Konten dari Pengguna

Melihat Puan Maharani dari Sisi yang Lebih Bijaksana

13 Oktober 2017 16:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wirang Galeng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melihat Puan Maharani dari Sisi yang Lebih Bijaksana
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada ungkapan dari khazanah kebudayaan Perancis yang hingga kini masih terus relevan tapi sering kita lupakan: “mengerti itu memaafkan”. Kebijaksanaan ungkapan ini memberi implikasi penting pada cara kita memahami orang lain, misalnya seperti cara memahami Puan Maharani yang kerap kali disepelekan oleh segelintir orang. Apakah mereka benar-benar mengerti dan memahami rekam jejak perjuangan Puan Maharani?
ADVERTISEMENT
Kerap kita mendengar beragam cibiran dan bentuk-bentuk penyepelean lainnya yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani. Ujaran penyepelean itu berkisar seputar: Puan anak mama, Puan menteri titipan, Puan berlindung di balik kebesaran nama sang ibu, Megawati.
Jika merujuk pada ungkapan dari tanah Perancis itu, jangan-jangan yang segelintir orang itu tidak benar-benar mengerti duduk perkaranya. Jangan-jangan mereka perlu mendengar banyak cerita bukan saja dari satu pintu (apalagi pintu yang memang diisi oleh orang-orang yang tidak suka) melainkan dari banyak pintu. Lihatlah tulisan ini sebagai pintu yang lain sebagai alternatif agar kita nanti bisa membuat perbandingan.
Komentar-komentar itu tentu saja wajar. Jangan jadi pohon tinggi jika takut mendapat banyak angin yang hendak menumbangkannya. Dan Puan Maharani belajar pada pohon yang kokoh. Dia tak tumbang dengan banyaknya angin yang menerpanya. Dan bagi saya, komentar-komentar itu terlalu buru-buru dan terasa mengandung sikap yang berlebihan jika bukan rasa iri atau kedengkian.
ADVERTISEMENT
Seandainya kita bisa sedikit membuka pikiran yang objektif dalam menjatuhkan penilaian kepada Puan dan tidak terjebak pada posisi sekedar ikutan kedengkian, maka penilaian yang terburu-buru dan prematur semacam itu bisa dihindari. Setidak-tidaknya, kalimat-kalimat itu tidak sekedar tersisa busanya. Mari pertimbangkan fakta-fakta dan karir Puan Maharani, sang tuan puteri yang kerap dicaci.
Pertama-tama, kenali Puan Maharani sebagai seseorang di lingkungan mana dia tumbuh dewasa. Dia lahir dan tumbuh dewasa di lingkungan yang kental politik. Dia tinggal diantara orang-orang besar. Nuansa lingkungan turut berarti bagi pembentukan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya adalah orang-orang yang tidak sekedar cakap tetapi memiliki motivasi besar dalam totalitas pengabdian pada negara. Inilah lukisan tentang sang Puan Maharani:
“Puan Maharani mengenal politik sejak belia. Bisa dimaklumi karena dia lahir dari keluarga politikus. Soekarno, kakeknya, adalah Presiden Pertama RI. Ibunya, Megawati Soekarnoputri, sampai saat ini masih menjabat sebagai Ketum PDI Perjuangan. Sedangkan bapaknya, Taufiq Kiemas, sampai akhir hayat menjabat Ketua MPR”. (metrotvnews.com, 27/10/2014).
ADVERTISEMENT
Tatkala beranjak remaja, Puan Maharani berkenalan dengan situasi-situasi hangat politik nasional. Sang ibu, Megawati Soekarnoputri, yang begitu dikenal sebagai seorang aktifis dan pemimpin partai, seringkali membawanya kemana-mana: ke situasi-situasi politik. Puan remaja menyaksikan kegiatan-kegiatan politik ibunya, Megawati Soekarnoputri. Pada KLB PDIP tahun 1993 di Sukolilo, dia ikut menyaksikan peristiwa politik yang mengantarkan sang ibu terpilih sebagai ketua umum PDIP.
Kedua, Puan Maharani adalah seorang yang berpendidikan. Baginya, tidak cukup hanya mengandalkan nama dan kebesaran lingkungan keluarganya. Ada ungkapan: ilmu itu tidaklah bersifat warisan. Ia harus dicari, direbut dan diraih. Proses meraih ilmu pengetahuan itu tak mudah. Makanya dalam khazanah islam, orang yang sungguh-sungguh mencari ilmu, dijanjikan untuk dimudahkan jalannya menuju Syorga. Ungkapan ini menguatkan agar orang-orang sungguh-sungguh belajar, mencari ilmu. Banyak lagi ungkapan yang memposisikan pentingnya ilmu pengetahuan. Semisal ungkapan: ilmu itu cahaya.
ADVERTISEMENT
Puan Maharani menyadari ungkapan itu. Dia menyadari betapa seseorang bisa maju dengan ilmu pengetahuan. Seorang perempuan utusan Mereen dalam film serial ‘game of thrones’ mengatakan kepada Lord Varys, seorang mata-mata botak yang bergabung dengan Dayneries Targaryen (perempuan pemilik tiga naga): ilmu pengetahuan telah membuatmu lebih kuat. Puan yakin, ilmu pengetahuan bakal membuatnya lebih kuat dan lebih cakap.
Sebabnya dia mengambil jalan mengejar ilmu pengetahuan. Dia kuliah di studi strata 1 (S1) di kampus Universitas Indonesia. Di kampus ternama itulah, dia memperdalam kemampuan dirinya di bidang studi Ilmu Komunikasi Massa. Puan Maharani juga mengambil kesempatan magang di majalah Forum Keadilan (metrotvnews, 27/10/2014).
Dalam diri seseorang yang memang memiliki keahlian atau kemampuan tertentu selalu dapat terlihat melalui tanda-tanda atau kebiasaan-kebiasaannya. Isyarat atau tanda-tanda itu dapat ditangkap oleh segelintir orang. Dan itu sebabnya sudah sejak dari bangku kuliah, Puan Maharani seringkali ditawari untuk terjun dalam dunia politik. Segelintir orang memintanya turut serta membesarkan partai bentukan sang ibu, PDIP. Waktu itu, Puan Maharani memilih penguatan dirinya dengan memilih fokus kuliah, fokus pada ilmu pengetahuan (tempo, 23/02/2015).
ADVERTISEMENT
Kesadaran Puan Maharani untuk fokus belajar adalah suatu bentuk kerendahan diri dan sebuah pengakuan yang elegan: pengetahuan perlu terus dipupuk untuk menuju gelanggang yang sesungguhnya. Puan Maharani yang terus-menerus diminta terjun ke politik tetap memilih bersabar dan tidak terburu-buru. Dia punya pilihan dan keputusannya sendiri kapan dia merasa tepat untuk terjun.
***
Pada tahun 2005, Puan merasa sudah waktunya turun ke medan. Seperti seorang yang sudah yakin dalam meditasinya, dia harus turun gunung. Di tahun itu, dia secara resmi memulai karir politiknya dengan menjabat sebagai Ketua Bidang Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat DPP PDIP periode 2005-2010 (Kompas, 26/10/2014). Pada 2006, Puan juga aktif terlibat dalam organisasi politik Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Jabatannya DPP KNPI Bidang Luar Negeri. (Metrotvnews, 27/10/2014).
ADVERTISEMENT
Dari sana, karir politik Puan Maharani terus-menerus melejit. Jangan berburuk sangka dulu dengan mengatakan ini berkat ia adalah tuan putri yang disayangi ibunya. Megawati Soekarnoputri, sang ibu, bukan tipologi orang yang mudah memberikan jabatan atau peluang jabatan kepada anaknya bila dia dirasa tidak pantas dan tidak mumpuni. Megawati adalah seorang aktifis yang mengalami pahit getirnya perjuangan politik di bawah rezim Orde Baru. Dia merasakan pengalaman pahit sebagai anak dari Soekarno yang akhir hayatnya jadi tahanan politik. Pelajaran-pelajaran terbaik dari perjuangan hidupnya berarti besar bagi dirinya.
Puan Maharani, bagi Megawati, tidak harus sekedar dipandang sebagai anak biologisnya. Ia harus dipandang sebagai anak ideologisnya. Implikasi dari cara pandang ini, Puan Maharani harus mampu menunjukkan diri sejauhmana komitmen dirinya pada perjuangan politik. Sejauhmana dia memiliki ketahanan diri bersabar di tengah-tengah perjuangan politik. Bagi Megawati, seseorang harus tumbuh melalui kesadaran dirinya. Dia harus meraih melalui perjuangan dirinya. Ada ungkapan: hidup yang tak diperjuangkan, tak patut dimenangkan. Relevan dengan ini, Puan harus berjuang sendiri dengan menunjukkan kematangan dan kecakapan dirinya untuk meraihnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, bila Puan Maharani melejit karir politiknya, mencapai puncak-puncak penting yang membuat segelintir orang terkaget-kaget menyaksikannya dan terutama bagi ‘sumbu pendek’ lekas mengambil kesimpulan yang prematur, sebaiknya lihatlah bagaimana proses Puan Maharani mencapainya. Kebijaksanaan menilai seseorang itu adalah hal penting yang perlu diambil dengan menelusuri rekam jejaknya dengan baik.