Manusia Patung : Tak Ada Rasa Malu, Justru Bangga karena Tak Mengemis

Konten dari Pengguna
7 November 2017 16:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Winda Dwiastuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Manusia Patung : Tak Ada Rasa Malu, Justru Bangga karena Tak Mengemis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika Anda pergi ke Kota Tua, atau sekadar berkeliling di dalam kawasannya, maka dengan mudahnya Anda akan menemukan beberapa patung hidup yang menyerupai para pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka setia berdiri dan melayani permintaan foto dari masyarakat dengan sabarnya meski matahari terasa menyengat atau saat hujan deras turun tanpa henti.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui oleh kumparan (kumparan.com) , Idris (panggilan akrabnya) yang sedang berperan menyerupai Sutomo atau Bung Tomo, membagikan kisahnya selama bekerja menjadi manusia batu dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, serta menjadi manusia patung yang ada di kawasan Kota Tua. Beliau merupakan ketua dari komunitas “Seni Karakter Kota Tua” yang baru saja diresmikan pada 10 Oktober 2017 lalu.
Tak Pernah Merasa Malu
Siang itu (6/11), Bung Tomo tidak sendirian, terdapat manusia patung lainnya yang juga menyerupai para pejuang kemerdekaan seperti Pangeran Fatahillah, Jenderal Sudirman dan Ir. Soekarno yang ikut menemaninya tampil di hadapan khakayak umum. “Sebenarnya kami memilih menjadi patung hidup pejuang kemerdekaan Indonesia ya karena ada keinginan dari hati nurani untuk lebih melestarikan budaya, hiburan dan keunikan tersendiri dari Kota Tua.” tuturnya saat ditanya perihal alasannya memilih profesi unik ini.
ADVERTISEMENT
Idris menjelaskan lebih lanjut, bahwa semula komunitas “Seni Karakter Kota Tua” tidak terbentuk begitu saja. Meskipun jumlah anggotanya sekarang mencapai 50 orang, namun pada dasarnya komunitas ini berisikan para pecinta seni yang sudah tergabung dengan perkumpulannya masing-masing, seperti perkumpulan manusia batu, komunitas kreatif Kota Tua dan perkumpulan kreator seni sebelum komunitas ini benar-benar diresmikan.
Manusia Patung : Tak Ada Rasa Malu, Justru Bangga karena Tak Mengemis (1)
zoom-in-whitePerbesar
Pada hari biasa, akan ada 22 orang yang ditugaskan di Kota Tua dengan karakter pejuang kemerdekannya masing-masing, dan pada hari libur sebanyak 28 orang yang akan ditugaskan. Mereka bekerja setiap hari dengan dibagi ke dalam dua shift, yaitu pukul 09.00 - 16.00 WIB dan pukul 16.00 - 21.30 WIB. Pembagian karakter juga diusahakan tidak sama agar terlihat semakin beragam dan terkesan lengkap, meskipun apabila hal tersebut tidak dapat dihindari, maka para anggota dengan karakter yang sama harus ditempatkan di dua spot yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Masih mampu bekerja dan berpenghasilan, tanpa harus mengemis
Berbicara mengenai suka dan duka yang dirasakannya selama bekerja, Idris menjawab dengan penuh keyakinan bahwa dirinya dan anggota komunitas lainnya tak pernah merasakan malu dalam menjalankan pekerjaannya ini. “Kami dan kebanyakan teman-teman di sini yang jelas tidak merasa malu sama sekali, justru kami merasa bangga karena berniat untuk mengingatkan masyarakat tentang sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia. Toh, karena ini nyatanya kami mampu memiliki penghasilan tanpa harus mengemis. Kami sangat mencintai pekerjaan kami. Biarlah mereka yang memandang kami sebelah mata, atau menertawakan pekerjaan kami menjadi hiburan untuk kami saja.” jelas Idris sambil diyakini oleh anggota komunitas lainnya.
”Kalau soal duka, mungkin lebih kepada kondisi cuaca yang terkadang bisa sangat panas, sampai benar-benar menyengat. Terkadang juga bisa saja turun hujan deras, dan kami tidak mungkin menyerah begitu saja. Jadi, kami tetap berdandan seperti biasanya, dan berpindah ke tempat yang indoor. Hanya dengan cara itu, kami tetap bisa bekerja tanpa harus menyerah dengan keadaan cuaca.” tambah Syalma yang kala itu sedang berdiri menjadi Pangeran Fatahillah.
ADVERTISEMENT
Idris dan anggota lainnya mengaku bahwa sedikit di antara mereka yang memiliki pekerjaan sampingan. Kebanyakan di antaranya, hanya mengandalkan pekerjaan sebagai manusia patung untuk menghidupi keluarganya dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Pendapatan mereka di setiap harinya memang tidak tentu. Hal itu tergantung dengan jumlah pengunjung yang datang dan juga dikarenakan masing-masing manusia patung ini memiliki tempat untuk tampilnya tersendiri. Mereka juga memiliki kotak untuk diisi dengan uang bagi pengunjung yang merasa tertarik dengan penampilan mereka. Kotak ini mereka beri nama kotak apresiasi.
Manusia Patung : Tak Ada Rasa Malu, Justru Bangga karena Tak Mengemis (2)
zoom-in-whitePerbesar
“Tujuan kami di sini yang jelas untuk membuat Kota Tua menjadi suatu tempat yang berbeda, karena ada patung-patung hidup di dalamnya. Kami membiarkan pengunjung yang memberikan uang adalah mereka yang memang benar-benar menyukai penampilan kami. Uang bukan prioritas, itu hanyalah hadiah untuk kami saat kami bisa menampilkan tokoh pejuang dengan sebaik-baiknya.” jelas Idris kepada kumparan (kumparan.com).
ADVERTISEMENT
Ingin komunitas terus berkembang dan berjalan dengan baik
Meskipun begitu, mereka tidak memungkiri bahwa mereka juga membutuhkan sejumlah uang yang nantinya akan digunakan untuk membeli make-up agar mereka dapat tampil secara maksimal di depan banyak orang, serta sebagai anggaran dasar untuk mengembangkan komunitas mereka. Setidaknya idris dan anggota lainnya mampu memperoleh penghasilan sebesar Rp 100.000/harinya, tergantung dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Idris mengaku bahwa ia juga memiliki peraturan dan tata cara untuk bekerja yang sudah ia buat untuk dijalankan oleh seluruh anggota manusia patung kemerdekaan ini, agar semuanya dapat bekerja dengan baik, teratur serta menganut nilai-nilai yang positif.
oleh : Winda Dwiastuti