Kompetisi Berhenti, Saatnya PSSI Menata Diri dan Fokus ke Timnas

Wis Widadi
Suporter Bola Biasa
Konten dari Pengguna
31 Mei 2020 15:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wis Widadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Timnas Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Timnas Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Kelanjutan kompetisi sepakbola Liga Indonesia masih simpang siur. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) masih rapat maraton ; dengan Menpora, dengan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), dengan 18 Klub Peserta Liga 1 dan Klub Liga 2.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, belum ada keputusan resmi dalam rapat rapat tersebut. Apakah kompetisi kan dilanjutkan dengan new normal atau dihentikan. PSSI hanya sebatas menampung aspirasi klub. Setidaknya ada tiga golongan aspirasi. Pertama, dihentikan dengan berbagai alasan kondisi pandemi, finansial dan kesehatan. Kedua, dilanjutkan tanpa penonton namun dengan opsi negosiasi gaji pemain. Ketiga, dilanjutkan dengan format turnamen pengganti. Sedangkan Persipura sendiri satu satunya yang abstain. Sementara Liga 2 pun hampir sama. Mayoritas ingin dihentikan.
Sebagai informasi, Liga 1 baru berjalan 3 pertandingan sebelum dihentikan karena pandemi, dan Liga 2 malah baru satu pertandingan.
Sejauh ini, PSSI masih menunggu keputusan pemerintah, padahal pemerintah sendiri selalu berubah ubah kebijakannya dalam menangani pandemi covid 19. Sikap menunggu dan sangat koordinatif dengan pemerintah ini memang tercermin dari kepemimpinan Ketua Umum PSSI Komjen Pol Mochamad Iriawan. Latar belakang Polisi, Sekretaris Lemhanas, Plt Gubernur Jawa Barat dan sekarang menjadi Tim Ahli Wakil Presiden menjadikan organisasi sepakbola itu benar benar dibawa sesuai dengan arahan pemerintah. Dan tindakan ini menurut saya tepat. Memang berbeda dengan kepengurusan sebelum sebelumnya yang selalu kontra dengan pemerintah. Bahkan pernah dibekukan pemerintah dan FIFA saat era Menpora Imam Nahrawi.
ADVERTISEMENT
Lebih cepat diputuskan lebih baik. Setidaknya ada tiga alasan PSSI untuk segera memutuskan. Pertama, kondisi pandemi di seluruh Indonesia, belum berhasil menangani covid 19. Setiap hari justru bertambah. Beberapa daerah melakukan pembatasan sosial, sehingga mobilitas pertandingan home dan away menjadi rumit. Apalagi izin kepolisian dipastikan tidak akan keluar.
Kedua, dengarkan usulan mayoritas klub yaitu menghentikan. Kesulitan klub, saat rapat virtual jelas masalah jaminan kesehatan dan keuangan untuk gaji pemain dan penyelengaraan pertandingan. Tanpa penjualan tiket dan sponsor tentu ini beban yang berat. Ini point penting yang harus digaris bawahi.
Ketiga, tidak ada jaminan dari pemerintah. Bagaimana tidak, pemerintah sendiri masih bingung dengan kebijakannya yang selalu berubah ubah dan penuh kontroversi dalam mengatasi pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Jadi, dengan opsi rasional, harusnya PSSI tidak memaksakan diri. Hentikan kompetisi. Tidak haram kok, Belanda dan Prancis sudah melakukan jauh jauh hari. Padahal mereka sudah hampir selesai kompetisinya. Sedangkan kita baru aja mulai, tentu lebih mudah diambil keputusan karena tidak ada beban siapa yang juara atau degradasi ; baru 3 pertandingan kok. Liga 2 malah baru satu pertandingan.
Nah, kalau kompetisi berhenti lalu kesibukan PSSI apa ?
Menurut hemat saya, inilah berkah sesungguhnya bagi PSSI. Ada tambahan waktu untuk menata diri dalam kepengurusan baru ini. Setidaknya ada tiga Pekerjaan Rumah yang harus di selesaikan PSSI. Pertama, masalah internal yang belum solid. Kita ketahui baru baru ini dua peristiwa ketidakharmonisan di PSSI dan PT LIB. Yaitu mundurnya Sekjen Ratu Tisha dan Mundurnya Cucu Sumantri dari Direktur PT LIB disertai 3 Komisaris juga mundur.
ADVERTISEMENT
Namun alih alih menyelesaikan masalah internal ini, Ketua PSSI justru malah mengangkat dua stafsus dari purnawirawan Jenderal TNI. Latar belakangnya bukan dari profesional, praktisi atau pelaku sepakbola. Keputusan yang melanjutkan kontroversi dalam kepengurusan.
Prioritas utama Ketua PSSI seharusnya adalah, segera mengangkat Sekjen definitif dan mencari pengganti direktur PT LIB. Pilihlah Sekjen yang mumpuni dan tidak ada kepentingan politik atau bisnis serta tidak ada keterikatan dengan mafia, dan PSSI masa lalu. Jangan angkat Sekjen PSSI yang penuh nepotisme, seperti samar samar kabar ada kerabat yang mau diangkat oleh Ketua PSSI.
Untuk PT LIB, carikan profesional dari kompetisi eropa atau top asia seperti jepang dan korea untuk membenahi kompetisi dalam negeri. Jujur di indonesia sendiri menurut saya, belum ada tokoh yang mumpuni menangkat kompetisi Indonesia menjadi top di Asia. Perlu disesalkan ketika ada orang bermasalah, berurusan dengan hukum justru dimasukkan dalam kepengurusan PT LIB saat ini. Bagaimanapun, kompetisi liga dapat diperbaiki yaitu dengan membentuk pengurus yang kredibel dan mumpuni di PT LIB. Jika tidak, selamanya akan gitu gitu aja, membosankan dan tidak ada prestasi.
ADVERTISEMENT
Kedua, perbaiki hubungan dengan stakeholder. Hubungan internal dengan Exco PSSI menjadi prioritas. Yang terlihat di media, exco PSSI justru sering bermanuver mengkritik Ketua PSSI. Ini harus di selesaikan. Memang di Exco kebanyakan orang orang lama di sepakbola Indonesia. Sudah berpengalaman dan cukup kolot dengan perkembangan kondisi sepakbola nasional.
Menjadi rumit, karena Exco PSSI sebagian adalah pemilik Klub. Sebenarnya, ini konflik kepentingan. Dalam teori korupsi, konflik kepentingan adalah induk dari korupsi. Namun di sepakbola indonesia, bertahun tahun ini lazim dijalani, padahal ini melanggar statuta FIFA juga.
Buktinya jelas, klub klub yang dimotori oleh exco ini, menuntut subsidi dari PT LIB saat pandemi ini. Padahal kan baru tiga kali bertanding. PT LIB uang dari mana, toh kompetisi berhenti. Hal hal inilah yang harus di selesaikan.
ADVERTISEMENT
Hubungan stakeholder lainya adalah suporter, terkait ini, sepertinya PSSI Cuma janji dalam program tetapi eksekusi untuk program suporter belum terealisasi. Membangkitkan soliditas antar suporter, pendidikan, pencegahan tawuran dan menghilangkan kebencian antar kelompok suporter masih menjadi PR. Korban jiwa yang selalu melayang setiap kompetisi harus dihentikan. Ini penting. Sayangnya, peta jalan konkritnya PSSI belum terlihat.
Ketiga, lebih baik PSSI fokus mengurus Timnas saja dulu. Tahun 2020 ini, seluruh level usia bakal menjalani turnamen. Timnas Senior misalnya, masih mengikuti laga lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia Grup G. Sekaligus Piala Asia. Kemudian ada piala AFF 2020 jika tidak dibatalkan. Serta melakoni enam laga FIFA Friendly Match (dalam dan luar negeri), tentu jika jadi. Sedangkan untuk usia U-22, ada kualifikasi AFC U-23 tahun 2021, SEA Games 2021. Untuk U-19 ada AFC U-19 tahun 2020. Jadwal ini sementara belum ada pembatalan dari AFF maupun AFC.
ADVERTISEMENT
Jadi, PSSI sebaiknya mempersiapkan tim dengan baik. Memang Coach Bima Sakti sudah melakukan beberapa kali latihan secara daring. Coach Shin Tae Yong untuk timnas senior juga sudah melakukan persiapan. Secara keseluruhan, jika benar PSSI ingin target prestasi di AFC dan AFF, maka program khusus harus dilakukan. Mengingat kondisi pemain tidak dalam kompetisi aktif sehingga perlu langkah ekstra agar siap berlaga dalam turnamen antar negara itu.
Terakhir, saran untuk Ketua PSSI, hal hal jangka pendek ini harus diambil kebijakan ; terkait pandemi, kompetisi dihentikan untuk meminimalisir korban pemain dan klub bangkrut. Lalu selesaikan masalah internal diri sendiri dulu baru bicara fokus prestasi melalui timnas. Harus cepat.
Ingatlah, umur kepengurusan pendek. Seperti siklus politik hanya lima tahun. Karena jika konflik terus, waktu lima tahun cepat habis. Sedangkan Jepang Juara Asia, Jerman Juara Piala Dunia, Spanyol Juara Eropa dan Dunia saja, butuh persiapan lebih dari satu dekade. Sekitar 15 tahunan menyiapkan dari fase akademi dan kompetisi. Qatar menghadapi piala dunia 2022 setidaknya sudah sepuluh tahun lebih mempersiapkan diri dari tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Mustahil bagi PSSI yang waktunya hanya lima tahun ingin Timnas berprestasi secara cepat jika kerjanya lamban. Harus kerja keras.