Pencapaian Terlupakan Syafruddin Prawiranegara, Sang Presiden Kedua RI

Wildan Rochmawati
Historical Science student at Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
29 April 2022 17:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildan Rochmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Syafruddin Prawiranegara, Kredit Foto: Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Syafruddin Prawiranegara, Kredit Foto: Flickr
ADVERTISEMENT
Seseorang yang tercatat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia namun namanya terpendam begitu dalam, dan hanya dikenal sebagai tokoh ekonomis karena kedudukannya di De Javasche Bank (DJB) serta Bank Indonesia (BI). Seolah hanya berputar pada satu bidang padahal ia telah mampu merambah ke dunia politik dan memberi sumbangan besar yang dapat menyelamatkan kedaulatan negara.
ADVERTISEMENT
Syafruddin Prawiranegara, seorang yang bergaris keturunan Raja Pagaruyung ini dapat dikatakan tidak terkenal seperti tokoh Pahlawan lainnya. Mungkin ia sempat menjadi perbincangan di masa setelah kemerdekaan, atas aksinya yang mengusulkan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengeluarkan mata uang sendiri sebagai pengganti mata uang asing yang masih beredar.
Namun, apakah berhenti di situ saja pengaruh Syafruddin bagi Negara? Justru Syafruddin memiliki kontribusi yang lebih besar lagi khususnya dalam periode revolusi. Meskipun, di sini namanya malah berbanding terbalik dibandingkan dengan sebelumnya. Nama Syafruddin jarang terlihat di catatan sejarah.
Terutama ketika ia menjadi ‘Presiden’ di kala Indonesia mengalami kekosongan kepala negara. Di masa yang porak poranda dan kacau, ketika kemerdekaan Indonesia kembali diguncang, tepatnya ketika peristiwa Agresi Militer Belanda II.
ADVERTISEMENT
Semua bermula ketika Syafruddin menjabat sebagai Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Ketika Belanda gencar melakukan agresi dan menahan Soekarno dan mengakibatkan kekosongan kekuasaan kepala negara.
Tentunya hal ini merupakan situasi yang sangat genting, sehingga Soekarno-Hatta secara sigap mengambil keputusan untuk memberi kuasa kepada Menteri Kemakmuran, Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) agar dengan segera menduduki kekuasaan yang kosong tersebut.
Tepat pada 19 Desember 1949, telegram oleh Soekarno-Hatta dikirimkan kepada Syafruddin. Telegram tersebut berbunyi:
ADVERTISEMENT
Namun, sistem komunikasi yang masih sulit masa itu membuat telegram yang dikirimkan oleh Soekarno-Hatta tidak sampai. Meskipun demikian, ternyata antara Syafruddin dan Soekarno-Hatta memiliki pemikiran yang sama. Syafruddin yang mendengar berita pendudukan Yogyakarta atas Belanda secara bersamaan pada 19 Desember langsung mengambil langkah untuk membentuk pemerintah darurat.
Secara pasti ia melakukan rapat di Bukittinggi di hari yang sama untuk membentuk pemerintah darurat. Hal ini dilakukan demi menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam bahaya, yaitu kekosongan kepala pemerintahan, yang merupakan syarat Internasional untuk pengakuan sebagai suatu negara.
Menjadi Presiden PDRI ternyata membuahkan hasil yang dapat dikatakan memuaskan, di mana dengan usaha PDRI, Belanda meskipun secara terpaksa setuju untuk melakukan perundingan. Hingga pada akhirnya perundingan tersebut melahirkan Perjanjian Roem Royen. Dengan ini, Belanda menghentikan agresinya dan mengembalikan seluruh tawanan, serta mengembalikan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dengan dibebaskannya Soekarno-Hatta, maka berakhir pula tugas Syafruddin di dalam pemerintah darurat. Pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin kemudian menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Keberaniannya membuktikan Indonesia tidak akan berakhir hanya karena Soekarno-Hatta ditahan membuat Syafruddin sebagai Presiden PDRI mendapat sebutan ‘Penyelamat Republik’.
Meskipun namanya jarang terdengar di era revolusi, namun peranannya dalam menyelamatkan Indonesia sangat besar dan ia adalah seorang Pahlawan Nasional yang sangat pantas untuk lebih dikenal dan diteladani.