Kado untuk Bapak

Wisnu Prasetiyo
Wartawan kumparan
Konten dari Pengguna
21 Mei 2017 15:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wisnu Prasetiyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kado untuk Bapak
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dulu, katamu, aku anak manja yang hanya bisa bergantung kepada seseorang.
ADVERTISEMENT
Dulu, katamu, aku kerjanya hanya bisa minta uang saja.
Dulu, katamu di saat saat terakhir, aku harus cepat berbenah jika ingin menembus zaman.
Ya, kata-katamu juga ini yang terus kuresapi setiap hari.
Satu per satu, mimpi-mimpiku terwujud karena lecutan kata-katamu.
Termasuk, perjalanan ke negeri orang, yang bahkan Ibu merasa tak percaya anaknya bisa begitu.
Iya, berkat kata-katamu, Bapak.
Perjalananku yang berakhir di hari ulang tahunmu kemarin adalah kado untukmu.
Selamat ulang tahun Bapak yang ke 72. May Allah always bless you.
(Xinjiang, 19 Mei 2017)
Ini sekadar sisi lain dari perjalananku selama 10 hari di negeri tirai bambu. Aku menyebutnya, kado ulang tahun untuk dia yang selalu kucintai sepanjang hidup.
ADVERTISEMENT
Dulu, aku adalah anak manja yang tidur sekasur dengan bapak hingga usia 12 tahun. Entah, kumerasa sangat takut bila jauh darinya.
Bapakku 26 tahun menjadi satpam di sebuah sekolah. Dia tak pernah mengeluh, bahkan ia bangga bisa membesarkan 6 anaknya dengan peluhnya.
Aku anak terakhir. Mungkin itu yang mendasari sikap manjaku. Sedikit membela diri tapi memang adanya demikian.
Ia bekerja, menjadi juru parkir, membawakan tas anak TK dan SD, memberi hormat kepada orang tua murid. Ya hanya itu. Setiap hari.
Waktu kecil aku sering digendong di atas kepalanya sambil keliling taman hiburan. Aku selalu menangis, ketika menjelang hari raya, biasanya ia menginap di sekolah untuk berjaga.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang ia ajarkan meski dalam diamnya. Ia mengajarkanku hikmah hidup lewat perbuatannya. Itu biasa disebut teladan.
Aku selalu diajarkan bagaimana menjaga perasaan orang lain, meski dalam diam. Ia tak banyak bertutur, ia hanya marah jika aku tak menuruti perkataan ibuku.
Terakhir, saat ia sudah dalam kondisi payah, ia sempat mengantarkanku mendaftar di sekolah tingkat menengah. Bukan untuk apa-apa, hanya demi keringanan biaya agar aku bisa bersekolah di tempat yang baik.
"Kalau udah gede, yang penting kerja keras. Cari duit itu yang penting itu, sama jujur. Jangan kecewain orang yang udah percaya sama kamu ya, Le," tuturnya sekitar sepekan sebelum napas terakhirnya.
Aku mengejar mimpiku untuk berkuliah di salah satu kampus terbaik demi pekerjaan yang mapan. Hingga akhirnya kesampaian dan aku menamatkan kuliahku dengan beasiswa.
ADVERTISEMENT
Memasuki dunia kerja, aku berusaha terus mengingat pesannya. Bekerja keras, jujur sehingga mimpi-mimpiku bisa terwujud.
Menjadi seorang wartawan awalnya bukan mimpiku. Namun, mimpi kecilku berkeliling Indonesia terwujud lewat sini.
Tentu bukan tanpa hambatan. Aku pernah hampir mundur karena pekerjaan ini terlalu berat.
Namun di saat itu, aku mengingat pesan Bapak. Bekerja keras adalah kuncinya.
Setelah setahun menjadi jurnalis, mengunjungi negeri orang adalah mimpiku berikutnya. Namun aku tak berharap banyak.
Sebab, aku memutuskan pindah ke tempat baru dengan konsekuensi kemungkinan pergi ke luar negeri yang lebih kecil karena media baru.
Tetapi, sekali lagi aku mengingat pesan Bapak. Kerja keras adalah kuncinya.
Nyaris 6 bulan, aku berusaha melakukan yang terbaik untuk tempat kerjaku. Meski belum maksimal, sejujurnya aku sangat berusaha memberikan yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Hingga suatu hari kabar mimpiku ke luar negeri datang menghampiri. Atasanku menyebut akan mengirimku e negeri China selama 10 hari untuk meliput.
Bersyukur. Itu mungkin menjadi kata yang tepat. Lagi, impianku segera terwujud.
Perjalananku dimulai tanggal 9 Mei. Aku terbang dari Jakarta menuju Xinjiang dalam waktu 13 jam.
Aku begitu menikmati perjalanan, hingga tak terasa sudah sampai 10 hari. Itu berarti hari terakhirku.
Di bandara, aku baru sadar. Ternyata tanggal itu adalah tanggal 19 Mei.
Tanggal dimana Bapak yang selalu kuingat pesannya lahir. Lantas, apa yang ada di dalam benakku?
Aku bersyukur. Aku selalu menikmati perjalanan menyenangkanku, selama menjadi pekerja, di hari ulang tahun Bapak.
Tahun sebelumnya, di tanggal itu, aku juga tengah menikmati keindahan Pantai Lombok.
ADVERTISEMENT
Ya, tepat di hari ulang tahunnya.
Mungkin, kebetulan. Tapi setidaknya, perjalananku ke Xinjiang bisa menjadi kado di ulang tahunnya.
Dan aku yakin, di sana ia tersenyum. Melihat anak manjanya perlahan bisa mewujudkan mimpi-mimpinya.