Koperasi Multipihak dan Anak Muda

Wildanshah
Komisaris Perkumpulan Warga Muda. Direktur Utama PT Gerakan Masa Depan. CEO Gorengin. Deputi Riset dan Manajemen Pengetahuan Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation. Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Konten dari Pengguna
10 November 2021 21:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildanshah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warcoop adalah koperasi multipihak yang digalang oleh  inovator koperasi dari generasi muda.
zoom-in-whitePerbesar
Warcoop adalah koperasi multipihak yang digalang oleh inovator koperasi dari generasi muda.
ADVERTISEMENT
Koperasi multipihak adalah masa depan anak muda. Kita harus belajar untuk memiliki paradigma yang lebih terbuka daripada tertutup dalam menciptakan perubahan.
ADVERTISEMENT
Bila anda pernah membaca gagasan Karl Marx, seorang ekonom berhaluan kiri, anda mungkin familiar mendengar pertentang kelas.
Menurutnya, kelas proletar tidak akan pernah berdamai dengan kelas bourjois, karena kelas-kelas tersebut memiliki kepentingan berbeda. Konflik diantara keduanya tak akan pernah berakhir hingga salah satunya hancur.
Nyatanya, prasangka Marx mampu dipatahkan oleh Robert Owen, seorang pengusaha kapas yang ingin mensejahterakan karyawannya sendiri dengan membangun koperasi.
Owen yakin, kerjasama adalah sebuah gerakan sosial. Berpijak dari prinsip tersebut, Owen menggalang sebuah gerakan yang populer sebagai "New Harmony" untuk mendukung serikat-serikat buruh yang menjamur di Inggris dan Skotlandia pada masanya.
Upaya yang dilakukan Robert Owen bisa menjadi bukti bahwa konflik kepentingan dapat diselesaikan dengan kerjasama.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan bahwa perbaikan ekonomi seluruh lapisan masyarakat adalah hal yang paling krusial untuk menselaraskan kesejahteraan para pemodal dengan para pekerja.
Saat ini koperasi begitu terfragmentasi, menjadi koperasi-koperasi yang begitu eksklusif.

Koperasi Multipihak sebagai Keadilan Kolektif

Koperasi multipihak bergerak dengan cara mengakomodasi beragam kepentingan dan melayani banyak pihak. Selain itu, di tengah beragamnya tantangan di era digital yang semakin kompleks, sangat sulit untuk setiap kelompok berkerja sendiri-sendiri.
Menurut Firdaus Putra, seorang inovator koperasi di Indonesia yang mempopulerkan istilah koperasi multipihak, menjelaskan seharusnya tata kelola koperasi dapat dilakukan oleh dua atau lebih pemangku kepentingan dalam organisasi yang sama.
Koperasi multipihak berusaha melibatkan lintas sektor mulai dari konsumen, produsen, pekerja, relawan hingga masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Firdaus menegaskan, tata kelola dan pengambilan koperasi multipihak diatur secara proporsional, bukan berdasarkan jumlah basis anggotanya, melainkan basis kelompoknya.
Koperasi multipihak tidak hanya selesai pada ranah partisipasi individu, tapi bergerak lebih maju untuk bicara representasi kolektif.
Koperasi multipihak memiliki fungsi yang paling penting dalam melakukan distribusi surplus kolektif.
Berbeda dengan fungsi patronase ala koperasi tradisional, dimana individu yang membeli lebih banyak atau produsen yang menjual lebih banyak ke koperasi akan mendapatkan bagian dari setiap surplus sesuai dengan kontribusinya.
Untuk koperasi multipihak, partisipasi dan patronase terjadi secara berbeda untuk kelompok yang berbeda.
Sederhananya, pembagian surplus sangat tergantung dengan kesepakatan bersama dari kebutuhan dan “kontribusi unik dari” setiap kelompok bukan individu.
ADVERTISEMENT
Memang pada level narasi, koperasi multipihak terdengar ideal. Namun seberapa baik koperasi multipihak di dalam level praktis? Dengan banyaknya pihak yang berembut “kue profit”, konflik bisa saja dipicu oleh kepentingan dari entitas yang merasa lebih “berkontribusi” atau pertentangan kelas memang tidak bisa didamaikan di satu atap koperasi yang sama.
Pada akhirnya, besar kemungkinan, koperasi multipihak akan di dominasi satu atau dua kelompok besar, atau rusak karena pertingkai mereka sendiri.
Potensi pertempuran di internal koperasi multipihak perlu dicarikan skema mitigasinya.
Apakah perlu dengan cara membuat regulasi atau cukup selesai di ranah negosiasi. Kita harus jujur, menginisiasi koperasi multipihak memang bukan pekerjaan rumah yang gampang, namun patut diperjuangkan.