Konten dari Pengguna

Hangatnya Momen Pulang Kampung Para Pejuang Mimpi

Wini Nur Azizah
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran
14 April 2024 12:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wini Nur Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana antrean kendaraan menjelang Idulfitri | Foto: Wini Nur Azizah
zoom-in-whitePerbesar
Suasana antrean kendaraan menjelang Idulfitri | Foto: Wini Nur Azizah
ADVERTISEMENT
Lebaran Idulfitri. Hari kemenangan umat muslim di seluruh dunia untuk kembali ke fitrah setelah melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan lamanya. Idulfitri menghadirkan tradisi yang turun temurun dilakukan oleh berbagai kalangan. Selain kebiasaan yang menghadirkan baju baru dan ketupat di hari raya, satu hal lain yang sudah pasti langsung tersirat di benak banyak orang adalah tradisi mudiknya.
ADVERTISEMENT
Idulfitri menjadi momen yang tepat bagi banyak orang pulang dari tanah rantau untuk berkumpul dan melepas rindu dengan sanak keluarga di kampung halaman. Tanpa kenal lelah dan walaupun harus menerjang berbagai kesulitan dalam perjalanan, nyatanya pulang kampung tetap menjadi opsi pertama yang dipilih untuk merayakan hari raya Idulfitri.
Ramai, hangat, dan penuh keceriaan, rasanya menjadi kata yang pas untuk menggambarkan perayaan Idulfitri tahun 2024 ini. Bagaimana tidak, kita telah melewati masa-masa mencekam saat menyeruaknya pandemi Covid-19 tiga tahun terakhir, di saat orang-orang hanya bisa bercengkerama dengan sanak saudara melalui panggilan suara dan video.
Kini, tidak ada lagi aturan dan ketakutan yang mengekang para pemudik untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Momen yang selalu ditunggu setiap tahunnya sekaligus menjadi ajang kumpul keluarga, akhirnya bisa terwujud tanpa hambatan.
ADVERTISEMENT
Sebagai perantau yang jauh dari rumah, tentu Idulfitri menjadi waktu yang sangat dinanti untuk segera berkumpul dengan keluarga. Mahasiswa contohnya. Banyak anak muda yang memilih untuk melanjutkan pendidikan mereka di kota bahkan pulau yang berbeda dari tempat asalnya. Mimpi besar yang ingin diraih menjadi alasan terkuat mereka rela pergi jauh dari rumah. Ya, agar mimpi dan harapan itu tercapai.
Tak jarang anak-anak muda ini hanya bisa pulang ke rumah saat libur akhir semester. Jarak yang terlalu jauh, tiket yang tidak murah, dan kewajiban yang harus diemban, menjadi beberapa alasan mengapa para mahasiswa hanya bisa pulang satu kali setiap satu semester. Tak ayal, mudik menjelang hari raya Idulfitri ini tidak disia-siakan oleh para mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Tepat satu bulan sebelum kepulangan Adelia, bergelut dengan waktu yang terbatas, kecepatan internet, dan ribuan orang lain yang sama-sama berusaha untuk mendapatkan tiket pulang, ia akhirnya bisa bernapas lega tatkala satu tiket berhasil diamankan. Mulailah ia mempersiapkan diri, menyelesaikan seluruh tugas perkuliahan, dan tak lupa oleh-oleh yang akan ia berikan pada keluarga.
Di hari keberangkatan, semua berjalan baik-baik saja. Suasana yang nyaman, orang yang lalu lalang, dan udara yang segar membuat Adelia tenang. Tidak hanya itu, mengingat jarak perjalanan yang ditempuh terbilang jauh, memulai obrolan dengan penumpang lain adalah hal yang patut dicoba untuk mengusir kebosanan. Yang menarik, orang yang berbincang dengan Adelia memiliki tujuan kota yang sama dengannya. Tentu saja hal ini membuat mereka larut dalam obrolan yang menyenangkan selama beberapa waktu.
ADVERTISEMENT
“Alhamdulillah sampai dengan selamat,” ujar Adelia saat ia tiba di depan pintu rumahnya.
Menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam, duduk di dalam kereta api dari Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, rupanya membuat dirinya kelelahan. Namun, rasa lelah itu perlahan mulai sirna, tergantikan oleh kebahagiaan luar biasa tatkala ia bertemu dan memeluk kedua orang tuanya.
Adelia memang jarang pulang ke rumah. Selain karena dirinya memang harus selalu pergi ke kampus, jarak yang tidak dekat pun membuat Adelia berpikir dua kali untuk pulang di tengah kesibukannya. Walaupun begitu, sesekali orang tuanya berkunjung ke Yogyakarta untuk menjenguk Adelia dan sang kakak.
Lain halnya dengan Adelia, Ghea mahasiswa yang berkuliah di Bandung ini memilih pulang kampung dengan menaiki mobil. Bukan tanpa sebab ia memilih mengikuti arus kemacetan, tetapi apa boleh buat ketika tiket kereta yang ia maksud sudah tidak tersedia.
ADVERTISEMENT
“Ya sudahlah daripada tidak pulang,” gumam Ghea.
Dengan bayangan bisa memakan gulai buatan nenek dan rawon buatan ibunya saat sampai di rumah, kemacetan dan matahari terik di siang bolong tidak menjadi masalah berarti. Jarak yang biasanya ditempuh dalam waktu 3 jam kini mengular jauh menyentuh 6 jam. Melelahkan memang, tetapi sebanding dengan apa yang menanti di kampung halaman.
“Piti.. Pitii..” hal pertama yang Ghea lakukan seketika memasuki halaman rumah adalah mencari keberadaan kucingnya.
Rasanya sangat menyenangkan saat kucing-kucing itu melompat naik ke pangkuannya. Bermain bersama kucing-kucingnya mengembalikan energi yang terkuras akibat bergelut dengan kemacetan panjang. Senyum kembali menghiasi wajahnya seraya berjalan menuju kedua orang tuanya yang sudah menunggu di ruang tengah. Ah, lengkap sudah rasanya kebahagiaan menyelimuti diri Ghea.
ADVERTISEMENT
Serupa dengan Ghea, satu lagi mahasiswa rantau yang tengah memperjuangkan mimpinya di Tangerang, Dhiya juga memanfaatkan momen libur menjelang hari raya ini untuk pulang ke kampung halaman. Tepat setelah menyelesaikan kelas terakhirnya, berkejaran dengan waktu, Dhiya langsung bergegas mengejar bus antarkota yang akan membawanya ke rumah yang ia rindukan.
Tidak ada yang istimewa sebenarnya dengan pulang menaiki bus, tetapi suasana yang didapat tentu saja berbeda. Matanya tertuju pada orang yang berlalu-lalang, membawa tas besar dan dus-dus berisi oleh-oleh untuk keluarga di rumah, deru mesin ratusan kendaraan yang mengantre untuk masuk tol, melaju meninggalkan Kota Metropolitan dengan bayangan bisa berkumpul dengan sanak saudara.
Menyenangkan rasanya bisa beristirahat di rumah. Juga ketika akhirnya bisa kembali mencicipi masakan ibu. Ditambah saudara sepupu yang sudah berkumpul, membuat Dhiya rasanya disambut dengan sangat hangat.
ADVERTISEMENT
Canda tawa, kembang api, dan celotehan yang membuat terbahak-bahak membuat malam itu terasa sangat panjang. Tidak rela rasanya suasana seperti ini hilang secepat itu. Semoga semua bisa terulang di tahun-tahun yang akan datang.
Kelip bintang menghiasi langit malam yang gulita, mengiringi seruan Takbir yang terdengar dari berbagai penjuru arah. Ramadan memang telah usai, begitupun perayaan hari rayanya. Akan tetapi, kemeriahan dan kehangatan didalamnya akan selalu membekas di hati setiap orang yang merasakan.
Tradisi mudik dari tahun ke tahun memiliki keunikan dan cerita yang beragam. Beda daerah, beda pula kebiasaannya. Bagaimanapun, Idulfitri membuat seluruh golongan berkumpul merayakan hari yang fitrah ini. Semua bersukacita menyambut hari kemenangan bersama orang-orang terkasih. Sungguh beruntung baginya yang bisa merasakan keceriaan pulang kampung. Karena betul apa kata pepatah, memiliki tempat untuk pulang adalah kelegaan luar biasa.
ADVERTISEMENT