Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Distribusi Dokter Belum Merata! Transformasi SDM Kesehatan Diperlukan
9 Januari 2025 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Wildan Barizal Ilmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
SDM (Sumber Daya Manusia) Kesehatan untuk profesi dokter di Indonesia masih belum merata distribusinya. Menurut WHO (World Health Organization), standar kecukupan jumlah dokter dalam suatu negara ialah 1:1000 penduduk. Hal ini berarti bahwa setiap 1000 penduduk minimal harus terdapat satu dokter. Di Indonesia, jumlah dokter yang ada masih belum memenuhi standar kecukupan tersebut. Pada tahun 2022, jumlah dokter aktif di Indonesia hanya 140 ribu, sedangkan jumlah total penduduk Indonesia sebanyak 270 juta.
Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. UU tersebut dikeluarkan sebagai salah satu bentuk transformasi pelayanan kesehatan. Salah satu contoh transformasi pelayanan kesehatan yang terdapat dalam UU tersebut berkaitan dengan penyediaan tenaga medis dan kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/subspesialis dan lain sebagainya. Pada tahun 2023, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menambah kuota penerimaan mahasiswa kedokteran. Menurut Dinas Kesehatan DI Yogyakarta tahun 2023, kuota dokter umum bertambah sebanyak 18,7%. Sementara itu, kuota program dokter spesialis bertambah sebanyak 22,3%. Penambahan penerimaan kuota mahasiswa kedokteran tersebut dilakukan untuk memenuhi jumlah dokter di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, bertambahnya kuota mahasiswa kedokteran tersebut tidak berbanding lurus dengan distribusi dokter di Indonesia, khususnya daerah-daerah terpencil. Menurut Ulya & Santosa tahun 2023 dalam artikel kompas berjudul “Kemenkes Ungkap 30 Provinsi Di Indonesia Masih Kekurangan Dokter Spesialis”, terdapat tiga provinsi dengan presentase puskesmas tanpa dokter tertinggi. Ketiga provinsi tersebut ialah Papua (48,18%), Papua Barat (42,07%), dan Maluku (23,45%). Sementara itu, terdapat lima provinsi yang sama sekali tidak terdapat puskesmas tanpa dokter, seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Jawa Tengah, dan Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan data tersebut, permasalahan pemerataan distribusi dokter di Indonesia masih belum terselesaikan meski kuota penerimaan mahasiswa kedokteran sudah ditambah.
Salah satu faktor ketidakmerataan distribusi dokter di Indonesia adalah minimnya minat dokter untuk bekerja dan ditempatkan di daerah terpencil. Menurut tempo dalam artikel berjudul “Alasan Dokter Enggan Ditugaskan di Daerah Terpencil”, alasan minimnya minat dokter ditempatkan di daerah terpencil tidak hanya dari dokter itu sendiri, tetapi juga kurangnya fasilitas-fasilitas dan alat-alat kesehatan di daerah tersebut. Hal itu tentunya membuat dokter enggan untuk bekerja di daerah terpencil. Selain itu, permasalahan aspek sosial dan insentif dokter di daerah terpencil yang masih harus diperbaiki juga menjadi penyebab minimnya minat dokter di daerah terpencil. Berikutnya, permasalahan jaminan keamanan saat berada di daerah terpencil tersebut juga menjadi pertimbangan bagi dokter.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi alasan pertama berkaitan dengan fasilitas dan alat kesehatan, pemerintah harus segera memperhatikan perbaikan dan penambahan fasilitas kesehatan yang ada di daerah terpencil. Hal ini perlu diperhatikan terlebih dahulu sebelum dokter-dokter ditempatkan di daerah tersebut. Berikutnya, permasalahan jaminan keamanan di daerah terpencil dapat diatasi dengan pemerintah harus benar-benar memberikan kelayakan hidup dokter yang bekerja di daerah terpencil. Dokter-dokter tersebut dapat diberikan fasilitas-fasilitas yang menunjang kebutuhan sehari-hari untuk bertahan hidup. Terakhir, permasalahan aspek sosial, seperti jauh dengan keluarga, khawatir dengan kualitas pendidikan anak apabila disekolahkan di daerah terpencil, dan lain sebagainya dapat diatasi dengan menyekolahkan putra-putra daerah yang memang ingin untuk kembali di daerah asalnya. Daripada kesulitan untuk membawa orang yang bukan dari daerah tersebut dan bekerja di sana, pemerintah lebih baik untuk menyekolahkan dan membiayai putra daerah yang memang berasal dari daerah tersebut. Dengan begitu, putra-putra daerah tersebut diharapkan dapat kembali ke daerah asalnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT