Konten dari Pengguna

Membangun Kepercayaan (Trust) Masyarakat terhadap Institusi Kepolisian

Wildan Haru Pradani
Mahasiswa Magister Psikologi
20 Juli 2022 20:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildan Haru Pradani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

(Tinjauan Psikologi Sosial)

Ilustrasi membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Foto: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Foto: Pixabay.com
ADVERTISEMENT

Pengantar

Pembahasan tentang kepercayaan masyarakat pada instusi Kepolisian menjadi menarik di perbincangkan belakangan ini. Banyak fenomena atau kasus yang melibatkan oknum anggota Polri baik itu berhubungan langsung dengan masyarakat maupun antar anggota Polri sehingga menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian secara keseluruhan. Krisis kepercayaan ini merupakan suatu masalah psikologis (Faturochman, 2000). Menurut Fukuyama (1995) kepercayaan merupakan harapan yang muncul di tengah masyarakat yang teratur, jujur, perilaku kooperatif berdasarkan norma-norma yang telah disepakati bersama, antara pihak lain antar anggota komunitas dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kasus terbaru adalah penembakan antar anggota kepolisian yang terjadi dirumah Kadiv Propam Polri yang mengakibatkan salah seorang anggota polisi meninggal dunia yaitu Brigadir J. Kedua polisi yang terlibat tersebut merupakan ajudan dari Kadiv Propam, menurut keterangan dari pihak Polri penembakan terjadi karena adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri dari Kadiv Propam sehingga Brada E yang berjaga pada saat itu melakukan perlawanan dan terjadi saling tembak. Kasus ini baru terungkap 3 hari setelah kejadian dan keluarga korban dilarang membuka jenazah korban tersebut. Tentunya kasus ini meninggalkan banyak pertanyaan masyarakat apa yang sebenarnya terjadi. Adanya kejanggalan yang terjadi membuat masyarakat tidak percaya begitu saja karena terkesan ada yang ditutupi. Kasus seperti ini dapat membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap institusi kepolisian akibat dari oknum anggota kepolisian itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kasus lain yang juga dapat menurunkan ketidakpercayaan masyarakat terjadi di tahun 2021 yaitu kasus oknum polisi yang menghamili pacarnya dan memaksa kekasihnya itu untuk melakukan aborsi yang berakibat kekasihnya tersebut ditemukan bunuh diri. Kasus ini sempat viral, oknum polisi tersebut dinyatakan bersalah dan dipecat dari institusi kepolisian. Padahal kasus seperti itu merupakan oknum tetapi dapat merusak institusi secara umum.
Salah satu masalah yang juga dapat menurunkan ketidakpercayaan masyarakat bisa disebabkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian terhadap masyarakat. Seperti contoh yang dikutip oleh kompas.com pada tanggal 23 Oktober 2021, seorang oknum anggota kepolisian membanting salah satu peserta aksi demonstrasi sampai tidak sadarkan diri dan harus dilarikan ke rumah sakit. Kekerasan seperti itu disebut sebagai kekerasan langsung. Menurut Galtung (1969) kekerasan langsung adalah kekerasan yang dilakukan secara terang-terangan, yang dilakukan oleh satu atau lebih pihak yang berselisih secara langsung terhadap orang-orang yang berkonflik dengan mereka. Kekerasan seperti ini bukan hanya menyakiti fisik seseorang tetapi juga dapat menyakiti mental korban dan menyakiti perasaan masyarakat luas. Perilaku kekerasan adalah wujud dari perasaan diperlakukan tidak adil (Ancok, 2002). Setelah mendapatkan ketidakadilan dalam bentuk kekerasan terkadang oknum anggota kepolisian sering tidak mendapatkan hukuman yang setimpal dan dianggap tidak adil oleh masyarakat. Hal ini membuat masyarakat merasa keadilan di Indonesia telah runtuh yang dilakukan oleh oknum dari kepolisian.
ADVERTISEMENT
Pentingnya rasa percaya tersebut dapat memberikan rasa aman dan damai ditengah masyarakat. Chandoke (1995) mengatakan salah satu karakteristik masyarakat yang damai adalah bagaimana pemerintah dapat membuat masyarakat yang bebas dari rasa takut dan bebas dari penindasan. Sebagai alat dari negara, seharusnya kepolisian dapat dipercaya untuk dapat memberikan rasa aman terhadap masyarakat sesuai dengan slogan kepolisian yaitu melindungi dan melayani. Tetapi pada kenyataannya, di Indonesia masih banyak fenomena yang tidak humanis yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat sehingga kedamaian susah terwujud.
Harapan masyarakat adalah aparat kepolisian dapat menciptakan perdamaian malah justru dapat menimbulkan kekacauan ditengah masyarakat yang dilakukan oleh oknum polisi dan dapat menurunkan kredibilitas institusi kepolisian bahkan pemerintah. Bukan hanya masalah kekerasan tetapi masih banyak masalah lain yang dapat menurukan kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian. Beberapa waktu lalu trending #percumalaporpolisi di platform media sosial, hal ini disebabkan oleh pihak kepolisian menghentikan kasus dugaan pemerkosaan anak dibawah umur yang terjadi di Luwu timur, Sulawesi Selatan. Padahal hal tersebut dilakukan oleh kepolisian setempat tetapi dapat mencoreng instansi kepolisian secara umum yang berujung dapat menurunkan kepercayaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini berangkat dari asumsi maraknya ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian karena sering mendapatkan perlakuan yang tidak wajar sehingga penulis berupaya menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat dalam sudut pandang psikologi. Sebagai anggota kepolisian sudah seharusnya mereka menjalankan tugas nya sesuai dengan Undang-undang 1945 pasal 30 yaitu salah satunya dapat melindungi dan mengayomi masyarakat agar tercipta kedamaian dan keadilan ditengah masyarakat. Polisi harus tetap berdiri tegar, tidak boleh terpancing dan tidak boleh merasa frustasi yang dapat mengakibatkan perilaku agresi. Kepercayaan terhadap oknum kepolisian harus dapat timbulkan kembali sehingga rasa percaya bisa tumbuh diantara masyarakat dan polisi untuk menuju perdamaian dan keadilan sosial di Indonesia.
Tinjauan Psikologis Kekerasan Aparat Kepolisian Terhadap Sipil
ADVERTISEMENT
Ada beberapa faktor psikologis yang berperan dalam konflik yang terjadi antara kepolisian dan sipil. Pertama, berkaitan dengan identitas sosial. Menurut Tajfel (1979) Identitas sosial sebagai persepsi individu dimana ia merasa menjadi bagian anggota dari kelompok yang memiliki kesamaan emosi serta nilai sehingga menjadikan konsep diri seseorang sebagai anggota kelompok dan setiap anggota dalam kelompok selalu memiliki penilaian terhadap kelompok lain (dalam Hogg dan Abrams, 2003). Aparat kepolisian mempersepsikan bahwa mereka berbeda dengan masyarakat sipil sehingga mereka cendrung menjelekkan bahkan mengintimidasi dari kelompok masyarakat sipil.
Jika dilihat dari teori dominasi sosial, dimana dalam kelompok masyarakat terdapat hirarki sosial yang terbentuk. Adapun hirarki tersebut yaitu kelompok dominan dan kelompok subordinat (Pratto, Sidanius & Levin, 2006). Jika dilhat dari kasus kepolisian dan sipil, aparat kepolisian menempati sebagai kelompok yang dominan, dimana, kelompok dominan memiliki tingkatan yang lebih tinggi sehingga sering melakukan perilaku diskriminasi terhadap kelompok yang lain untuk mempertahankan hirarkinya. Sedangkan masyarakat sipil disebut sebagai kelompok subordinat, dimana, kelompok ini memiliki hirarki yang lebih rendah dan sering dianggap lemah. Sehingga dengan adanya hirarki tersebut, konflik dan diskriminasi dalam masyarakat merupakan hal yang tidak terhindarkan sebagai konsekuensi dari struktur hirarkhi antar kelompok. Dalam teori ini terdapat legitimasing myth yaitu kosmologi budaya yang dibuat seakan-akan benar untuk menyamarkan atau melegitimasi diskriminasi dan dianggap wajar. Terdapat 2 bagian dalam legitimising myth yaitu hierarchy enhanching myths (HE) yaitu ideologi yang memberikan pembenaran terhadap penindasan dan ketidaksetaraan yang menguatkan hirarki yang ada, dalam kasus ini contohnya adalah diskriminasi dan penganiayaan yang terjadi pada masyarakat. Sedangkan bagian yang kedua yaitu hierarchy attuating myths (HA) yaitu ideologi yang dapat melemahkan hirarki sehingga hirarki yang terbentuk akan melemah. Contohnya adanya hak asasi manusia yang mengakibatkan kekerasan aparat kepolisian tidak bisa melakukan diskriminasi terhadap sipil. Saharusnya pemerintah hadir sebagai Institutional myth yaitu mengurangi dampak yang terjadi akibat perilaku yang dilakukan oleh kelompok dominan dan membantu kelompok subordinat untuk keluar dari permasalahan tersebut dalam hal ini adalah kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian.
ADVERTISEMENT

Upaya Membangun Kepercayaan dan Kedamaian Perspektif Psikologi

Menumbuhkan kembali kepercayaan bukanlah seperti membalik telapak tangan, jika reputasi dan legitimasi yang diberikan telah menghasilkan kekecewaan maka kepercayaan itu akan hilang. Kepercayaan merupakan hal penting dalam membangun suatu sistem, seperti yang telah dijelaskan Tanis & Postmes (2005) yang mengatakan bahwa hubungan interpersonal yang baik harus ditekankan untuk dapat mencapai tujuan yang bersifat konstruktif satu sama lain. Dalam hal ini, hubungan interpersonal yang dimaksud adalah antara aparat kepolisian dan masyarakat, diperlukan reputasi yang baik agar masyarakat selalu dapat percaya terhadap aparat. Hal ini sejalan dengan pendapat Yamagishi (2011) yang menjelaskan konsep kepercayaan dengan menekankan pada bentuk keyakinan terhadap pihak lain yang memfokuskan pada kemampuan, niatan maupun reputasi yang baik.
ADVERTISEMENT
Faturochman (2000) menggambarkan bahwa kepercayaan ini merupakan bentuk harapan yang diberikan pihak satu dengan yang lain dalam melakukan interaksi sosial yang memiliki resiko berasosiasi dengan harapan itu. Masyarakat menginginkan aparat kepolisian dapat menciptakan suasana yang damai dan adil sebagai sebuah harapan tetapi justru malah oknum tertentu membuat reputasi aparat tercoreng sehingga menimbulkan perasaan kecewa, marah dan merasa dikhianati sehingga menimbulkan ketidakpercayaan sebagai konsekuensinya.
Memecahkan masalah ketidakpercayaan ini harus dengan cara menyelesaikannya dari penyebabnya. Kepercayaan harus dibangun oleh semua pihak pada setiap institusi masyarakat dan institusi pemerintah (Ancok, 2002). Tetapi dalam upaya membangun kepercayaan dibutuhkan waktu untuk bersabar karena tidak akan segera efektif dengan mudah. Dalam kajian psikologi untuk membangun kepercayaan dibutuhkan empat dimensi yang harus dijalankan agar kepercayaan dapat terwujud (Mishra, 1996). Keempat dimensi itu adalah kompetensi, keterbukaan, kepedulian dan reliabilitas.
ADVERTISEMENT
Dimensi pertama yaitu kompetensi, masyarakat telah menaruh harapan kepada aparat kepolisian untuk dapat melindungi dan menciptakan perdamian karena kompetensi yang dimiliki oleh aparat. Seharusnya aparat menjaga dengan baik harapan yang diberikan oleh masyarakat, tetapi sebaliknnya aparat yang melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat sehingga proses kepercayaan pada dimensi dan kasus ini tidak berjalan dengan baik maka kepercayaan itu tetap masih ada samapai sekarang, jika tidak segera diperbaiki maka kasus-kasus seperti ini akan terjadi lagi di masa mendatang.
Dimensi yang kedua yaitu keterbukaan, ada beberapa contoh masalah kurangnya keterbukaan yang dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat, salah satu contoh nya yaitu penghentian kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah terhadap anaknya seperti yang telah dijelaskan diawal, berkaca dengan kasus ini terlihat jelas tidak adanya alasan yang pasti yang dilakukan oleh aparat mengapa kasus ini dihentikan, hal ini membuat viral #percumalaporpolisi di media sosial, dilihat dari fenomena ini kepercayaan masyarakat terhadap polisi menjadi rendah dan menurun.
ADVERTISEMENT
Kepedulian merupakan dimensi berikutnya yang harus dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat. kepedulian adalah hal yang dibutuhkan oleh siapa saja, adanya rasa saling empati aparat dengan masyarakat juga akan menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan sehingga akan tersipta kepercayaan satu sama lain, aparat lebih giat melakukan sosialisasi yang lebih humanis dan mencerminkan sikap mengayomi dan melindungi. Ketika resiko kepercayaan yang diberikan minimal kepada masyarakat maka konsekuensi yang diterima juga akan minimal.
Reliabilitas terlihat dari sejauh mana adanya keserasian antara kata dan perbuatan (walk the talk). Disaat masyarakat mengharapkan aparat melindungi dan menciptakan perdamaian, aparat gagal meningkatkan kepercayaan masyarakat selama bertahun-tahun yang membuat seakan ketidakpercayaan reliabel. Kurangnya hukuman yang diberikan pemerintah terhadap aparat kepolisian membuat mereka berlindung dan terkadang mendapatkan hukuman yang ringan tidak sebanding dengan perilaku yang mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
Masalah lain yang dapat menurunkan ketidakpercayaan adalah mengenai keadilan. Ketidakadilan adalah fenomena yang masih menonjol di Indonesia. Menurut Tyler (dalam Faturochman, 2000) Kepercayaan ini sangat penting dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan salah satu landasan keadilan sosial. Dibutuhkan sinergi antara aparat dan masyarakat dalam menciptakan keadilan sosial sehingga bisa mencapai kedamaian.
Mewujudkan kedamaian di Indonesia melalui kepercayaan bisa dilakukan bersama-sama. Menurut Ancok (2002) dari pandangan teori kebutuhan berhirarki (the hierarchy of need theory) yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (1954) kedamaian dalam arti kata sesungguhnya baru akan muncul apabila semua kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri terpenuhi. Kepercayaan adalah salah satu aspek kebutuhan yang berada pada hirarki ke tiga kebutuhan akan kasih sayang (need for love) dan hirarki ke empat kebutuhan akan penghargaan (self-esteem). Perasaan dipercaya akan membuat orang melihat orang lain respect pada dirinya dengan menganggap orang lain adalah bagian darinya. Pemberian trust oleh orang lain akan membuat orang lain dipersepsi sebagai orang yang peduli pada orang lain. Sama halnya dengan harga diri (self-esteem). Aparat kepolisian sudah memiliki tugas dan fungsinya. Semoga aparat kepolisian dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan menjalankan proses yang telah diuraikan diatas agar kedamaian dapat tercipta di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wildan Haru Pradani, Mahasiswa Magister Psikologi UGM.
Referensi
Ancok, Djamaluddin. (2002). Membangun Kepercayaan Menuju Indonesia Madani, Demokratis dan Damai. Buletin Psikologi, Tahun X, No. 2
Chandoke, D. (1995) State and Civil Society. New Delhi: Sage Publication.
Faturochman. (2000). Dinamika psikologi dan sosial kepercayaan (The dynamics of psychology and social trust). In Supratiknya, Faturochman & S. Haryanto (Editor). Tantangan psikologi menghadapi milenium baru. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Pengembangan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Fukuyama, F. (1995) Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York: Free Press.
Galtung, Johan. 1969. Violence, Peace, and Peace Research, Journal of Peace Research. (online) Vol. 6, No. 3, hal. 167-191, (http://www.jstor.org/stable/422690 diakses pada 7 Februari 2011).
ADVERTISEMENT
Hogg, Michael & Abrams, Dominic & Otten, Sabine & Hinkle, Steve. (2004). The Social Identity Perspective. Small Group Research. 35. 10.1177/1046496404263424.
Maslow, A. (1954). Motivation and Personality. New York: Harper.
Pratto, Felicia & Sidanius, Jim & Levin, Shana. (2006). Social Dominance Theory and the Dynamics of Intergroup Relations: Taking Stock and Looking Forward. European Review of Social Psychology - EUR REV SOC PSYCHOL. 17. 271-320. 10.1080/10463280601055772.
Tanis, M., & Postmes, T. (2005). Short communication a social identity approach to trust: Interpersonal perception, group membership and trusting behaviour. European Journal of Social Psychology Eur. J. Soc. Psychology, 35, 413–424. http://dx.doi.org/10.1002/ ejsp.256. Yamagishi, T. (2011). Trust: The evolutio-nary game of mind and society. Springer: Tokyo
ADVERTISEMENT
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210916181513-20-695422/kontras-277-kasus-kekerasan-libatkan-tni-terbanyak-ad
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/27/08251971/deretan-kontroversi-kekerasan-oknum-polisi-peserta-aksi-dibanting-hingga?page=all
https://nasional.tempo.co/read/1527600/polri-siapkan-pola-baru-operasi-di-papua-pada-2022
https://tirto.id/keadilan-telah-runtuh-hukuman-ringan-tni-yang-siksa-bunuh-jusni-f7ed