Pembantaian Muslim Rohingya dan Seruan Usir Dubes Myanmar

1 September 2017 14:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentara Myanmar memburu Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
zoom-in-whitePerbesar
Tentara Myanmar memburu Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menyampaikan keprihatinannya atas tragedi yang menimpa etnis Muslim Rohingya di Myanmar. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus menyatakan sikap keras terhadap Pemerintah Myanmar, lebih dari sekadar kecaman.
ADVERTISEMENT
Fahira menyarankan agar pemerintah mengusir Duta Besar Myanmar di Indonesia sebagai bentuk protes terhadap mereka.
"Di depan mata sudah terjadi genosida. Muslim Rohingya sedang dimusnahkan dan ini terjadi tidak jauh dari Jakarta. Namun, yang keluar dari ‘mulut’ pemerintahan kita cuma seruan hentikan kekerasan dan keprihatinan saja. Kebiadaban mereka harus diprotes dengan aksi nyata. Usir dubes Myanmar dan tarik dubes kita. Tangguhkan semua kerjasama dengan Myanmar," ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/9).
Pembantaian besar-besaran dan sistematis terhadap warga minoritas muslim Rohingya dengan cara dibunuh, dan disiksa fisik serta mentalnya tengah terjadi di Rakhine, Myanmar menurutnya harus segera dihentikan. Militer di bawah rezim Pemerintahan Aung San Suu Kyi menyerbu, membakar desa, mengusir dan membunuh muslim Rohingya dengan dalih memberantas terorisme merupakan tindakan yang sudah di luar batas kewajaran.
ADVERTISEMENT
Fahira mengungkapkan, sebagai negara besar di Asean harusnya Indonesia bisa lebih keras dengan Myanmar. Menurutnya, harus ada tekanan terutama oleh negara-negara Asean dan dunia terhadap negara yang saat ini dibawah kendali peraih nobel perdamaian dan ikon HAM serta demokrasi Aung San Suu Kyi.
Rezim Aung San Suu Kyi, lanjut Fahira, tak lebih baik bahkan lebih buruk dan kejam dari rezim junta militer yang dulu dilawannya.
"Ini sebuah ironi paling memalukan dalam sejarah peradaban modern manusia karena peraih nobel perdamaian yang sekarang menjadi penguasa, diam saja melihat pembantaian di negara yang dipimpinnya. Memang tak salah ada istilah watak asli seseorang terlihat saat dia berkuasa. Harus ada gerakan global untuk mengusut kekejaman militer Myanmar karena melakukan pembantaian terhadap Muslim Rohingya dan jika terbukti mereka harus diseret ke pengadilan HAM internasional,” tukas Fahira.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Menurut Fahira, para pendiri bangsa ini, memerdekakan Indonesia bukan hanya agar bisa bebas dari penindasan, tetapi juga agar bisa lantang dan bertindak tegas jika melihat penindasan dan kebiadaban yang terjadi di dunia, seperti yang diamanatkan pembukaan UUD 1945. Itulah kenapa hingga saat ini Pemerintah Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel karena kebiadabannya terhadap Palestina.
ADVERTISEMENT
“Kita sudah 72 tahun merdeka. Sudah saatnya bangsa besar ini lebih tegas terhadap berbagai kebiadaban yang terjadi di dunia apalagi yang terjadi di depan mata kita. Seruan saja tidak cukup. Negara seperti Myanmar sudah layak dikucilkan dari pergaulan negara-negara Asean dan internasional dan Indonesia harus lantang menyuarakan hal ini,” pungkas senator Jakarta ini.