Konten dari Pengguna

Pengaruh Unsur Mikro Boron (B) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kelapa Sawit

Muhammad Parikesit Wisnubroto
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas
1 September 2024 9:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Parikesit Wisnubroto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gejala daun keriting pada tanaman kelapa sawit akibat defisiensi unsur Boron (B)
zoom-in-whitePerbesar
Gejala daun keriting pada tanaman kelapa sawit akibat defisiensi unsur Boron (B)
ADVERTISEMENT
Kelapa sawit, saat ini sedang hangat diperbincangkan baik dalam skala nasional maupun internasional. Keberadaannya sangat penting dalam menunjang pendapatan dan devisa suatu negara. Produk kelapa sawit berupa Crude Palm Oil (CPO) menjadi bahan baku berbagai kebutuhan manusia sehari-hari. Tak jarang, setiap negara dengan sentra produksi kelapa sawit terbesar di dunia terus berupaya untuk dapat meningkatkan produktivitas per tahunnya. Berbicara mengenai peningkatan produktivitas, unsur hara selalu menjadi topik yang utama dalam peranannya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Tidak hanya unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar, namun unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam takaran relatif sedikit juga memegang peran penting dalam keseluruhan proses fisiologis maupun biokimia tanaman, sehingga diperoleh pertumbuhan kelapa sawit yang optimal.
ADVERTISEMENT
Salah satu unsur mikro yang sangat dibutuhkan kelapa sawit adalah boron dengan simbol unsur B. Dikutip dari spada.uns.ac.id menyatakan jumlah boron di alam tergolong cukup rendah, yaitu sekitar 0,0003% yang berupa mineral uleksit, boraks, colemanite and kermit. Unsur ini memiliki 2 isotop, meliputi boron-10 dengan kelimpahan kurang lebih 20% dan isotop boron-11 dengan kelimpahan mencapai 80%. Ginting & Pane (2023) pada artikel Boron - Hara Mikro Esensial untuk Tanaman Kelapa Sawit menyatakan boron di dalam tanah berada pada empat (4) bentuk, yaitu a) bagian dari struktur batuan dan mineral (baik primer maupun sekunder), b) terjerap di permukaan liat serta oksida aluminium (Al) dan besi (Fe), c) berupa kombinasi bahan organik, dan d) berupa larutan tanah sebagai unsur non-ionik bebas. Unsur ini dapat bersumber dari proses alami misalnya endapan gas vulkanik serta proses antropik seperti pelapukan bahan organik, aliran air irigasi, ataupun aktivitas manusia melalui penambahan pupuk boron, residu bahan bakar fosil dan berbagai aktivitas industri lainnya. Boron diserap oleh tanaman dalam bentuk asam borat (H3BO3) atau ion borat (H4BO72-, H2BO3-, HBO32-, dan BO33-). Adapun ketersediaan boron di dalam tanah akan sangat bergantung pada keberadaan unsur hara lainnya misalnya kalsium (Ca), nitrogen (N), fosfor (P), Fe, Al dan seng (Zn). Sebagai contoh, pada tanah-tanah dengan oksida Al dan Fe tinggi, ketersediaan boron akan sangat rendah karena terjerap dan berikatan dengan unsur tersebut.
ADVERTISEMENT
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menyebutkan unsur boron memiliki peran penting bagi kelapa sawit terutama saat fase pembungaan dan pembentukan buah. Unsur hara ini juga berpartisipasi aktif dalam membantu perkembangan sel baru, mengatur keseimbangan hara tanaman serta meningkatkan aktivitas metabolisme, terutama laju fotosintesis. Ginting & Pane (2023) juga menyatakan hal yang sama, yakni boron bersifat esensial bagi kelapa sawit untuk menjalankan beberapa fungsi penting dalam transport ion dan perkembangan fase generatif tanaman. Miwa et.al., (2013) menyebutkan boron memiliki fungsi penting dalam menjaga integritas struktural dinding sel tanaman. Selain itu, juga berperan aktif dalam pembentukan ikatan silang (cross-link) antara polisakarida dengan dinding sel, sehingga struktur dinding sel menjadi lebih fleksibel. Boron juga berperan aktif dalam transport air dan hara mineral, serta fotosintat ke seluruh tubuh tanaman. Defisiensi boron pada kelapa sawit umumnya terjadi pada tanah-tanah sub-optimal, misalnya tanah gambut maupun tanah dengan fraksi pasir yang tinggi. Gejalanya muncul ketika masa pertumbuhan, yaitu pada tanaman belum menghasilkan (TBM) atau tanaman muda berusia 4-8 tahun. Akan tetapi, gejala juga bisa muncul pada tanaman remaja (usia 8 - 13 tahun) maupun tua (>13 tahun). Biasanya gejala yang dapat diamati berupa kemunculan daun pancing (hookleaf), bentuk daun keriting, serta pelepah menjadi lebih pendek.
ADVERTISEMENT
Keberadaan boron yang berlebih di dalam tanah dapat memberikan dampak buruk bagi kelapa sawit, yakni toksisitas. Keracunan boron dapat menyebabkan daun kelapa sawit menguning yang mana terjadi pada daun tua. Warna kuning biasanya dimulai dari bagian tepi daun dan lama kelamaan menyebar ke seluruh permukaan daun. Keparahan terjadi ketika daun mulai mengering, mengkerut dan rontok. Selain menguning, daun kelapa sawit yang mengalami toksisitas boron juga akan menunjukkan bercak-bercak coklat. Bercak ini biasanya terlihat pada bagian ujung atau tepi daun dan dapat menyebar ke bagian tengah daun. Bercak-bercak ini menandakan kerusakan jaringan daun yang disebabkan oleh akumulasi boron. Daun yang menguning dan munculnya bercak coklat mengindikasikan adanya degradasi klorofil. Akibatnya, proses fotosintesis terhambat, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit menurun.
ADVERTISEMENT
Meninjau dari uraian tersebut, diketahui bahwa keberadaan boron sangat dibutuhkan oleh kelapa sawit guna mendukung pertumbuhan dan produktivitasnya. Akan tetapi, boron perlu dalam kondisi seimbang (tidak kekurangan maupun kelebihan), sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman. Kekurangan boron dapat diantisipasi dengan penambahan pupuk boron, seperti pupuk borax maupun bijih mineral yang dihaluskan. Adapun kelebihan boron dapat diperbaiki dengan menjaga nilai pH tanah, pengurangan aplikasi pupuk boron, perbaikan drainase dan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop). Melalui beberapa upaya tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi tanaman dalam penyerapan unsur boron, sehingga pertumbuhan dan produktivitas semakin meningkat.