Tantangan Hukum Persaingan Usaha dan HKI dalam Ekonomi Digital

wisnhu priambadasidi
Praktisi Perbankan dan Mahasiswa Pasca Sarjana Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
2 April 2024 11:53 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wisnhu priambadasidi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ekonomi digital. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ekonomi digital. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi digital memasuki babak baru, yang dipicu oleh perkembangan teknologi digital yang dimanfaatkan di segala bidang kehidupan. Perkembangan teknologi digital yang begitu masif ini sering disebut dengan Tsunami Digital. Saat ini, tsunami digital ini sering dikaitkan dengan Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Big data, Analytic data, dan penyimpanan data melalui cloud.
ADVERTISEMENT
Teknologi digital tentunya mengubah paradigma dalam kehidupan sehari-hari, terutama mempengaruhi semua industri dan perusahaan. Secara kebetulan, adanya pandemi Covid-19 juga mengubah perilaku hubungan manusia dalam berinteraksi dan menemukan mekanisme baru dalam interaksi tersebut.
Khususnya pada sektor ekonomi, teknologi digital juga mengubah akitivitas ekonomi masyarakat. Dengan pertumbuhan ekonomi digital yang cepat, pergerakan barang memengaruhi ekonomi lokal dan global. Perubahan ini dapat memengaruhi persaingan usaha dan penegakan hukum.
Membahas persaingan usaha, terdapat tantangan besar yang harus diatasi terutama dalam hal hukum persaingan usaha dan hak kekayaan intelektual (HKI). Dengan pola transaksi dengan berbagai aplikasi yang digunakan, era digitalisasi ekonomi dapat dipahami.
Di era digitalisasi ekonomi, ada kemungkinan munculnya perilaku persaingan tidak sehat. Meskipun perusahaan dicurigai melakukannya, digitalisasi ekonomi ini menguntungkan banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Salah satu masalah utama adalah bagaimana hukum persaingan usaha dapat diterapkan secara efektif dalam ekonomi digital yang seringkali tidak terbatas oleh wilayah geografis. Dengan munculnya platform e-commerce global dan perusahaan teknologi yang berlokasi di berbagai negara, mengatur persaingan yang sehat dan mencegah praktik monopoli menjadi semakin kompleks.

Peraturan Internasional yang mengatur HKI

Sebenarnya peraturan HKI telah diatur secara internasional melalui perjanjian internasional, beberapa perjanjian tersebut adalah:
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property (1883) and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.
2. Trademark Law Treaty, 1994
3. World Intellectual Property Organization (WIPO) Copyright Treaty, 1996
Dalam lingkungan di mana ide dan inovasi menjadi mata uang utama, melindungi hak cipta, paten, dan merek dagang menjadi krusial untuk mendorong inovasi yang berkelanjutan. Namun, dengan mudahnya penyebaran konten digital dan tantangan dalam menegakkan hukum di ruang online, perlindungan HKI menjadi semakin sulit.
ADVERTISEMENT
Kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damarsasongko menyatakan bahwa di era digital ini, para pencipta diuntungkan dengan adanya kemajuan teknologi, tetapi juga ada pihak yang memanfaatkan kemajuan ini untuk mencari keuntungan ilegal dengan melanggar hak cipta. Contohnya, seperti kasus pencurian konten tanpa izin untuk tujuan komersial.

Contoh Kasus Pelanggaran HKI di Tingkat Internasional

Bila kita melihat di kancah global, contoh kasus terkait HKI yang masih terus berlangsung adalah kasus pelanggaran HKI oleh Tiongkok terhadap Amerika Serikat. Pelanggaran intelektual di Tiongkok menjadi masalah yang sangat serius bagi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Perusahaan Amerika Serikat sangat khawatir tentang pelanggaran hak cipta di Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) di Tiongkok mengurangi keuntungan dan peluang pasar bagi perusahaan AS. Ini terjadi ketika produk dan teknologi AS ditiru dengan biaya yang lebih murah dan kemudian dijual dengan harga yang lebih rendah dari produk aslinya. Mengingat begitu besar kontribusi kekayaan intelektual bagi ekonomi AS, pelanggaran HKI di Tiongkok pasti akan berdampak negatif pada perusahaan AS yang bergantung pada pendapatan dari royalti kekayaan intelektual.
Menurut New York Times, Tiongkok tetap menjadi sumber tunggal terbesar untuk barang-barang palsu dan bajakan, menyumbang lebih dari 83% dari apa yang disita oleh otoritas global pada tahun 2020, termasuk produk medis seperti alat uji Covid-19, masker respirator N95, pembersih, dan disinfektan.
Selain kasus di atas, juga ada beberapa kasus pelanggaran kekayaan intelektual terkenal yang menghadirkan perusahaan besar dunia, di antara adalah:
ADVERTISEMENT

1. Kasus Apple vs Samsung

Pertarungan hukum antara dua raksasa teknologi ini dimulai pada tahun 2011 ketika Apple mengajukan gugatan terhadap Samsung, menuduh perusahaan Korea Selatan tersebut melanggar paten desain dan utilitas, merek dagang, dan pakaian dagang yang terkait dengan iPhone dan iPad.
Klaim utama Apple adalah bahwa smartphone dan tablet Galaxy Samsung meniru elemen desain khas iPhone dan iPad Apple, seperti bentuk persegi panjang dengan sudut membulat, bezel yang mengelilingi layar, dan tata letak kisi-kisi ikon aplikasi. Apple mengeklaim bahwa peniruan ini menyebabkan kebingungan di kalangan konsumen dan melemahkan nilai merek Apple.

2. Kasus Oracle vs Google

Oracle vs Google adalah kasus pelanggaran hak cipta pada penggunaan API Java (Antarmuka Pemrograman Aplikasi) oleh Google dalam sistem operasi Android-nya. API adalah alat penting dalam pengembangan perangkat lunak, karena memungkinkan aplikasi perangkat lunak yang berbeda untuk berkomunikasi dan bekerja sama.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, API yang dimaksud adalah bagian dari bahasa pemrograman Java, yang dimiliki oleh Oracle. Google menggunakan sebagian dari API Java ketika mengembangkan OS Android. Namun, Oracle mengeklaim bahwa penggunaan API oleh Google merupakan pelanggaran hak cipta, karena Google belum mendapatkan lisensi dari Oracle untuk menggunakan API Java di Android.
Tentunya, masih banyak contoh-contoh pelanggaran kekayaan intelektual, baik lintas negara maupun di level negara seperti Indonesia. Penyelesaian kasus-kasus ini akan sangat penting dalam membentuk masa depan kekayaan intelektual dan menentukan bagaimana kita menyeimbangkan kepentingan yang bersaing antara inovasi dan perlindungan.

Tantangan Hukum

Tantangan hukum pada persaingan usaha perdagangan digital yang harus diwaspadai oleh pelaku usaha, regulator dan konsumen di antaranya adalah:
ADVERTISEMENT

Rekalibrasi dan Insentif untuk inovasi

perubahan bisnis yang tiada henti mengharuskan pelaku usaha dapat beradaptasi agar bisnisnya dapat bertahan dan berjalan dengan lancar. Di samping harus diikuti oleh regulasi dalam penyesuaian terhadap kondisi perdagangan digital yang selalu berubah

Difusi Teknologi dan Pembangunan ekonomi

Difusi teknologi dan pembangunan ekonomi dapat meningkatkan risiko pembajakan dan pelanggaran hak kekayaan intelektual, mengurangi nilai dan insentif untuk berinovasi. Pembangunan ekonomi yang tidak merata dapat menyebabkan kesenjangan dalam akses terhadap hak kekayaan intelektual dan inovasi, memperburuk ketidaksetaraan dalam kemampuan negara-negara untuk melindungi dan memanfaatkan kekayaan intelektual mereka.

Redistribusi benefit – asset intangibles dan perpajakan

Bagaimana manfaat dari aset intelektual atau inovasi yang dilindungi oleh HKI didistribusikan secara adil di antara pemangku kepentingan, dan bagaimana perpajakan dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh perlindungan HKI.
ADVERTISEMENT

Perkembangan Tata Kelola Data

Perkembangan tata kelola data memiliki dampak signifikan pada tantangan Hak Kekayaan Intelektual, termasuk dalam hal perlindungan data pribadi, manajemen hak atas data, pengembangan teknologi dan inovasi, serta keamanan data.

Perbatasan Hukum Antar Negara

Regulasi perdagangan digital yang bervariasi antar negara dapat menjadi tantangan bagi pelaku usaha yang beroperasi secara lintas batas. Ketidakpastian hukum dalam konteks perdagangan digital, seperti pertanyaan tentang yurisdiksi dan hukum yang berlaku, dapat mempersulit penegakan hukum dan perlindungan konsumen.
Salah satu titik krusial dalam mengelola ekonomi digital adalah memastikan persaingan yang sehat dan adil di antara perusahaan berjalan dengan baik. Adanya penetrasi global dari perusahaan teknologi besar, seringkali sulit untuk menegakkan aturan persaingan usaha yang berlaku di berbagai yurisdiksi. Praktik-praktik anti-persaingan, seperti praktik monopoli dan dumping harga, dapat merugikan konsumen dan merusak keragaman ekonomi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, karena reproduksi dan penyebaran konten digital yang mudah, pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) seperti hak cipta dan pemalsuan merek menjadi semakin umum. Pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) seringkali sulit untuk dilacak dan ditangani di dunia maya, yang dapat membahayakan kemajuan dan keberlanjutan ekonomi kreatif.

Memitigasi Risiko Pelanggaran Kekayaan Intelektual

Untuk mengatasi tantangan ini dan melindungi kegiatan inovasi di dalam negeri, perlu adanya kolaborasi dan kerja sama antar elemen, baik pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Upaya Pemerintah

Pemerintah perlu meningkatkan kerja sama lintas-batas antar negara dan dengan organisasi hukum internasional serta mengadopsi regulasi yang fleksibel namun efektif dalam mengatasi praktik anti-persaingan dan pelanggaran HKI. Selain itu juga Pemerintah diharapkan dapat membantu pelaku usaha/Pemilik HKI dalam memberikan bantuan dan pendampingan hukum jika terjadi kasus pelanggaran HKI tersebut, khususnya kasus HKI lintas negara.
ADVERTISEMENT

Upaya Pelaku Usaha

Disisi Pengusaha, setiap perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan etika dalam berbisnis, serta melindungi hak kekayaan intelektual mereka sendiri. Pastikan pelaku usaha mendaftarkan merek dagangnya, logo, dan properti inteletualnya ke lembaga Pemerintah dan memastikan bahwa properti intelektualnya tidak ada yang menggunakan.
Pelaku usaha juga dapat mempertimbangkan Pertimbangkan Pendaftaran HKI di beberapa negara. Hal ini untuk mengantisipasi jika usahanya Go International, hal ini membutuhkan kampanye pemasaran yang kuat untuk berkembang di luar negeri, bersama dengan mendaftarkan HKI.

Peningkatan Literasi Hukum

Pendidikan dan kesadaran publik juga memegang peran kunci dalam menavigasi era digital ini. Melalui program pendidikan yang lebih baik tentang pentingnya kepatuhan hukum dan perlindungan HKI, kita dapat membantu membangun kesadaran yang lebih besar di kalangan masyarakat tentang masalah ini.
ADVERTISEMENT
Tentunya, perlu adanya upaya peningkatan kualitas penegak hukum seperti Hakim, Jaksa dan Pengacara, khususnya dalam bidang hukum internasional agar dapat memberikan pendampingan kepada pelaku usaha terkait HKI ini. Dengan memahami risiko dan konsekuensi dari pelanggaran hukum dan HKI, kita dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan.
Sangat penting bagi kita untuk secara proaktif mengatasi tantangan hukum yang kompleks dalam menghadapi era digital yang terus berkembang. Dengan mengambil tindakan yang tepat untuk memperkuat regulasi, meningkatkan kesadaran publik, dan mendorong kepatuhan hukum di seluruh spektrum ekonomi digital, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, inovatif, dan berkelanjutan untuk semua pihak.