Konten dari Pengguna

Mengenal Tradisi Merantau: Memperluas Pengalaman dan Wawasan

Wirdhatul Sayidina Armi
Mahasiswa Universitas Andalas Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Jepang
1 Januari 2024 14:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wirdhatul Sayidina Armi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://unsplash.com/photos/a-man-walking-down-a-sidewalk-next-to-a-street-N2-TtnXpNAw?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
zoom-in-whitePerbesar
https://unsplash.com/photos/a-man-walking-down-a-sidewalk-next-to-a-street-N2-TtnXpNAw?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
ADVERTISEMENT
Merantau adalah salah satu bagian dari budaya Minangkabau. Para pemuda dan pemudi Indonesia datang ke tanah asing untuk mendapatkan pengalaman, pengetahuan, dan kekayaan. Jauh dari kampungnya, mereka bertahan hidup sendirian demi apa yang ingin mereka dapatkan.
ADVERTISEMENT
Ketika mereka kembali ke kampung selama bertahun-tahun, mereka akan kembali membawa segudang wawasan dan ilmu pengetahuan baru yang dapat dimanfaatkan bagi kampung atau mereka sendiri.
Definisi Merantau
Tradisi merantau, yang dulunya sangat dianjurkan bagi para laki-laki pada zaman dahulu, memiliki latar belakang kuat. Pada masa itu, laki-laki dianggap sebagai tulang punggung keluarga. Tradisi ini diharapkan membawa kembali harta dan pengetahuan berharga untuk keluarga dan negeri mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, kita menyaksikan perubahan signifikan. Sekarang, baik laki-laki maupun perempuan telah memilih untuk merantau, bukan hanya sekadar mengikuti tradisi, tetapi juga untuk mengejar ilmu dan mencari penghasilan bagi keluarga mereka.
Faktor-Faktor Merantau
1. Faktor Sistem Matrilineal
Tradisi merantau ini diduga timbul dikarenakan masyarakat Minangkabau menganut sistem Matrilineal di mana hak warisan pusaka perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menjadi alasan mengapa para pemuda laki-laki lebih memilih untuk merantau.
ADVERTISEMENT
2. Faktor Budaya
Dalam budaya masyarakat Minangkabau, pepatah adat mengatakan "Karatau tumbuah dihulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, dirumah baguno alun." Maksudnya, para laki-laki Minangkabau yang masih bujangan atau belum menikah di anjurkan untuk pergi merantau untuk mencari pengalaman.
3. Faktor Ekonomi
Permasalahan ekonomi juga menjadi faktor dalam merantau, terlebih lagi pertambahan penduduk yang semakin pesat membuat permasalahan ekonomi semakin sulit bagi masyarakat Minangkabau. Dikarenakan kesulitan tersebut, pemuda Minangkabau memutuskan untuk pergi merantau dengan niat mencari mata pencarian untuk keluarga mereka.
4. Faktor Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting bagi masyarakat Minangkabau, apalagi keterbatasan pendidikan yang ada di daerah Minang membuat para pemuda sulit mendapatkan pendidikan yang diinginkannya. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk pergi merantau ke daerah dan negeri yang memiliki pendidikan yang mencukupi bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Asal-usul Merantau
https://unsplash.com/photos/green-grass-field-during-daytime-yDKmmyj9HC8?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Merantau, sebuah tradisi yang telah berlangsung sejak lama di masyarakat Indonesia, melibatkan berbagai suku bangsa. Kata "merantau" terdiri dari prefiks "me-" dan kata "rantau," yang awalnya merujuk pada garis pantai, daerah aliran sungai, dan bahkan "luar negeri" atau negara-negara lain. Rantau, sebagai kata kerja, menggambarkan pergi ke negara lain, meninggalkan kampung halaman, berlayar melalui sungai, dan sebagainya. Pada awalnya, rantau memiliki makna tradisional sebagai wilayah ekspansi, daerah perluasan, atau daerah taklukan.
Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna wilayah-wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau). Peradaban Minangkabau mengalami beberapa periode atau pasang surut. Wilayah inti itu disebut "darek" (darat) atau Luhak nan Tigo. Aktivitas orang-orang dari wilayah inti ke wilayah luar disebut "marantau" atau pergi ke wilayah rantau.
ADVERTISEMENT
Gusti Asnan dalam bukunya "Kamus Sejarah Minangkabau" mengemukakan dua pengertian merantau dalam konteks Minangkabau. Pertama, merantau dipahami sebagai pergi meninggalkan kampung halaman untuk berbagai keperluan, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kedua, merantau diartikan sebagai perubahan pemikiran atau transformasi pemikiran dari satu kondisi ke kondisi yang lain.
Manfaat Merantau
1. Pengembangan Karir
Beradaptasi pada lingkungan kerja dan kesempatan kerja yang berbeda membantu mengembangkan keterampilan dan pengalaman yang berharga untuk pertumbuhan karier di masa depan.
2. Perluasan Jaringan
Bertemu dengan orang-orang baru dan menjalin hubungan akan memperluas jaringan sosial dan pribadi seseorang, memberikan kesempatan-kesempatan yang berharga di masa depan.
3. Melatih Kemandirian
Tinggal jauh dari keluarga mengajarkan kemandirian, keterampilan memecahkan masalah, dan tanggung jawab pada diri sendiri. Mendisiplinkan diri dan tetap menjaga martabat dan budaya.
ADVERTISEMENT
4. Kesadaran Budaya
Berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang akan meningkatkan wawasan kebudayaan, serta menumbuhkan toleransi terhadap perbedaan budaya.
Meskipun pengalaman merantau bisa jadi menantang, namun keuntungan yang diperoleh dari pengembangan pribadi dan sosial biasanya lebih besar daripada kesulitannya. Bagi kaum muda Minangkabau, merantau tetap menjadi hal penting yang membantu membentuk identitas diri dan mempersiapkan mereka menjadi dewasa di dunia yang berubah dengan cepat.
Makna dan Filosofi Merantau
https://unsplash.com/photos/an-aerial-view-of-a-river-running-through-a-city-ExbPrFVOMak?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Merantau bagi orang-orang Minangkabau bukan hanya merupakan sebuah perjalanan fisik, tetapi juga membawa makna dan filosofi mendalam. Pepatah bijak Minangkabau, "Iduik bajaso, mati bapusako" (Hidup berjasa, mati berpusaka), mencerminkan tujuan filosofis dari merantau. Dalam konteks ini, hidup berjasa merujuk pada kontribusi yang diberikan selama merantau, sementara mati berpusaka menunjukkan warisan nama baik yang ditinggalkan untuk dikenang selamanya.
ADVERTISEMENT
Filosofi merantau ini dapat diartikan sebagai komitmen untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan meninggalkan warisan yang bermanfaat. Konsep ini memperkuat nilai-nilai keberanian, keuletan, dan kegigihan dalam menjalani kehidupan.
Buku "Merantau" karya antropolog Mochtar Naim menyoroti pentingnya merantau dalam membentuk pola pikir dan sikap hidup masyarakat Minangkabau. Masyarakat ini, menurut Mochtar Naim, cenderung memiliki kebiasaan positif untuk berpikir dan menelaah. Merantau tidak hanya menjadi perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual dan ujian bagi kaum lelaki Minangkabau.
Falsafah hidup "Alam Takambang Jadi Guru" mencerminkan kemampuan adaptasi mereka terhadap berbagai alam yang berbeda dengan kampung halaman Minangkabau. Meskipun merantau jauh dari kampung halaman, mereka tetap menghormati dan mempertahankan nilai-nilai budaya dan falsafah hidupnya.
ADVERTISEMENT
Merantau bukan hanya tentang mencari harta atau ilmu, tetapi juga suatu bentuk pengorbanan dan ujian jiwa. Kaum lelaki Minangkabau yang berangkat merantau dengan keterbatasan bekal diharapkan dapat menempa jiwa, kegigihan, dan keuletan mereka dalam menghadapi kehidupan yang keras dan jauh dari kampung halaman. Sehingga, makna dan filosofi merantau bagi orang Minangkabau bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi juga perjalanan menuju pertumbuhan pribadi dan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dan bangsa.
Disusun Oleh :
Wirdhatul Sayidina Armi
Mahasiswa Universitas Andalas
Prodi Sastra Jepang