Konten dari Pengguna

Budaya Toxic dalam Dunia Organisasi

wildan khadarisman
Sekretaris Jendral Dewan Perwakilan Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah Indonesia Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sukabumi
17 Mei 2023 6:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wildan khadarisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Budaya Toxic dalam Dunia Organisasi
zoom-in-whitePerbesar
Budaya Toxic dalam Dunia Organisasi
ADVERTISEMENT
Organisasi merupakan salah satu bentuk laboratorium peradaban manusia yang mengantarkan seseorang untuk melatih kesiapan secara skill dan membentuk kapasitas karakter secara pribadi dan berpikir secara general dengan memperhatikan visi, misi serta memiliki tujuan bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Sebagai wujud peradaban, seseorang yang ikut berorganisasi akan belajar bagaimana memahami antar sesama anggota yang posisinya lebih tinggi dari anda atau kita akan merasakan posisi di pimpin atau memimpin.
Kemudian kita akan dihadapkan dengan beberapa persoalan secara lembaga atau karakter seseorang yang berada dalam batang tubuh organisasi dan secara tidak langsung kita akan masuk atau memilih lingkungan budaya toxic atau organik.
Robbins, seorang pakar dibidang organisasi mengatakan bahwa perilaku organisasi akan di pengaruhi oleh budaya atau lingkungan (internal atau eksternal).
Pengaruh kuat yaitu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seorang dalam berorganisasi dari semula organik menjadi toxic. Sesuatu kepentingan dalam menjaga gerbong atau menjaga eksistensi dapat berpengaruh buruk terhadap lahirnya generasi organik dalam peradaban organisasi. Selanjutnya integritas seseorang tersebut tidak bisa di pertahankan dan menjadi skeptis di tengah bisikan lingkungan luar.
ADVERTISEMENT

Budaya Seremonial

Ilustrasi mahasiswa. Foto: shutterstock
Dunia organisasi yang merujuk pada sekumpulan orang dengan memiliki tujuan bersama yang bersatu padu dalam wadah akan berubah menjadi organisasi seremonial, jika pengaruh eksternal kepada seseorang itu semakin hari semakin kuat. Seremonial di sini di artikan sebagai bentuk kata sifat seseorang dalam berorganisasi yang memiliki integritas, namun terpengaruh oleh bisikan dari lingkungan luar. Mereka akan bekerja apa yang dikerjakan sesuai dengan perintah dari luar bukan karena lahir dari gagasan atau ide kreatif dalam berpikirnya.
Keyakinan seseorang tersebut tidak bersungguh-sungguh, melainkan hanya sebuah rangkaian naratif belaka yang di sampaikan pada forum ketika seseorang tersebut memilik hak dan waktu bicara dalam sebuah lembaga organisasi. Hal ini akan menjadikan organisasi tidak berjalan sesuai dengan khidmat polarisasi atau filosofi yang tertera.
ADVERTISEMENT

Budaya Eksistensi

Diskusi mahasiswa Foto: Dok. ITS
Keberadaan organisasi memang perlu diakui sebagai bentuk eksistensi terhadap orang yang sedang memperhatikan organisasi kita. Kendati demikian, hal yang menjadi dasar budaya eksistensi di sini adalah sikap seseorang yang terlalu berlebihan dan membanggakan secara personal tanpa memikirkan tempat yang sedang dipijak.
Budaya eksistensi ini akan melekat pada seseorang dalam keanggotaan organisasi. Ia akan memilih untuk eksis secara pribadi melalui organisasinya tanpa memikirkan praktik kerja yang lahir dari emosional.
Nuansa eksistensi ini akan terlihat dalam kepribadian seseorang. Seseorang tersebut hanya mengejar cita-cita tanpa memperhatikan nilai dan rasa dalam berproses. Secara bentuk emosional, orang tersebut tidak akan puas degan apa yang sedang digenggam tanpa melihat dari seseorang lainnya.

Budaya Feodal

Pasca kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini, feodalisme tidak musnah dan melekat pada pikiran yang mungkin semakin berkembang. Kepentingan politik secara berlebih dalam dunia organisasi akan membuat praktik kerja organisasi menurun karena lebih condong menguatkan gerakan gerbong yang menjurus kepada pragmatisme.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan keluar dari perhelatan demokrasi yang merujuk pada musyawarah mufakat, akan tetapi akan melahirkan kepentingan secara otoriter dan selanjutnya ini akan terbiasa pada setiap pergantian kepengurusan atau pimpinan.
Dalam perspektif epistimologi sosial, kepentingan itu benar-benar tidak adil dan akan merusak tatanan budaya yang dibawa dari sejak dahulu. Dalam struktur organisasi, feodal lebih parah dan buruk yang akan menghancurkan peradaban di dalam organisasi tersebut.
Yang saya pikirkan, bagaimana saya melawan rasa takut untuk menghilangkan budaya feodal dalam berorganisasi ketika sudah menjadi darah daging. Karena seseorang yang bersungguh-sungguh dalam organisasi, ia akan di putus begitu saja secara karier demi kepentingan seseorang tersebut.
Budaya seremonial, eksistensi dan feodal merupakan bagian dari budaya toxic dari organisasi yang akan terus melekat dalam batang tubuh organisasi. Pikiran secara sederhana, bahwa mereka hanya memanfaatkan organisasi sebagai bentuk hedonisme dalam kehidupannya.
ADVERTISEMENT