news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Waralaba Bisnis Gotong Royong

Wildanshah
Komisaris Perkumpulan Warga Muda. Direktur Utama PT Gerakan Masa Depan. CEO Gorengin. Deputi Riset dan Manajemen Pengetahuan Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation. Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Konten dari Pengguna
8 Juli 2021 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildanshah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
CEO Gorengin Wildanshah bersama Haris Azhar Direktur Eksekutif Lokataru.
zoom-in-whitePerbesar
CEO Gorengin Wildanshah bersama Haris Azhar Direktur Eksekutif Lokataru.
ADVERTISEMENT
Masyarakat kita pernah demam waralaba. Model bisnis ini sempat digandrungi oleh para pelaku UMKM di Indonesia. Selain karena murah, format ini sangat mudah diadopsi bahkan oleh para pemula di dunia usaha.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, total omset bisnis waralaba di Indonesia, 40 persen dikuasai oleh waralaba lokal dan 60 persen oleh waralaba asing.
Waralaba di Indonesia di dominasi sektor makanan dan minuman, dan membantu pertumbuhan ekonomi dengan menyerap tenaga kerja hingga 1,2 juta orang.
Ada semangat gotong royong dalam waralaba. Karena usaha ini sangat bertumpu pada kerja sama. Maju tidaknya sebuah bisnis waralaba sangat bergantung pada luasnya jaringan dan kualitas kemitraan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Menikmati Gorengin.
Waralaba indentik dengan kelas menengah Indonesia. Pertama, kelas menengah terbiasa membeli produk-produk waralaba. Kedua, kelas menengah bisa dengan mudah membeli lisensi waralabanya.
Bagi yang sudah jago membuat waralaba, skema ini digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Karena fitur pada waralaba dipandang lebih agresif dan minim resiko, jika dibandingkan membuka cabang usaha yang mewajibkan memiliki infrastruktur yang lengkap dengan modal yang besar.
Seragam Keluarga Besar Gorengin
Ide waralaba itu sederhana. Kita hanya perlu memiliki model bisnis yang tepat, sistem yang sederhana, dan produk unik yang memang bisa bikin untung. Memiliki tiga elemen kunci tersebut, kita sudah matang sebagai pemberi waralaba (franchisor).
ADVERTISEMENT
Pendapatan dari franchisor terletak pada biaya royalti (royalty fee) dan biaya waralaba (franchise fee).
Biaya royalti adalah pandapatan perbulan dari hasil omset penerima waralaba yang diterima oleh pemberi waralaba atas jasanya memberikan lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Sedangkan, biaya waralaba adalah pendapatan yang diterima oleh pemberi waralaba atas jasanya memberikan formula model bisnis dan biasanya dibayar putus oleh penerima waralaba di awal gerai waralaba dibuka.
Ingat yang dijual dari waralaba bukanlah komoditas, tapi ide dan model bisnis. Waralaba sangat terkait erat dengan pemanfaatan HAKI dan lisensi sistem bisnis (rahasia dagang).
Aktivitas gerai Gorengin di wilayah Jakarta Timur
Lalu pertanyaan besarnya apakah format waralaba ini bisa diadopsi oleh koperasi? Mungkinkah membuat waralaba yang berlisensi creative commons alih-alih berlisensi copyright?
ADVERTISEMENT
Kami percaya bahwa waralaba dan creative commons bisa diadopsi oleh koperasi sebagai sarana untuk mengurangi ketimpangan sosial dan memperkuat tumbuhnya semangat gotong royong dikalangan pelaku usaha mikro.
Pada posisi ini, koperasi harus mengadvokasi waralaba untuk membuktikan kepada stakeholder bahwa modal intelektual jauh lebih penting daripada modal harta.
Koperasi bisa menjadi aggregator atau inkubator bagi para pengusaha mikro mengembangkan usahanya menjadi waralaba.
Masuknya koperasi dalam ekosistem waralaba dapat mempercepat dan menjamin keadilan ekonomi nasional, membuka lapangan pekerjaan, mengoptimasi peluang usaha, memacu laju pertumbuhan wirausahawan muda, memicu scale up bisnis para pedagang kaki lima dan membuat platform co-branding atau co-marketing bagi sesama UMKM yang diokrestrasi oleh koperasi.
Jika waralaba tidak dijinakan oleh koperasi, bisa jadi waralaba hanya memperparah kesejangan sosial dan saling menghancurkan akibat perang modal juga perang harga.
ADVERTISEMENT
Bagi koperasi, waralaba bisa menjadi bisnis yang memberdayakan individu-individu untuk berwirausaha, dengan hanya bermodal inovasi dan kreativitas.
Maka dari itu, koperasi harus mampu mendorong anggota-anggota untuk membuktikan diri sebagai insan yang mandiri sekaligus berkolektif.
Harapannya, koperasi dapat membuat waralaba menjadi lebih inklusif dan dapat diakses oleh masyarakat yang bahkan paling miskin sekalipun.
Intinya, koperasi menjamin keikutsertaan masyarakat yang paling miskin untuk bermitra atau menciptakan waralaba secara gotong royong.
Menteri Sekretaris Negara (​Mensesneg) Praktino menyatap cemilan Gorengin
Mungkin gagasan ini terkesan anomali. Tapi kami ingin menguji ini dengan pertanyaan, apakah mungkin waralaba swalayan seperti “minimaret” dimiliki secara koperasi oleh warga di satu wilayah dimana bisnis ini berdiri?
Apakah koperasi Kopkun di Purwokerto bisa dijadikan waralaba koperasi yang bisa dimiliki oleh warga dimanapun berada yang ingin berkoperasi tapi bingung memulainya?
ADVERTISEMENT
Apakah mungkin koperasi menginkubasi pedagang kaki lima menjadi waralaba yang dapat dikelola secara koperasi?
Selamat berfantasi wahai para pendekar koperasi!