Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Senja dan Jejaknya
30 Desember 2021 20:35 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Windi Agustin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sore itu, tepatnya satu tahun yang lalu, saat semuanya dimulai. Dari sebuah pertemuan singkat namun mengikat. Kala itu senja keemasan di angsana sedang menyelimuti ujung pantai, seakan mengerti, dia membiarkan bulan bersama dengan buminya.
ADVERTISEMENT
Namaku Zee, orang-orang mengenalku sebagai gadis cantik, cerdas dan ramah. Namun sayang aku termasuk orang yang lebih nyaman dengan kesendirian, tidak banyak teman, tidak mudah bergaul. Ya! inilah diriku, manusia biasa yang selalu menerima lapang dada, tidak begitu memedulikan cibiran orang lain. Inilah kisahku, kisah seorang gadis desa yang menemukan kesempurnaan melalui senja.
"Hai" jabatan tangan dari seorang pria tampan sembari melemparkan senyum tipisnya
"Hello" jawabku
"Perkenalan namaku Senja, namamu siapa?"
"Aku Zee" dengan tangan dinginnya itu
Berawal dari perkenalan yang cukup singkat itu aku perlahan mulai bangkit dari sifatku yang suka menyendiri, sejak itu aku menemukan seseorang yang mampu membuatku tertawa lepas seakan dunia milik berdua. Berlarian di pantai diiringi seruan ombak di bibir pantai, hembusan angin yang menusuk tulang dan pancaran senja yang mulai kembali ke asalnya.
ADVERTISEMENT
Pria misterius itu bernama Gilang, tetapi dia lebih terkenal dengan nama penanya yaitu "Senja". Dia adalah pria yang tampan, sederhana, cerdas dan bekerja keras, buktinya saja di usianya sekarang yang baru menginjak 21 tahun dia mampu membangun sebuah bisnis makanan dan sudah berhasil membuka cabang di berbagai daerah.
Bukan itu saja dia juga sudah berhasil membangun rumah impiannya dan sudah menunaikan ibadah haji bersama kedua orang tuanya. Selain berbisnis dia juga sering menulis karya karya fiksi seperti cerpen, puisi dan novel. Yang aku ingat saat perkenalan itu dia juga membacakan puisi yang indah ketika duduk di bibir pantai, Senang, nyaman, dan indah yang aku rasakan pada saat itu.
"Semoga pertemuan kita ini tidak berhenti sampai di sini Zee, aku ingin mengenal lebih jauh tentang dirimu. Kamu wanita pertama yang membuat kenyamanan muncul kembali setelah bertahun tahun redup oleh kenangan masa lalu"
ADVERTISEMENT
"Aku juga berharap demikian Gilang, tetapi apa kamu yakin dengan keputusanmu itu?"
"Ya, tentu saja aku yakin ingin mengenal lebih jauh tentangmu"
"Terima kasih, sudah mau berteman denganku" jawab Zee. Hanya itu yang bisa dijawab olehnya. Dia seakan belum begitu yakin dengan keputusan Gilang untuk berteman dengan dirinya.
Entah apa yang aku rasakan pada saat itu, Bahagia? mungkin saja, tetapi dalam pikiranku hanya satu apakan kamu juga merasakan hal yang sama denganku? setidaknya cuma sesaat? Ah entahlah yang jelas aku bahagia di dekatmu. Sepanjang perjalanan kembali ke rumah, yang aku ingat dia memegang tanganku begitu erat sambil mendengarkan lagu sampai jumpa. Seperti yang kemudian sering kamu lakukan ketika hendak berpisah jarak denganku.
ADVERTISEMENT
Sudah hampir tiga pekan lamanya, aku seperti orang bodoh bahkan bisa dibilang sudah mati rasa. Aku selalu kembali ke tempat ini, tempat yang membawa aku ke dimensi masa lalu. Yah.... mungkin aku masih ingin bercerita denganmu. Ini lucu dan mungkin dia akan tertawa jika aku masih mendambakan kehadiran dirimu, mendambakan untuk kembali dan membuat kisah lebih banyak lagi tentang kita.
Saat itu aku harus pergi ke kota sebelah untuk melanjutkan pendidikan. Yang aku takutkan kini terjadi yaitu berpisah jarak denganmu Senja. Berat rasanya namun ini sebuah keharusan, di stasiun itu, dia melambaikan tangan sambil melemparkan senyum tipis dan mata berkaca kaca.
"Jaga diri baik baik ya Zee, aku menunggu di tempat yang sama pada saat kita bertemu untuk pertama kalinya. Jangan bersedih kita hanya berpisah jarak bukan untuk berpisah perasaan apalagi menjadi orang asing."
ADVERTISEMENT
"Bagaimana aku tidak bersedih, aku benci dengan jarak."
"Hei, wanita hebatku, aku tidak ingin melihat kamu menangis sampai seperti ini" sambil memeluk Zee. Aku yakin perpisahan kita ini cuma sesaat bukan selamanya, kamu harus ingat tujuanmu untuk pergi ke kota sebelah untuk mencari apa? mencari pendidikan Zee bukan ingin berpisah denganku, jadi yakinlah kalau kita pasti selalu bersama."
"Iya," jawab Zee, sambil menangis dan semakin memeluk erat Senja
Aku ingat betul kata kata manisnya, senyumnya dan semua kenangan yang berkaitan tentang kita masih terekam jelas di kepalaku. Tetapi satu hal yang aku benci yaitu terpisah jarak denganmu, saat itu juga banyak pertengkaran yang terjadi. Namun aku selalu ingat dengan kata katamu yang membuat aku masih bertahan sampai detik ini.
ADVERTISEMENT
"Jangan seperti senja di pantai angsana ya, dia membawa keindahan dan membuat semua orang memujanya. Namun keindahannya hanya berlangsung sementara. Saat malam datang semua berubah menjadi gelap."
"Iya tentu saja," jawabku
Di sini di kota orang lain ini aku masih membayangkan kamu menemuiku. Aku masih setia menunggu kehadiranmu walaupun itu tidak mungkin terjadi. Saat langit senja menunjukkan keindahannya aku teringat tentangmu, aku berharap kamu juga merasakan hal yang sama sepertiku, tersenyum denganku dan bercerita banyak hal. Tetapi kenyataannya bayangmu saja tak kasat mata.
Rupanya rindu itu kemudian tersimpan. Bukan hilang, tetapi masih tetap ada tertata rapi di ujung angsana. Diam, menunggu saat yang tepat untuk datang dan menghujani dengan gambaran gambaran tentangmu. Rindu itu bagaikan album foto, indah tersimpan rapi menunggu untuk aku kagumi dan aku ingat.
ADVERTISEMENT
Namun entah apa yang terjadi pada saat itu, yang aku ingat hanya sebuah pertengkaran hebat yang terjadi hingga akhirnya berujung perpisahan. Dan sekarang anganku tentangmu sudah tidak tersisa lagi, doaku untukmu semoga kamu baik baik saja, jadi pria sederhana dan kebahagiaan selalu mengiringi harimu.
Terima kasih sudah memberikan pelajaran berharga di sepanjang perjalanan hidupku. Berkatmu aku menjadi lebih banyak bersyukur dan menikmati momen berharga. Karena aku tahu terkadang Tuhan menciptakan sesuatu yang indah itu bukan untuk dimiliki walaupun sifatnya hanya sementara, tetapi keindahan itu akan hilang dengan sendirinya.