Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Haringga dan Fanatisme Brutal yang Tak Kunjung Hilang
24 September 2018 6:08 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Wisnu Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awan mendung kembali menyelimuti dunia persepakbolaan Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Haringga Sirla, mungkin, hanya ingin menikmati pertandingan tim kesayangannya sore itu. Namun, di satu sisi ia terbilang nekat, karena pergi ke markas Maung Bandung untuk mendukung Persija.
Bagiku Haringga tidak salah sama sekali. Dia hanya pendukung yang senang apabila tim kesayangannya menang dan kecewa jika Macan Kemayoran kalah.
Ajal memang tak ada yang tahu. Namun, kematian Haringga seharusnya tidak dengan cara seperti itu.
Apa salahnya dukung Persija? Sehingga ia harus diteriaki, dicegat, dipukuli, dikeroyok hingga mati.
Aku memahami rivalitas kedua tim besar ini. Satu yang tak bisa kupahami, kenapa masih ada saja kejadian seperti ini, di era sepak bola harusnya menjadi milik semua orang.
Aku yakin banyak Bobotoh yang memiliki nurani, yang hanya ingin Persib menang kala berlaga. Namun aku tak yakin, mereka yang mengeroyok Haringga adalah Bobotoh sejati.
ADVERTISEMENT
Sudahlah, fanatisme berlebih selamanya tidak akan baik. Mau kamu dukung tim sepak bola, artis idola, dan lain sebagainya.
Terkutuklah mereka yang masih memegang romantisme sejarah, padahal masa lalu itu buruk. Bobotoh dan The Jakmania memang tak akur, aku sungguh tak peduli.
Yang kupeduli, sebagai pecinta sepak bola Tanah Air, nasib mereka yang seperti Haringga.
Haringga sudah berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari tangan maut oknum Bobotoh. Namun, entah apa yang di pikiran sekelompok orang berbaju biru itu.
Setelah Haringga didapati, tubuh gempalnya terus dihajar. Bukan cuma pakai tangan kosong, bahkan Haringga harus menahan rasa sakit karena dihantam bangku keras.
Darah pun bercucuran, tubuh gempal Haringga terkulai. Ia pun meninggal dunia seketika.
ADVERTISEMENT
Sejenak aku berpikir, kira-kira apa ya yang ada di benak oknum Bobotoh setelah tahu darah Haringga mengucur deras di kaki-kaki mereka. Apa yang mereka rasakan ketika mereka tahu Haringga sudah tak bernapas.
Atau bahkan mereka bernyanyi seakan menikmati kematian pemuda berusia 23 tahun itu?
Kalau benar-benar mereka mencintai Persib harusnya mereka tidak melakukan hal itu. Pemain-pemain Maung Bandung juga tak akan merasa bangga meski menang sore itu.
Batin mereka juga pasti terkoyak ketika tahu kejadian tewasnya Haringga.
Sudahlah teman-teman, aku bukan suporter klub manapun. Aku hanya ingin menonton laga-laga terbaik di Indonesia dengan tenang.
Aku rasa itu juga yang diinginkan mereka yang betul-betul cinta sepak bola Indonesia.
Kita harus mengecam agar kejadian Haringga tak terulang. Para suporter harus lebih dewasa. Klasik memang, tapi toh nyatanya banyak di antara mereka yang hanya terjebak di tubuh orang dewasa, padahal jiwa dan nafsunya? Hmm.
ADVERTISEMENT
PSSI dan polisi harus segera menghadirkan sanksi tegas untuk pembunuh Haringga.
Sekali lagi, Haringga adalah bukti nyata korban fanatisme brutal. Fanatisme adalah salah satu hal paling bodoh di dunia, setidaknya menurutku.
Selamat jalan Haringga! Istirahatlah dengan tenang.