Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pertemuan Terakhirku dengan Sutopo
7 Juli 2019 11:23 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Wisnu Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jalannya ringkih, mukanya pucat, terlihat sekali sedang menahan sakit yang teramat.
ADVERTISEMENT
"Pagi, Mas. Maaf nih belum fit betul. Baru habis ditempel koyo penghilang rasa nyeri," katanya menyapaku sambil tersenyum tipis.
Sempat merasa bersalah. Apa iya, aku tega mengajaknya ke kantor untuk kemudian mewawancarainya?
Tapi perasaan itu kemudian sirna ketika laki-laki hebat itu menyebut siap untuk menerima kejutan dari kami.
Ya, dia adalah Sutopo Purwo Nugroho. Atau yang biasa kupanggil Pak Topo, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sepekan sebelumnya, aku menghubungi Pak Topo. Menyampaikan padanya, bahwa kumparan sedang menyiapkan kejutan spesial untuknya.
Pak Topo tak berpikir panjang. Ia bersedia untuk datang dan dijemput kumparan di kantornya di kawasan Pramuka, Jakarta Timur.
Padahal, ia menyebut sempat ditawari wawancara oleh media sekelas The Guardian pada tanggal yang sama. Tapi, karena kumparan dan Sutopo punya hubungan spesial, dia memilih untuk bertemu kami.
ADVERTISEMENT
Kembali ke hari itu.
Pak Topo tampak masih sangat lemas. Tiga hari sebelumnya, ia baru saja menjalani kemoterapi untuk menyembuhkan kanker paru-paru stadium 4B yang dideritanya.
Namun, ia tetap ngantor. Katanya, belum ada di antara karyawan lainnya yang bisa ia percaya betul untuk mengabarkan bencana ke ribuan wartawan di seluruh penjuru negeri.
"Kejutan spesial apa, sih, mas?" katanya sambil masuk ke mobil kumparan.
Aku hanya tersenyum. Sambil bilang, "Santai aja, pak. Nanti kita rasain langsung di sana. Hehe."
Sutopo pun tertawa lepas.
Di perjalanan, Sutopo sedikit banyak bercerita soal perjuangannya menjadi garda terdepan pembawa kabar bencana. Banyak tantangannya, tapi ia selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Sesampainya di kantor kumparan di Jati Padang, Pak Topo semakin semringah. Jejeran karyawan kumparan sudah menyambutnya di parkiran.
ADVERTISEMENT
Sambil membenahi bajunya, Pak Topo melempar senyum. Setelahnya, peraih banyak penghargaan kemanusiaan ini menyalami karyawan kumparan.
Pak Topo ini orang yang sangat ramah dan baik. Jadi, bagi kami, karyawan kumparan, bertemu dengannya sebuah kebahagiaan.
Sampai di salah satu bagian kantor, Pak Topo kemudian ngevlog. Saya masih ingat betul percakapannya saat itu.
"Saya merasa kembali muda di sini."
Tawa pun pecah. Kami dengan kerendahan hati juga mendoakan agar Pak Topo kembali sehat seperti sedia kala.
Di sela perbincangan santai, Pak Topo bertanya lagi kepadaku.
"Kejutannya apa, sih, mas?"
Aku pun masih bergeming. Sambil berharap dia benar-benar terkejut nantinya.
Tak lama setelah itu, aku mewawancarainya sebentar. Sekitar 10 menit.
Seputar bagaimana ia berjuang melawan kanker yang sudah menggerogoti tubuhnya. Ada satu bagian penting yang disampaikan Pak Topo saat itu.
ADVERTISEMENT
Sampai sekarang dan mungkin selamanya kuingat.
"Jangan pernah merasa tersisih dalam kondisi apa pun, sesakit apa pun. Berusaha memberikan yang terbaik dalam kondisi apa pun. Demi kepentingan masyarakat," ungkapnya.
Bagiku yang masih berusia 20 tahunan, apa yang disampaikan Pak Topo membuatku berpikir ribuan kali apabila ingin mengeluh. Apabila ingin menuntut Tuhan macam-macam di tengah 'kesempurnaan'.
Video tentang wawancara lengkap dengan Pak Topo bisa kalian saksikan di sini.
Waktu yang dinanti pun tiba...
Aku mengantar Sutopo ke Lounge A kumparan. Di sana, kami sudah menyiapkan kursi khusus untuk Pak Topo.
"Halo semuaaa," kata Pak Topo menyapa teman kumparan yang sudah di ruangan.
Sutopo pun langsung duduk manis di sana. Dia menunggu kejutan itu datang.
ADVERTISEMENT
Voillaa.
Tak sampai 5 menit Pak Topo duduk di sana, kejutan itu datang. Sang diva Indonesia, Raisa, menyapa Pak Topo.
Ia pun kegirangan sambil bertepuk tangan. Wajahnya begitu semringah. Tak ada kesan dia sedang menderita sakit luar biasa.
(rasanya kejutan ini berhasil)
Pak Topo memang mengagumi penembang 'Could It Be Love' itu. Saat Raisa menikah, ia sempat mengutarakan rasa 'sakit hati'-nya. Sambil meramaikan #patahhatinasional.
Keduanya tidak berbincang. Raisa bernyanyi single terbarunya bersama Dipha Barus. Sementara Pak Topo asyik memperhatikan sambil sesekali bertepuk tangan.
5 menit berlalu, Raisa mengakhiri lagunya.
Saatnya tiba. Raisa kemudian menyapa Pak Topo.
"Kayak kenal," katanya sambil tersenyum.
Pak Topo kelihatan bahagia bukan main. Dia kaget bisa ditemui sang idola.
Sutopo pun menggombali Raisa.
ADVERTISEMENT
"Saya semalam bermimpi melihat anggrek yang bagus sekali. Dan ternyata pagi ini saya bertemu anggrek Indonesia, Mbak Raisa," ujar Pak Topo yang disambut riuh seantero ruangan.
Raisa tersenyum sambil berucap.
"Terima kasih Pak Topo. Semoga sehat selalu," ungkap Raisa yang saat itu tengah hamil.
Pertemuan pun berakhir. Singkat memang. Tapi setidaknya kami telah berupaya.
Selepas pertemuan Pak Topo pun berbincang santai denganku.
"Raisa diam saja. Kayaknya dia yang grogi ketemu saya. Haha," ujar dia.
Aku pun mengamini. Bagaimana tidak? Raisa bertemu dengan orang yang banyak fans-nya seperti dia.
Hari itu pun berakhir, aku kemudian mengantarkan Sutopo kembali ke kantornya. Di mobil ia istirahat tak banyak bicara.
Sepertinya lelah. Atau bahkan sedang menahan rasa sakitnya yang kembali muncul.
Itu pertemuan terakhirku dengannya.
ADVERTISEMENT
Ia sempat berbagi Lebaran kepadaku pada 5 Juni lalu. Sambil pamit untuk berangkat ke China dalam rangka berobat.
Aku tak meresponsnya. Sebab, kupikir, ah nanti juga masih ketemu di sini. Nyatanya, Pak Topo kini telah pergi. Rasa sakitnya telah hilang.
Kini, Bapak Sutopo sudah bahagia di sana, insyaallah. Bertemu dengan bidadari-bidadari surga, yang cantiknya pasti melebihi Raisa. Hehe.
Selamat jalan, Pak Topo.
Allahumaghfirlahu warhamhu waafiihi wafuanhu.