasional bank.
ADVERTISEMENT
B. Dasar Hukum Bank Indonesia
Eksistensi Bank Indonesia sebagai sebuah Bank Sentral yang mandiri secara yuridis ditentukan dalam UU No 23 Tahun 1999. Undang-Undang tersebut secara normatif berlaku tanggal 17 Mei 1999. Undang-Undang ini menggantikan UU No 13 tahun 1968 Tentang Bank Sentral. Secara lebih rinci pengaturan tentang Bank Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No.3 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No . 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; UndangUndang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang–Undang. Hal yang baru yang diatur dalam regulasi tersebut adalah status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang mandiri dan independent, diberikan kemandirian dalam melaksanakan semua tugas dan wewenangnya yang tercantum dalam regulasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Regulasi tersebut selanjutnya menyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai kemandirian penuh dalam melaksanakan tugas dan kewenangan Bank Indonesia yang sudah ditentukan didalam Undang-Undang tersebut. Sebagai konsekuensi kemandirian lembaga tersebut maka pihak lain diluar Bank Indonesia dilarang untuk turut campur pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Konsekuensi kemandirian selanjutnya bahwa Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan penolakan dan pengabaian terhadap adanya campur tangan yang berasal dari pihak luar dan dari siapapun yang berkehendak untuk melakukan campur tangan dalam pelasanaan tugas dan kewenangannya.
Kedudukan yang mandiri tersebut sangat dibutuhkan supaya dalam melaksanakan fungsinya sebagai Otoritas moneter maka Bank Indonesia akan dapat lebih optimal, efektif dan efisien hasil akhirnya.
Independensi Bank Indonesia dalam sejarah pengaturan Bank Indonesia setelah kemerdekaan dengan munculnya regulasi yang berbentuk Undang-Undang No 11 tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia akan diuraikan. Dalam Undang–Undang tersebut Tugas Bank Indonesia ditetapkan dalam Pasal 7 yaitu :
ADVERTISEMENT
1. Bank bertugas mengatur nilai satuan uang Indonesia menurut cara yang sebaiknya–baiknya bagi kemakmuran nusa dan bangsa dan dalam hal ini menjaga sebanyak mungkin supaya nilai itu seimbang (stabiel).
2. Bank menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, sekedar peredaran uang itu terdiri dari uang kertas bank, mempermudah jalannya uang giral di Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri.
3. Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan bank di Republik Indonesia pada umumnya dan dari urusan kredit nasional dan urusan bank nasional pada khususnya.
4. Bank melakukan pengawasan terhadap urusan kredit.
5. Menunggu terlaksananya suatu peraturan undangundang tentang pengawasan terhadap urusan kredit maka dengan peraturan pemerintah dapat diadakan peraturan-peraturan lebih lanjut bagi Bank untuk menjalankan pengawasan termaksud guna kepentingan kemampuan membayar (solvabiliteit) dan kelanjutan keuangan (liquiditeit) badan-badan kredit, begitu juga untuk pemberian kredit secara sehat dan berdasarkan asas-asas kebijaksanaan bank yang tepat.
ADVERTISEMENT
Embrio lahirnya Bank Indonesia adalah De Javashe Bank. Berawal ketika Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memerintah Hindia Timur, namun pemerintahan Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815- 1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.
Pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB) dengan Mr.C.de Haan sebagai Presiden DJB. Oktroi (hak istimewa) merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam menjalankan usahanya.yakni: mengeluarkan uang kertas, memperdagangkan valuta asing dan menjalankan fungsi sebagai bank umum. Oktroi DJB pertama berlaku sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Maret 1838. Pada 22 Maret 1881, sesuai dengan akte baru DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Oktroi DJB berakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1922
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bank wet 1922 (DJB Wet) Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU No. 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris. bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York.
ADVERTISEMENT
Jika dihubungkan dengan fungsi/tugas mengatur dan mengawasi bank oleh Bank Indonesia, dimana fungsi mengatur dan mengawasi secara garis besar dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yaitu pengaturan, perizinan, pengawasan dan pemberian sanksi. Tugas Bank Indonesia melakukan pengaturan merupakan tindakan hukum sepihak.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Kondisi sistem keuangan global yang semakin kompleks menjadikan semakin krusialnya eksistensi dari lembaga dengan wewenang untuk mengatur dan mengawasi sistem keuangan. Berdasarkan kondisi tersebut, kemudian dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan berlandaskan prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi akuntabilitas, transparansi, independensi, pertanggungjawaban, dan kewajaran (fairness). Adanya OJK membuat seluruh industri jasa keuangan, baik yang bersifat bank maupun non-bank, memiliki satu pengawasan di bawah satu atap. Eksistensi sistem pengawasan terintegrasi sedemikian rupa mampu memudahkan pula dalam pertukaran informasi antar lembaga keuangan yang ada.
ADVERTISEMENT
OJK sebagai lembaga yang bersifat independen memiliki wewenang yang berbeda dari Bank Indonesia, di antaranya pada wewenang untuk melaksanakan penyidikan. Tidak hanya itu, pada OJK melekat pula wewenang untuk melakukan pemungutan atas biaya operasional dari lembaga keuangan di bawah pengawasannya. Per tanggal 1 Januari 2013, OJK memulai tugas pengawasan terhadap lembaga keuangan non-bank, sementara pengawasan terhadap lembaga keuangan bank mulai dilaksanakan sejak 1 Januari 2014. Anggaran operasional dialokasikan dari APBN pada tahun 2013, sedangkan mulai tahun 2014 anggaran operasional diperoleh dari lembaga keuangan yang berada di bawah pengawasannya. Hal ini menarik perhatian, sebab OJK dengan sifatnya yang independen harus memungut biaya operasional dari lembaga keuangan yang diawasinya, padahal sebelumnya pengawasan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia tidak memungut biaya dari lembaga keuangan dalam pengawasannya dan tidak pula berasal dari APBN.
ADVERTISEMENT
Dilihat pada segi historis, dapat diketahui bahwa keberadaan OJK dimulai dari munculnya keresahan berbagai pihak atas fungsi pengawasan yang melekat pada Bank Indonesia. Pasalnya, sebagai Bank Sentral eksistensi Bank Indonesia dinilai telah mengalami kegagalan pada fungsi pengawasan sektor perbankan. Kegagalan yang dimaksudkan tercermin dari munculnya bank bank yang mengalami likuidasi ketika krisis ekonomi tahun 1997 terjadi di Indonesia. Atas kondisi tersebut, kemudian diajukan rancangan undang-undang yang mendelegasikan independensi pada Bank Sentral oleh pemerintah pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Akan tetapi, gagasan independensi yang dimaksudkan kemudian diikuti oleh gagasan agar dilangsungkannya pemisahan fungsi pengawasan yang melekat pada Bank Indonesia. Gagasan tersebut terinspirasi dari pola Bank Sentral Jerman yang tidak memiliki fungsi pengawasan pada sektor perbankan. Adapun di Jerman, pengawasan atas sektor perbankan dilaksanakan oleh Bundesaufiscuhtsamt fur da Kreditwesen sebagai badan khusus di luar Bank Sentral.
ADVERTISEMENT
Dalam pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitan dengan independensi Bank Indonesia, terdapat ketidaksesuaian pendapat yang mana terjadi penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Bank Indonesia. Akibat dari bentrok gagasan atas RUU, kemudian disepakati pembentukan OJK untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan non-bank di Indonesia, tetapi pengawasan pada sektor perbankan tetap berada di bawah wewenang Bank Indonesia.
OJK merupakan lembaga yang melakukan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank yang meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Peran dan fungsi OJK dapat dilihat berdasarkan wewenang OJK yang terdiri dari pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Adapun dalam fungsinya sebagai pengawas dan pengatur perbankan, OJK berwenang untuk memberikan izin atas pendirian suatu bank, izin pembukaan cabang bank, pengawasan terhadap anggaran dasar, rencana kerja, manajemen sumber daya manusia, hingga pencabutan izin usaha. Selain itu, OJK juga berwenang untuk mengatur dan mengawasi segala jenis aktivitas yang terdapat dalam perbankan yang mencakup sumber pembiayaan, penyediaan dana, dan kegiatan bank pada sektor jasa. OJK pun berwenang untuk mengatur dan mengawasi berkaitan dengan aspek kesehatan dan kehati-hatian bank.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada fungsinya dalam mengatur lembaga keuangan non-bank, OJK berwenang untuk melakukan penetapan atas regulasi-regulasi dan keputusan OJK, melaksanakan penetapan atas regulasi-regulasi tentang pengawasan pada sektor jasa keuangan, melakukan penyusunan dan penetapan mengenai pelaksanaan tugas OJK, melaksanakan penyusunan dan penetapan prosedur berkaitan dengan tata cara pengelola pada lembaga jasa keuangan, dan menetapkan struktur organisasi serta ikut mengawasi lembaga keuangan.
Dalam ruang lingkup microprudential, OJK mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan dan pengawasan untuk mendukung lembaga keuangan agar tetap sehat sekaligus menjaga kepentingan masyarakat, yang mencakup pengaturan dan pengawasan pada aspek kelembagaan dan kehati-hatian. Sementara itu, Bank Indonesia dalam lingkup microprudential memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi khususnya mendorong lembaga keuangan guna berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi serta kestabilan moneter.
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dewan Pengawas Syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah (RUPS) atau sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah.
Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Posisi Dewan Pengawas Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.
Sekitar tahun 1999-an perhatian umat Islam di indonesia terhadap ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuhdan berkembang. Melihat kenyatan seperti itu MUI bersama instusi lain, terutama bank indonesia, memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu hasilnya adalah kelahiran bank Muamalat indonesia 1992 sebagai bank yang pertama di indonesia yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya.
ADVERTISEMENT
Kelahiran bank syariah diikuti dengan bank-bank lain, baik yang bentuk full branch maupun yang hanya berbentuk divisi atau unit usaha syariah. Tak ketinggalan lembaga keuangan lainnya seperti asuransi syariah takaful, dompet dhuafa, BPRS, BMT yang terus bermunculan. Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang semakin besar. MUI pada fabruari 1999 telah membentuk DSN. Lembaga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’) serta ahli dan prktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat.
Keberadaan dewan syaraih nasional (DSN) dan dewan pengawas syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan masih harus dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis (JUKNIS). Hal ini dianggap penting agar para anggota dewan pengawas syariah yang ditempatkan di Lembaga keuangan syariah dapat berkerja dengan lebih efektif dan efisien, sehingga jalannya perusahaan dapat secara murni sesuai dengan prinsip syariah.
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Perbankan Syariah memiliki peranan yang penting dan strategis dalam pengawasan syariah pada Perbankan Syariah, bertanggungjawab untuk memastikan semua produk dan prosedur Bank Syariah sesuai prinsip-prinsip syariah. Pengoptimalan peranan DPS sangat penting untuk memastikan setiap transaksi sesuai prinsip-prinsip syariah yang merujuk kepada al Qur‟an dan Sunnah.
Disamping itu, peran DPS dan DSN bukan hanya mengawasi operasional Lembaga Keuangan Syariah saja, tetapi memiliki peran yang lebih besar lagi yaitu turut mendorong tumbuh kembangnya ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
A. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS)
1. Pengawasan Syariah: DPS bertugas melakukan pengawasan terhadap semua produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah untuk memastikan kesesuaian dengan hukum syariah.
ADVERTISEMENT
2. Pemberian Fatwa: DPS memberikan fatwa atau penjelasan mengenai berbagai produk dan transaksi keuangan agar sesuai dengan prinsip syariah, termasuk isu-isu yang mungkin muncul dalam praktik perbankan syariah.
3. Edukasi: DPS juga berperan dalam memberikan edukasi kepada manajemen dan karyawan lembaga keuangan syariah mengenai prinsip-prinsip syariah dan penerapannya dalam praktik.
Pelaporan: DPS berkewajiban untuk menyusun laporan tahunan mengenai kepatuhan lembaga terhadap prinsip syariah dan menyampaikannya kepada otoritas yang berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) diamanahkan dengan mengarahkan, meneliti dan mengawasi kegiatan institusi keuangan syariah untuk memastikan bahwa ia mematuhi peraturan dan prinsip prinsip syariah. Banyak masyarakat yang masih ragu atas kesyariahan Unit Syariah merupakan sesuatu yang wajar. Oleh karena itu, pihak industri harus memastikan kesesuaian syariahnya, serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Untuk memastikan kesesuaian Syariah, maka Dewan Pengawas Syariah (DPS) melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) serta memberikan pengarahan/pengawasan atas produk atau jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip Syariah.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dalam Mengatur dan Mengawas Perbankan ini harus dilakukan antara Bank Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan. Bank Indonesia saat ini menerapkan pengawasan bank secara konsolidasi, untuk itu integrasi pengawasan jasa keuangan akan memperkuat kebijakan moneter dan memperkokoh kestabilan sistem keuangan di Indonesia. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan akan berdampak pada perubahan dalam melaksanakan tugas dan kewewenangannya dalam sektor perbankan yang harus dilakukan dengan secara optimal. Walaupun tugas pengaturan dan pengawasan perbankan telah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, namun Bank Indonesia tetap memiliki kewenangan dan akses terhadap data dan informasi dari perbankan.
Didunia perbankan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga keuangan syariah tidak menyimpang dari tuntunan syariat, maka pada setiap lembaga Islam hanya diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak 25 menguasai prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di lembaga ini dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga keuangan dari sudut syariahnya
ADVERTISEMENT
Khansa Fatin Ainun Nisa Dan M. Wildan Habibi, Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel