Marseille: Kota Terbesar Kedua Prancis yang Sarat Prasangka

Wili Kurniawan
Full time dad. Part time diplomat. Spent 3 years working in Marseille
Konten dari Pengguna
12 Maret 2021 4:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wili Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kota Marseille dengan salah satu landmark-nya, yakni Notre Dame de la Garde (Credit: Florian Wehde/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Kota Marseille dengan salah satu landmark-nya, yakni Notre Dame de la Garde (Credit: Florian Wehde/Unsplash)
ADVERTISEMENT
Ketika kita berkhayal jalan-jalan ke Prancis, hal-hal yang pasti muncul di benak adalah keindahan Menara Eiffel, cantiknya Istana Versailles, sembari mengudap baguette dan croissant diiringi musik akordeon yang dimainkan musisi jalanan di berbagai pelosok kota Paris. Akan tetapi, pernahkah Anda terpikir untuk mengunjungi kota Marseille?
ADVERTISEMENT
Anthony Bourdain, koki selebriti dunia, pernah menyatakan bahwa “the French don’t seem to want you to go to Marseille (orang Prancis tidak ingin kamu berkunjung ke Marseille).” Kunjungan Bourdain untuk syuting program Parts Unknown ke Marseille pada tahun 2015 disertai dengan tanda tanya dan kekecewaan, bahkan dari salah satu pejabat pemerintahan Prancis.
Itulah Marseille. Kota terbesar kedua di Prancis ini sarat dengan berbagai prasangka dan cap negatif, terutama dari penduduk Prancis sendiri. Kota ini dikenal sebagai kota dengan tingkat kriminalitas tinggi, sarang pengedar narkoba, mafia bersenjata, penuh imigran muslim dari Afrika utara, dan tidak mencerminkan Prancis seutuhnya.
Satu-satunya opini positif tentang Marseille mungkin hanya datang dari Zinedine Zidane, legenda sepakbola Prancis, yang menghabiskan masa kecil di kota ini.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya apa sih yang membuat Marseille begitu asing bagi turis dan bahkan dijauhi oleh orang Prancis sendiri?
Pertemuan budaya dan imigran di kota pelabuhan
Marseille, dahulu bernama Massilia, adalah kota tertua di Prancis dengan sejarah selama 2600 tahun. Sejak dulu Marseille merupakan pelabuhan dan rute dagang utama di Prancis, dengan barang dan imigran berdatangan dari seluruh kawasan Mediterania. Saat Marseille telah menjadi kota yang hiruk pikuk, kota Paris pada saat itu masih berupa pedesaan.
Ilustrasi Kota Tua (Vieux Port) Marseille pada abad pertengahan (Credit: Picryl)
Posisi sebagai salah satu pelabuhan terbesar di Mediterania menjadikan Marseille menjadi titik temu bagi berbagai kebangsaan. Meski Prancis tidak mengenal sensus penduduk berdasarkan ras, etnisitas, atau agama, namun rata-rata penduduk Marseille dapat merunut silsilah keluarga mereka yang datang dari Italia, Korsika, Yahudi, seluruh negara Maghribi di Afrika Utara, Komoros, Armenia, bahkan sampai ke Vietnam.
ADVERTISEMENT
Jejak multinasionalisme terlihat jelas dari pilihan kuliner yang tersaji di kota ini. Di pusat kota, pizza dan kebab merupakan makanan pokok yang paling digemari les Marseillais (penduduk Marseille). Tak jarang pula ditemukan berbagai penganan khas Maghribi seperti leblebi, tajine, dan falafel. Yang paling terkenal, tidak lain adalah bouillabaise, sup seafood khas kota Marseille dengan ikan yang didatangkan dari laut Mediterania dan bumbu-bumbu dari berbagai belahan dunia.
Perempuan keturunan Maghribi di Marseille (Credit: Renaud Camus/Flickr)
Sejarah yang panjang dan kaya menjadikan penduduk Marseille sarat akan kebanggaan dan harga diri. Penduduk Marseille tidak mengidentifikasi diri utamanya sebagai warga Prancis, melainkan warga Marseille. Sebagaimana pepatah penduduk setempat : “Yang pertama adalah laut, lalu kota (Marseille), dan setelah itu adalah negara lainnya bernama Prancis”.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan, kemiskinan, dan mafia narkoba
Marseille merupakan cerminan dari wajah Prancis sesungguhnya, yang masih bergelut dalam upaya mengintegrasikan kaum imigran dan penduduk turunan bekas jajahannya ke dalam masyarakat.
Area Quartiers Nords yang merupakan daerah termiskin di Marseille, bahkan Prancis (Credit: Jeanne Menjoulet/Flickr)
Dalam salah satu adegan serial televisi Marseille (tayang di Netflix), tokoh utama Robert Taro yang diperankan aktor kawakan Gerard Depardieu merupakan sosok Wali Kota Marseille yang berjuang mengembangkan kawasan perekonomian baru di sisi utara kota Marseille. Bagian utara Marseille (yang lebih dikenal dengan Quartiers Nords) merupakan gabungan beberapa distrik yang memiliki tingkat kemiskinan dan kriminalitas tertinggi di Prancis (sebanyak 28% penduduknya hidup dengan penghasilan di bawah 630 euro).
Kemiskinan di Quartiers Nords, dengan demografi penduduk terbesar dari kalangan imigran Afrika dan Maghribi, secara langsung menggambarkan segregasi dan ketimpangan kondisi sosial di Marseille. Marseille kemudian terbelah menjadi dua bagian: kota yang modern, teratur, dan aman di bagian selatan dan area rawan, kotor, dan miskin di bagian utara.
ADVERTISEMENT
Faktor kemiskinan inilah yang kemudian memunculkan berbagai sindikat kriminal di Marseille. Beberapa modus kriminal yang terkenal berasal dari Marseille adalah the Marseille Snare (modus pencurian kartu ATM yang marak di tahun 90-an) dan French Connection (mafia heroin dari Korsika yang terkenal di tahun 1960-an).
Saat ini, Quartiers Nords masih terkenal dengan jaringan peredaran narkoba beserta mafianya. Meski mafia heroin asal Korsika sudah tidak merajalela seperti dahulu, namun saat ini justru anak-anak kaum imigran yang menjalankan jaringan mafia ganja dan kokain.
Euroméditerranée: Pembangunan, jiwa muda, dan ekonomi digital
Citra ketimpangan, kemiskinan, dan kriminalitas yang terlanjur melekat telah dicoba dikikis oleh Pemerintah Kota Marseille. Semenjak momentum dipilihnya Marseille sebagai ibukota budaya Eropa pada tahun 2013, Marseille telah melakukan berbagai pembenahan.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan menurunnya perekonomian dari sektor pelabuhan konvensional, dan merebaknya ketimpangan dan kemiskinan, Marseille seakan telah menentukan arah transformasi yang diperlukan guna menghadapi perubahan.
Berbagai proyek pembangunan, perbaikan tata kota, dan transformasi perekonomian digital telah direalisasikan oleh Pemkot Marseille. Pusat dari seluruh perbaikan tersebut adalah mega proyek bernama Euroméditerranée. Dalam mega proyek ini, Pemkot Marseille menargetkan untuk membangun 550.000 m2 lokasi perkantoran, menciptakan 37.000 lapangan pekerjaan baru, dan memperbaiki sekitar 7.000 rumah. Lokasi proyek Euroméditerranée berada pada area yang berbatasan langsung dengan Quartiers Nords, sebagai simbol upaya pemerataan kesenjangan yang ada.
MuCEM dan gedung CMA CGM (di latar belakang) merupakan icon revitalisasi Marseille selain area proyek Euroméditerranée (Credit: Wikimedia Commons)
Diluar distrik bisnis ini, efek turunan berdampak di wilayah lainnya dengan maraknya pengembangan berbagai proyek perbaikan dan pembangunan baru di seluruh Marseille, meliputi pembangunan pusat komersial baru, sekolah, gedung perkantoran, apartemen, serta sarana pendukung lainnya seperti revitalisasi transportasi umum dan pembangunan jalur sepeda dan pejalan kaki.
ADVERTISEMENT
Marseille juga menaruh perhatian besar kepada perekonomian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, pengelolaan logistik pelabuhan berbasis digital, penguatan sektor jasa, pembinaan usaha start-up, dan pelaksanaan berbagai proyek inovasi yang mengedepankan kreativitas pemuda.
Transformasi Marseille yang sudah digulirkan selama kurang lebih 1 dekade terakhir ini telah berhasil membuat Marseille menjadi kota yang nyaman ditinggali, lebih bersahabat, dan berorientasi masa depan.
Sepertinya imajinasi mengenai Prancis perlu untuk berubah. Selain menikmati pain au chocolat di Trocadero, kita juga bisa berkhayal menikmati hamparan laut dan langit biru khas Côte d’Azur sambil makan kebab galette sauce algérienne di Marseille, kota terbesar kedua di Prancis dengan budaya yang khas dan pemandangan yang menakjubkan.