Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Perang Tiongkok-Uni Soviet Melemahnya Hubungan Dua Negara Komunis
22 April 2022 17:25 WIB
Tulisan dari Wisda Nur Aini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perang Sino-Soviet merupakan perang yang terjadi antara Tiongkok dengan Uni Soviet. Berakhirnya perang dunia II memberikan pengaruh besar terhadap kawasan Eropa. Paham komunis semakin digencarkan sebab kekalahan Jerman di perang dunia II. Pada wilayah Eropa Timur, komunis menjadi pengaruh yang kuat. Namun di wilayah Asia sendiri komunis mendapatkan tempat dibawah konflik internal Partai Kuomintang.
ADVERTISEMENT
Latar belakang retaknya hubungan akrab kedua negara komunis, antara Uni Soviet dan Tiongkok berawal dari peristiwa wafatnya Josep Stalin pada tahun 1953. Stalin merupakan pemimpin Uni Soviet kala itu. Sebagai pengganti sekaligus penerusnya, Nikita Khrushchev memimpin Uni Soviet serta menjadi Sekjen Partai Komunis. Khrushchev pada mulanya masih menjalin hubungan baik dengan Tiongkok, yaitu pada Mao Zedong dengan maksud untuk meneruskan persahabatan antara Stalin dan Mao.
Pada tahun 1956, Khrushchev membuat kebijakan Des-talinisasi dengan menghapus kultur pribadi Stalin. Mao yang merupakan sahabat karib Stalin tentu saja menentang kebijakan tersebut karena dianggap tidak menghormati Stalin dan juga sebagai bentuk penghianatan kepada kaum komunis.
Mao Zedong mengecam tindakan Khrushchev sebagai bentuk revisialisme dengan kebijakannya yang terlalu liberal bagi kaum komunis. Selain itu, terdapat perbedaan perlakuan cara menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa Barat yang dilakukan oleh Khrushchev. Hal ini menimbulkan perspektif bahwa Khrushchev lebih memilih lunak kepada bangsa Barat yang notabenya adalah musuh dari kaum komunis. Sehingga disini Mao Zedong memutuskan untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Pemberhentian hubungan diplomatik mengakibatkan terjadi ketegangan diantara kedua negara yang bersahabat tersebut. Wilayah perbatasan mulai ditutup dan dijaga ketat oleh pasukan kedua negara. Untuk berjaga-jaga, Tiongkok mulai bereksperimen membuat tenaga nuklir. Ketegangan memuncak disaat Mao membuat kebijakan “Revolusi Kebudayaan” tahun 1966. Uni Soviet menuding balik Tiongkok tidak konsisten dalam menerapkan paham Marxism-Leninisme. Timbul konflik kecil yang semakin memanas sebab opini dan interpretasi keduanya mengenai paham Marxism-Leninisme.
Lambat laun konflik semakin memuncak dengan kedua negara yang saling mempermasalahkan perbatasan wilayah. Pada tahun 1966 Tiongkok merubah perbatasan wilayahnya berdasarkan demokrasi perbatasan, Uni Soviet geram dan mulai menanggapi dengan mengirimkan pasukannya ke wilayah perbatasan. Terdapat sekitar 375.000 pasukan militer, 1.200 pesawat tempur, dan 120 rudal. Sedangkan Tiongkok hanya menyiapkan prajuritnya saja, namun dalam jumlah yang sangat besar yaitu 1.500.000 prajurit.
ADVERTISEMENT
Pada 2 Maret 1969 menjadi puncak yang paling panas dari hubungan kedua negara tersebut. Tiongkok beranggapan Pulau Damansky di perbatasan adalah miliknya karena berada di Sungai Ussuri, Tiongkok. Namun Uni Soviet menyatakan bahwa perbatasan Tiongkok adalah setiap sisi dari sungai dan letak Damansky lebih dekat dengan Uni Soviet.
Saat itu para prajurit Tiongkok sedang berjalan di sungai yang beku dengan memprovokasi tantara Soviet, pemandangan ini kerap terjadi sehingga tantara Soviet menghiraukan mereka. Namun disaat pasukan Soviet sedang lengah, tentara Tiongkok melakukan serangan dadakan yang sangat dekat dengan menembak 55 prajurit Uni Soviet. Segera Uni Soviet mengirimkan bantuan untuk wilayah perbatasan dibawah pimpinan Letnan Vitaly Bubenin.
Berkat ketangkasan para prajurit Uni Soviet, pertempuran perebutan wilayah Damansky tersebut dapat ditangani dengan memukul mundur tantara Tiongkok. Tak berhenti begitu saja, Tiongkok membalaskan dendamnya dengan menyerang perbatasan kembali pada 15 Maret 1969, hal tersebut membuat Uni Soviet harus mundur. Namun Uni Soviet segera melakukan serangan dengan menembakkan rudal yang membuat para tantara Tiongkok mundur. Mao yang merasa resah memutuskan untuk menjalin aliansi dengan Amerika Serikat untuk membantu melawan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Pada 21 Maret 1969 Uni Soviet mengutus tentaranya untuk menghancurkan tank milik Tiongkok yang beroperasi di perbatasan. Pada saat itu Tiongkok sudah mengetahui rencana tersebut, sehingga serangan Uni Soviet dapat digagalkan dengan melepaskan tembakan-tembakan yang menghujani pasukan lawan. Tiongkok dapat memukul mundur pasukan Soviet dan memenangkan pertempuran Sino-Soviet dengan bantuan pasukan Angkatan Laut Tiongkok.
Tahun 1972 Presiden Amerika Serikat mengunjungi Beijing dengan membawa pernyataan untuk kedua belah pihak negara yang berkonflik. Uni Soviet mengecam Tiongkok sebagai penghianat karena berhubungan dengan Amerika Serikat yang merupakan negara pesaingnya. Namun Uni Soviet tidak dapat berkutik sebab sedang dilanda krisis ekonomi, krisis senjata, dan sedang melakukan pertempuran di Afghanistan.
Masalah dapat terselesaikan disaat Mikael Gorbhachev bertemu dengan Deng Xiaoping yang merupakan perwakilan dari Tiongkok. Dengan ditandatanganinya perjanjian Border, hubungan akrab kedua negara komunis tersebut dapat kembali membaik.
ADVERTISEMENT
Kini hubungan kedua negara telah normal dan dapat menjalankan hubungan bilateralnya. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tiongkok dan Rusia setelah terjadi pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991. Pembubaran Uni Soviet menjadikan Rusia mengambil keputusan untuk menyerahkan Pulau Damansky kepada Tiongkok. Selain itu, Tiongkok juga mendapatkan beberapa Pulau di Sungai Argun, Tarabarov, dan 50% dari Pulau Bolshoy Ussuriysky.