Koperasi di Era Menuju Kebangkitan Robot

Wildanshah
Komisaris Perkumpulan Warga Muda. Direktur Utama PT Gerakan Masa Depan. CEO Gorengin. Deputi Riset dan Manajemen Pengetahuan Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation. Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Konten dari Pengguna
29 November 2021 17:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildanshah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masa depan robot yang dibangun Elon Musk. Sumber foto: https://www.techtimes.com/articles/264929/20210902/tesla-bot-created-elon-musk-ensure-safety-robots-present-good.htm
zoom-in-whitePerbesar
Masa depan robot yang dibangun Elon Musk. Sumber foto: https://www.techtimes.com/articles/264929/20210902/tesla-bot-created-elon-musk-ensure-safety-robots-present-good.htm
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Robot adalah imajinasi manusia yang akan menjadi kenyataan. Pada tahun 1952, Kurt Vonnegut, membuat novel Player Piano, ia mengimajinasikan sebuah tatanan masyarakat yang semua pekerjaan manusia digantikan oleh mesin.
ADVERTISEMENT
Imajinasi Vonnegut mulai menjadi kenyataan. Setelah perang dunia kedua berakhir, integrasi pekerjaan manusia dengan mesin semakin lumrah di dunia industri.
Vonnegut sangat pesimis melihat kemajuan tersebut, baginya mesin hanya membuat manusia semakin tidak bermakna.
Futuris Martin Ford, melihat hal yang lebih kelam, dalam bukunya “Rise of the Robot: Technology and the Threat of Mass Unemployment”, manusia semakin tidak berguna, data statistik menunjukan bahwa dari tahun 2000-2010 di Amerika serikat, kemajuan teknologi ternyata tidak menciptakan pekerjaan baru. Berbeda dengan momentum revolusi industri pertama yang benar-benar mencetak banyak lapangan pekerjaan baru.
Menurut Ford, inovasi mesin berat dengan inovasi teknologi informasi sangat jauh berbeda dampaknya. Saat ini kita tidak bisa lagi mengganggap mesin sebagai alat untuk pekerja, sekarang mesin justru jadi pekerja utamanya.
ADVERTISEMENT
Algoritma bisa jauh lebih efisien daripada otak manusia, dan kehadiran robot membuat algoritma menjadi pekerja yang sempurna bagi mode produksi kapitalisme: robot tidak pernah merasa lelah dan tidak pernah menuntut hak, selain listrik dan suku cadang.
Ketika robot hadir, ia akan bertahan lama. Bahkan, pekerja dengan keterampilan tertinggi pun belum tentu aman posisinya di era nanti.
Berdasarkan pengamatan Ford, banyak robot kini melihat dalam tiga dimensi, persis seperti manusia. Sehingga robot dapat berkerja lebih cepat, akurat dan presisi ketimbang manusia. Kini Robot Operating System adalah sumber yang bebas dan terbuka, ini membuat inovasi robot menjadi lebih murah beberapa tahun kedepan.
Dengan turunnya biaya membeli robot, tentunya menjadi pilihan rasional bagi perusahaan manufaktur untuk memilih robot daripada manusia. Kehadiran robot akan berdampak besar terhadap masyarakat ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Kita ambil contoh Perusahaan Adidas, mereka saat ini sedang membangun robot “Sewbot”, robot tersebut bisa memproduksi delapan ratus ribu potong kaus kaki dalam sehari, hal yang sangat ekploitatif jika target produksi tersebut dikerjakan oleh manusia.
Selain itu, Nike, yang sedang berusaha untuk menggantikan ribuan pekerja pembuat sepatu di Indonesia dengan robot untuk menggenjot produktivitas. Selain itu, upaya yang dilakukan Nike tersebut untuk meminimalisir kontroversi mengenai kondisi kerja yang buruk di perusahaannya di mata dunia.
Permintaan pasar akan robot diprediksi semakin tinggi, yang berarti permintaan tenaga kerja akan semakin menurun. Kita juga perlu cermati visi Elon Musk terhadap "Tesla Bots" yang akan jadi sektor industri baru yang berpotensi mengubah permainan bisnis di masa depan.
ADVERTISEMENT
Pada situasi tersebut, menurut Ford, banyak orang yang akan tetap mempunyai pekerjaan, tetapi upah mereka tidak akan naik karena manusia semakin tidak relevan.
Pada sisi yang lain, perusahaan-perusahaan kecil memiliki peluang mendapatkan tenaga kerja murah, ini pilihan terbaik, jika mereka masih menabung untuk membeli robot sebelum menggantikan pekerjanya secara keseluruhan.
Ford menjelaskan dua sisi mata uang dari robotisasi adalah harga barang dan jasa yang menjadi sangat murah untuk masyarakat: karena gaji pekerjanya menjadi sangat rendah.
Jadi dapat dikatakan, satu-satu yang dapat menyelamatkan pekerjaan manusia saat memasuki era robot adalah kebijaksanaan regulasi dari pemerintah masing-masing negara.

Lalu bagaimana peran koperasi di era menuju robotisasi?

Langkah kongkrit yang dapat dilakukan penggiat koperasi untuk menghadapi ratusan juta orang yang akan mengganggur karena tersingkir robot adalah dengan membuat model bisnis yang inklusif dimana peran manusia masih dapat dioptimalisasi, seperti pada sektor ekonomi kreatif dan ekonomi rekreasi: sebuah bisnis yang masih sangat membutuhkan sentuhan manusia, menjadi pilihan terbaik di era robotisasi.
ADVERTISEMENT
Koperasi dapat memobilisasi orang-orang yang tidak bisa mencari nafkah di pasar tenaga kerja mainstream untuk membangun unit bisnis bersama.
Sektor leisure Economy, merupakan lini bisnis yang cukup resisten terhadap robotisasi, hal ini menjadi peluang bagi koperasi yang percaya bahwa modal sumber daya manusia adalah segalanya. Namun, bisnis ini masih belum begitu digandrungi oleh pegiat koperasi di Indonesia.