Konten dari Pengguna

Kekerasan Seksual dalam Cengkraman Budaya Patriarki

Willyam B Permana Purba
Physical Education Students at Universitas Negeri Semarang
22 April 2025 12:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Willyam B Permana Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Karya seni mahasiswa FBS UNNES yang mengekspresikan kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Karya seni mahasiswa FBS UNNES yang mengekspresikan kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia
ADVERTISEMENT
Kekerasan Seksual semakin marak terjadi di masa sekarang ini, kekerasan seksual dapat terjadi secara verbal maupun fisik. Pelaku kekerasan seksual sendiri tidak mengenal usia dan siapapun orangnya. Kebanyakan korban kekerasan seksual yaitu perempuan. Ketidakberdayaan dan kelemahan perempuan menjadi celah bagi para pelaku untuk merayu korban agar menuruti hawa nafsunya.Pelaku kekerasan seksual di zaman ini bukan lagi orang-orang yang tidak berpendidikan melainkan orang-orang yang sudah menyandang gelar bahkan jabatan yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan Budaya Patriarki
Patriarki sendiri diambil dari kata "patriarkēs" yang berarti kepala keluarga laki-laki. Secara sederhananya , patriarki berarti menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama. Di Indonesia sendiri pandangan mengenai perempuan sebagai objek pemuas yang bisa dimanfaatkan dan dikontrol dengan sesuka hati masih melekat di beberapa kalangan masyarakat, bahkan masyarakat terpelajar sekalipun. Meskipun sedang maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada perempuan, segelintir orang malah menyalahkan korban dengan berargumen “ tidak ada asap kalau tidak ada api” dapat diartikan bahwa pelecehan seksual tidak akan terjadi jika cara berpakaian perempuan itu tidak tertutup. Hal tersebut tidak relevan jika kita melihat cara berpakaian orang-orang di Bali. Lantas jika hal tersebut tidak relevan apa yang membuat marak terjadinya kekerasan seksual ? Menurut Catharine MacKinnon, kekerasan seksual seperti pelecehan dan pemerkosaan berakar dari sistem kekuasaan patriarkal serta ketidaksetaraan gender. Dalam perspektif feminis radikal yang dianutnya, tindakan kekerasan seksual tidak semata-mata merupakan perilaku individu atau dorongan biologis, melainkan sebuah instrumen dominasi yang digunakan oleh laki-laki untuk mempertahankan kontrol atas perempuan.
ADVERTISEMENT
Kebebasan Perempuan
Perempuan yang seharusnya bebas menentukan caranya harus berdandan dan berpakaian justru harus dirundung ketakutan karena takut dicap buruk oleh masyarakat. Apakah jika memakai pakaian yang tertutup perempuan tidak akan menjadi korban Kekerasan Seksual ? Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) yang melibatkan 62.224 responden pada tahun 2018, menjelaskan sebagian besar korban pelecehan seksual tidak mengenakan baju terbuka saat mengalami pelecehan seksual.Oleh karena itu, kekerasan seksual yang marak terjadi murni dari pikiran kotor para pelaku.
“Ia tidak wajib patuh kepada siapa pun, siapa pun juga, kecuali terhadap suara batinnya, hatinya.” R.A Kartini