Konten dari Pengguna

Aktivis 98, Saatnya Bangkit untuk Memperbaiki Keadaan

Agus Jabo Priyono
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)
21 Januari 2022 7:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Jabo Priyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Saat ini masyarakat sedang dihebohkan dengan pelaporan pejabat dan keluarga pejabat oleh eksponen aktivis 98 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terindikasi melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sekedar mengingatkan, Gerakan reformasi 1998 merupakan antithesis dari sistem Orde Baru dalam menegakkan demokrasi dan kesejahteraan rakyat, dengan pilar pemerintahan bersih yang bebas dari KKN.
ADVERTISEMENT
Turunnya Suharto dari tampuk kekuasaan membuka ruang demokrasi dalam bentuk kebebasan berekspresi dan berserikat, setelahnya melahirkan banyak partai politik. Mereka kemudian menggantikan konfigurasi politik lama di bawah kendali Suharto yang terkenal dengan tiga pilar kekuatannya, yakni ABRI, Birokrasi dan Golkar (ABG).
Namun, dalam perjalanannya, demokrasi politik yang melahirkan sistem multi partai produk reformasi tersebut tidak mampu berjalan seiring dengan demokrasi ekonomi. Semangat pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam membangun perekonomian nasional yang menjunjung tinggi prinsip usaha bersama, bersifat kekeluargaan dengan menjadikan sumber daya alam sebagai basis untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pada kenyataannya justru bertolak belakang.
Perekonomian nasional saat ini berwatak liberal, dikuasai korporasi swasta dan parahnya lagi hanya satu persen orang yang menikmati kekayaan sumber daya yang kita miliki. Struktur ekonomi politik kembali dikuasai segelintir elit kaya. Bedanya, jika saat Suharto tersentralisasi, yang terjadi saat ini terfragmentasi.
ADVERTISEMENT
Para penguasa kapital yang lahir dari proses inkubasi Suharto mampu bergerak cepat melakukan konsolidasi, mereka tidak ingin aksesnya terhadap sumber daya terkunci. Meski kondisi berubah, dengan sigap mereka mampu berselancar mengikuti arus perubahan dengan tetap mempertahankan eksistensinya, baik dengan merapat ke elit politik maupun dengan membangun partai politik sendiri.
Perubahan yang dikehendaki, yaitu demokrasi menjadi alat untuk menyejahterakan rakyat dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari KKN jauh panggang dari api. Kenyataannya, demokrasi kembali menjadi alat segelintir elit super kaya untuk menjaga dan memperluas kepentingan mereka. Demokrasi kehilangan ruh kerakyatannya, dibajak sekolompok elit, oligarki, yang menguasai sumber daya. Akibatnya, kesenjangan sosial semakin tajam, keadilan runtuh dan kesejahteraan tidak merata.
Jika pada masa Orde Baru mereka menempel ke ABG, setelah reformasi terjadi fragmentasi blok politik yang direpresentasikan oleh banyak partai. Meski demikian, secara umum garis politik partai ini tidak ada perbedaan, mereka tetap mewakili segelintir elit golongan super kaya. Maka dari itu, bukan perkara sulit jika diantara para elit tersebut, meski berbeda partai, tetap bisa berjalan seiring, saling membagi kekuasaan, baik politik maupun ekonomi.
ADVERTISEMENT
Oligarki, dalam rangka memapankan kekuasaan, Menyusun sistem politik sedemikian rupa. Walaupun berbeda bentuk dengan Orde Baru, hakekatnya tetaplah sama, partisipasi rakyat biasa dibatasi. Hal itu dilakukan dengan memperberat syarat membangun partai politik peserta pemilu, adanya ambang batas parlemen dan ambang batas dukungan pencalonan presiden.
Oligarki tidak peduli jika kekuasaan mereka sudah menabrak filosofi dasar berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila. Mereka tak peduli jika kekuasaan mereka berdiri di atas kesenjangan sosial, keresahan di tengah polarisasi dan sesama anak bangsa yang saling hantam. Oligarki telah mengunci rapat-rapat partisipasi politik rakyat biasa, membahayakan masa depan bangsa, merusak tatanan, persatuan dan alam.
Kekuasaan kembali ke tangan para pemilik modal, golongan super kaya, satu persen orang. Oligarki, menguasai akses dan aset, baik di sektor agraria seperti perhutanan, kebun sawit, tambang minerba, serta sektor keuangan. Jika pada masa Orde Baru mereka berada di belakang layar kekuasaan, sekarang mereka ikut ambil bagian langsung dalam arena politik.
ADVERTISEMENT
Gerakan 98 dengan program perjuangan demokrasi dan kesejahteraan sosial yang ditopang oleh pemerintah bersih, pada akhirnya hanyut dalam arus Oligarki. Aktivisnya terfragmentasi dalam kelompok-kelompok, tidak memiliki alat politik sendiri dan cenderung mensub-ordinasikan diri ke dalam kekuatan politik besar yang sudah mapan, baik oposisi maupun yang mendukung kekuasaan.
Ketika situasi objektif kembali ke masa lampau, ekonomi dan politik terkonsentrasi di tangan segelintir orang, oligarkis, KKN kembali tumbuh subur, pada akhirnya siapapun yang sadar dan peduli terhadap keadaan serta masa depan bangsa, terbangun dari tidur panjang, terpanggil kembali. Walaupun bersifat sporadis, kembali maju ke depan melawan sistem yang telah terang-terangan mengkhianati cita-cita gerakan 98.
Mau tidak mau, situasi politik menantang kesadaran kita untuk bergerak, mengembalikan Indonesia ke alam demokrasi kerakyatan, pemerintahan bersih, dengan berlandaskan cita-cita proklamasi yaitu Preambule UUD 1945 yang di dalamnya termaktub Pancasila sebagai dasar negara. Siapapun unsurnya harus kembali ke alam pergerakan, membangun kekuatan dan alat politik bersama rakyat, terpimpin, untuk merebut kekuasaan dari tangan elit super kaya tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi siapapun yang sadar, paham persoalan dan mencintai negeri ini, haram hukumnya menyerahkan kekuasaan kepada para oligarki, karena mereka tidak akan pernah memperjuangkan bangsanya, negaranya, menuju masyarakat yang berdikari, adil dan makmur, selain membela kepentingan dirinya dan kelompoknya.
Untuk itu siapapun dia, yang ingin menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdikari, adil dan makmur, inilah saatnya untuk bangkit, mengkonsolidasikan kekuatan, membangun gerakan, memperbaiki keadaan, merebut kekuasaan. Menangkan Pancasila!
Agus Jabo Priyono
Eksponen Gerakan 98/Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)