Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tak Ada yang Salah dengan Rindu Bukan?
14 September 2018 23:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Wisnu Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suasana hari itu begitu berbeda. Udara malamnya agak dingin tapi tidak buat tubuh menggigil.
ADVERTISEMENT
Aku pacu sepeda motor tuaku dari Istana Dewan menuju peraduan baruku.
Satu dua mobil kulewati, gas semakin kutarik kuat-kuat. Perjalanan begitu cepat, tak sampai 30.menit aku sampai.
Aku tiba di rumah dengan halaman yang begitu luas. Masih sepi, tidak ada aktivitas, dedaunan jatuh pun kudengar.
Aku tak perlu izin siapa-siapa untuk ke sana. Kuletakkan sepeda motorku di sebuah sudut yang tak ada lampunya.
Rumahnya besar sekali, namun tak begitu menarik apabila kuperhatikan dalam-dalam.
Belum ada cahaya-cahaya yang menyilaukan mata. Hanya ada sebuah lampu bulat kecil di dekat pintu masuk rumah itu.
Aku datang sendiri, meski awalnya ada janji ke sana bersama seniorku.
ADVERTISEMENT
Kubuka pintunya, desitan daun pintu pun kudengar. Tidak ada perasaan apa-apa, hanya ingin menepati janji saja.
Rumah itu tak seperti saat ini yang begitu ramai, bahkan tak ada sudut kosong. Dulu, mungkin, aku bisa bermain futsal di sana. Saking leganya.
Ah, ternyata aku tak sendiri, ada beberapa wajah yang kukenali. Ternyata mereka juga sama denganku, mencoba peruntungan dan hal baru.
Tak lama-lama, kugoreskan pena di atas lembar perjanjian bahwa aku menjadi bagian dari peraduan baruku.
Tak ada ekspektasi, hanya asa yang kupatri agar hidup dan penghidupanku menjadi lebih baik lagi.
Singkat cerita, aku resmi menjadi petualang baru saat itu.
Aku pulang dengan perasaan lebih tenang. Dalam hati, aku sudah tak sabar ingin bercerita dengan ibu bahwa mulai bulan depan, pasti akan ada perubahan.
ADVERTISEMENT
Perubahan dalam hal materi dan juga emosional anak bungsunya.
Ibuku senang. Meski awalnya sempat ragu. Baginya, apa yang kulakukan adalah bagian dari kesenanganku. Jadi ya, dia setuju saja.
Hari-hari pertamaku di rumah baru begitu menyenangkan. Tak seramai sekarang, hanya ada puluhan orang di bagian tengah rumah.
Tak ada jarak di antara kami, dan ide tak dibatasi.
Aku mencari hidup di tempat yang menyenangkan.
Namun, hidup adalah bicara perubahan. Hidup selalu berkaitan dengan risiko yang dipersiapkan.
Setahun berjalan, semua masih menyenangkan. Aku punya teman sekeliling yang baik dan membahagiakan.
Saat ini semuanya berubah. Rumahku makin besar, penghuninya makin banyak.
Tentu, tanggung jawab yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Semua wajar. Semua akan menemukan fasenya.
Saat ini aku dalam fase merindukan suasana rumah itu di awal pertemuanku.
Tak ada yang salah. Penghuninya, semuanya, menyenangkan.
Namun, apa salahnya rindu bukan?