Konten dari Pengguna

Kampung Butuh, Klaten : Menatah Kisah & Asa melalui Seni Tatah Sungging

Esmasari Widyaningtyas
Lifestyle Blogger. Former journalist. Skincare Addict. K-Drama Fans
19 Desember 2022 2:20 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Esmasari Widyaningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Proses sungging oleh perajin wayang di Kampung Butuh, Sidowarno, Klaten
zoom-in-whitePerbesar
Proses sungging oleh perajin wayang di Kampung Butuh, Sidowarno, Klaten
ADVERTISEMENT
“Berat, Mbak. Pandemi kemarin berat sekali,” kata Nardi Baron, matanya menerawang sejenak. Menelusuri bagian atas bangunan Joglo Kampung Butuh, tempat kami berbincang.
ADVERTISEMENT
Kentara, ada rasa sedih dan kesal yang terpancar dimatanya saat mengingat situasi Kampung Butuh pada masa suram itu.
Nardi Baron adalah local champion Kampung Berseri Astra Solo, yang juga bertugas sebagai koordinator lapangan Kampung Wisata Butuh, Klaten. Beberapa hari lalu, saya sengaja membuat janji bertemu Pak Baron, begitu ia disapa, untuk minta dipandu berkeliling Kampung Butuh.
“Monggo, Mbak mau datang kapan ke Butuh? Di sini ada banyak hal yang bisa dilihat. Kalau mau belajar bikin wayang juga bisa,” ujarnya dengan keramahan khas Jawa saat berbincang melalui telepon.

Perjalanan Menuju Kampung Butuh

Singkat cerita, dua hari setelah membuat janji, saya pun berkunjung ke Kampung Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten. Kami berangkat sekeluarga karena anak dan suami saya pun punya passion yang besar terhadap kesenian wayang.
ADVERTISEMENT
Jujur, kunjungan ini sebenarnya merupakan kali ketiga kami berkunjung ke Kampung Butuh. Lokasi KBA yang satu ini secara geografis tak terlalu jauh dari rumah tinggal kami di Sukoharjo.
Kalau berkendara dengan mobil, paling hanya memakan waktu 15 menit perjalanan. Menempuh jalan-jalan desa yang terkadang tidak rata dan sisi jalan yang masih didominasi area persawahan.
Walau dekat, buat saya berkunjung ke kota tetangga ini bukan perkara gampang. Jalan-jalan yang kecil dan minimnya papan petunjuk arah membuat saya beberapa kali salah ambil arah.
Mengikuti arah google map juga nggak banyak membantu. Mungkin saya saja yang buta arah.
Di dua kunjungan sebelumnya, saya sempat beberapa kali tersasar karena salah mengambil jalan masuk. Untungnya di kunjungan ketiga ini, perjalanan jadi lebih mudah karena sudah terpampang papan petunjuk arah di jalan masuk menuju Kampung Butuh.
Memasuki area Kampung Butuh, nuansa pedesaan terasa sekali. Bangunan rumahnya masih banyak yang bergaya lama. Jalannya juga nggak terlalu besar, paling hanya cukup untuk satu mobil.
ADVERTISEMENT
Agak sulit buat lewat kalau berpapasan dengan mobil lain. Khas desa sekali.
Pun begitu, memasuki area tengah kampung, terlihat bangunan Pendopo Joglo yang bersih dan asri. Saya sempat terheran, rasanya saat berkunjung ke sini tahun 2019 silam, bangunan ini belum ada.
“Joglo ini memang baru selesai dibangun, Mbak. Kalau Mbak ke sini sebelum pandemi ya memang belum ada,” terang Pak Baron.
Wah, nggak terasa. Ternyata sudah selama itu saya nggak berkunjung ke Kampung Butuh. Kali pertama saya berkunjung, Kampung Butuh baru 4 bulan ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra.
Lalu setahun kemudian saat saya mampir, saya bertemu Mas Pendi salah satu pengrajin wayang yang bercerita tentang beberapa rencana pengembangan kampung.
ADVERTISEMENT
“Astra memang baru masuk (ke Kampung Butuh) tahun 2018. Di tahun pertama, kami mulai penataan dan membuat rancangan untuk pengembangan kampung. Jadi wajar kalau saat Mbak datang, situasinya belum seperti sekarang.”

Gotong Royong, Optimisme & Bangkit Bersama

Baron mengenang, di masa awal digandeng Astra melalui program Kampung Berseri Astra, para pengrajin wayang Kampung Butuh bersuka cita. Berbagai gagasan pengembangan kampung mulai digodok.
Persiapan untuk melakukan pelatihan keterampilan juga sudah siap. Tinggal menunggu hari pelaksanaan saja. Tapi sayangnya rencana dan harapan itu buyar seketika seiring dengan pandemi yang menyerang dunia.
Siapa sangka organisme sekecil itu bisa memusnahkan harapan dan mengubah tatanan dunia hanya dalam sekejap mata. Seluruh event pertunjukan seni dibatalkan, dunia pariwisata pun roboh akibat larangan bepergian.
ADVERTISEMENT
“Padahal waktu itu sudah ada rencana kunjungan wisatawan yang mau menginap dan belajar wayang di sini. Jumlahnya ada 30 orang, dan kami sudah mempersiapkan homestay juga untuk mereka,” cerita Pak Baron.
Tapi hanya beberapa hari sebelum kunjungan, berita kasus COVID-19 pertama di Indonesia tersiar. Pemerintah mulai melakukan pembatasan akses perjalanan warga. Kunjungan wisata itupun seketika dibatalkan.
Pak Baron dan para penggiat KBA lainnya masih berharap, pembatasan tidak akan berlangsung lama. Jadi mereka menunggu dan bersabar hingga kondisi membaik.
Tapi sebulan, dua bulan hingga bulan-bulan berikutnya penyebaran virus justru makin massif. Kesempatan untuk mempromosikan Kampung Butuh pun makin sempit.
Boro-boro untuk mengajak turis berkunjung, mereka sendiri dilarang bepergian kemana-mana.
Seolah musibah nggak cukup itu saja, berbagai pembatasan akibat pandemi pun mulai berdampak pada pesanan wayang yang masuk ke pengrajin.
ADVERTISEMENT
Ya mau gimana lagi, semua pertunjukan seni termasuk pertunjukan wayang nggak bisa mentas. Otomatis permintaan untuk wayang baru pun tersendat.
Pak Baron tampak menghela napas panjang setelah menceritakan itu. Tampaknya situasi saat itu memang sedemikian berat dijalani.
“Lantas bagaimana cara Bapak dan teman-teman pengrajin di sini bertahan?” Nggak tahan juga saya untuk bertanya.
Kali ini Pak Mamik Raharjo, Ketua KBA yang menjawab. “Ya saling bantu, Mbak. Kalau ada yang dapat orderan wayang, pembuatannya dibagi dengan teman lain, lalu keuntungannya dibagi,” jelasnya.
Selain semangat gotong royong yang kental, Pak Mamik mengaku beruntung karena saat pandemi datang, dukungan Astra untuk Kampung Butuh tidak surut. Walau lebih banyak dilakukan secara virtual, beberapa pelatihan tetap dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Nggak hanya itu, bantuan berupa sembako untuk kebutuhan warga juga sempat disalurkan Astra. Lalu ada juga bantuan pendidikan berupa beasiswa yang diberikan Astra kepada sejumlah siswa penduduk Kampung Butuh.
Menurut Pak Baron dan Pak Mamik, hingga akhir 2022 ini ada 35 siswa kampung Butuh yang mendapat Beasiswa Lestari Astra. “Astra juga kerap memesan souvenir wayang dari kami. Juga merekomendasikan kami kepada mitra-mitra lain. Cukuplah untuk membuat kami terus bergerak,” tutur Pak Baron.
Tak ingin berpangku tangan dan menyia-nyiakan dukungan Astra, Kampung Butuh pun bangkit melawan berbagai keterbatasan.
Pelatihan terkait peningkatan keterampilan untuk warga mulai dilakukan, tentu saja dengan protokol kesehatan ketat. Sebut saja pelatihan mendaur ulang dan membuat kerajinan dari sampah, pelatihan membuat ecobrick hingga pelatihan membuat kudapan untuk para ibu-ibu.
ADVERTISEMENT
Astra, lanjut Pak Baron, mendukung Kampung Butuh melalui 4 pilar kesejahteraan, yaitu pendidikan, wirausaha, lingkungan dan kesehatan.

Pilar Pendidikan

Dukungan di bidang pendidikan diwujudkan dalam bentuk beasiswa kepada siswa terpilih. Bentuknya, berupa bantuan dana pendidikan yang diberikan 2 kali setahun. Untuk jenjang SD senilai Rp 500.000, jenjang SMP Rp 630.000 dan SMA Rp 770.000.
Tidak hanya itu, Astra juga memberi bantuan berupa alat peraga edukasi untuk SD dan PAUD di area Kampung, supaya kegiatan belajar anak-anak Kampung Butuh bisa lebih maksimal.
“Ada juga kegiatan ekstrakurikuler jemparingan (panahan) untuk anak-anak SD. Lokasinya ada dibelakang SD Sidowarno 2. Biasanya kami mengajak anak-anak jemparingan saat class meeting,” sebut Oktaviana, salah satu guru SD Sidowarno 2.

Pilar Lingkungan

ADVERTISEMENT
Dukungan di pilar lingkungan, bisa dibilang sebagai salah satu dukungan yang sangat terasa efeknya bagi warga.
Kali ini, warga dilatih dan dibimbing untuk membuat dan mengelola bank sampah. “Dulu ya kami ini seperti penduduk kampung lainnya. Kalau ada sampah dibuang biasa ke penampungan sampah lalu nanti diangkut ke TPA. Tapi sejak ada Astra, warga dilatih untuk memilah sampah. Sekarang jumlah sampah kami yang dibuang ke penampungan sampah jadi sedikit sekali,” kata Pak Baron.
Kini, sampah mulai dipilah sejak dari rumah. Sampah-sampah yang bisa didaur ulang disetorkan ke Bank Sampah Kampung Butuh. Pencairan tabungan sampah biasanya dilakukan jelang Lebaran.
Nggak hanya senang karena bisa menghasilkan uang dari sampah, warga sekarang juga makin bahagia karena kampung mereka makin bersih dari sampah.
ADVERTISEMENT
Sampah plastik dan kertas yang masuk ke bank sampah, sebagian besar disetorkan ke pabrik daur ulang dan sebagian lagi diolah jadi kerajinan seperti bunga, ecobrick dan souvenir cantik. “Di masa mendatang, kami malah berencana untuk bikin fashion show berbahan sampah. Banyak anak muda kreatif di sini yang terampil melakukan itu.”

Pilar Kesehatan

Melalui dukungan pilar kesehatan, Astra secara rutin memberi edukasi dan pemeriksaan gratis untuk warga Kampung Butuh. Selain edukasi terkait COVID, ada juga edukasi mengenai stunting dan kesehatan lansia.
Dituturkan Pak Mamik, dia sendiri sebelum ini mengaku buta mengenai stunting. “Saya pikir kalau ada anak yang lebih kecil ya memang karena keturunan saja, ternyata bisa juga karena pemberian nutrisi yang minim.”
ADVERTISEMENT
Perbaikan gizi dan edukasi kesehatan ini mulai menampakan hasil. Tahun lalu masih ada 4 anak stunting yang terdata di Kampung Butuh. Tapi tahun ini tak ditemukan satu pun anak stunting.

Pilar Wirausaha

Inilah dukungan yang membuat Kampung Butuh makin semangat untuk bangkit setelah terpuruk akibat pandemi.
Sempat terpuruk sesaat, warga Kampung Butuh pun bersiap bangkit berjuang. Mereka mulai merambah pemasaran melalui online untuk meraih pasar yang tak terjangkau sebelumnya.
Selain itu, dengan sokongan Astra, para pengrajin pun mulai belajar manajemen usaha dan keuangan yang lebih baik sehingga usaha tatah sungging wayang yang mereka tekuni bisa berkelanjutan.
Bahkan nggak lagi hanya bergantung pada pesanan wayang, warga Kampung Butuh kini juga aktif mengelola dan mengemas kampungnya sebagai Desa Wisata.
ADVERTISEMENT
Selain mempermak tampilan kampung dengan membangun gapura dan pemasangan papan jalan, Kampung Butuh sebagai desa wisata juga aktif di medsos.
“Admin medsosnya anak-anak muda di Kampung Butuh. Kalau orang tua seumur saya dan Pak Mamik ya bingung mau posting di Instagram,” kata Pak Baron.
Kita sekarang bisa dengan mudah mendapat update kegiatan Kampung Butuh melalui akun Instagram @DesaWisataWayangButuh. Akun berisi dokumentasi dan promosi kegiatan Kampung Butuh ini sekarang dikelola oleh 6 admin media sosial. Kita juga bisa bikin janji untuk kunjungan melalui medsos.
Hasil dari optimisme ini nggak sia-sia. Selama tahun 2022, Kampung Butuh bolak balik memenangkan penghargaan dari berbagai kompetisi. Mulai dari kompetisi yang diadakan Astra seperti kompetisi landmark, kampung inovasi dan virtual tour. Hingga kompetisi yang diadakan pemerintah provinsi yaitu kompetisi Desa Wisata Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT

Menjajal Wisata di Kampung Butuh

Sudah sampai ke Kampung Butuh, nggak afdhol dong kalau nggak berkeliling. Maka dengan diantar Pak Mamik dan Pak Baron, kami pun berkeliling menjelajahi kampung ini untuk belajar langsung tentang proses pembuatan wayang.
Dimulai dari kunjungan ke rumah Pak Hasan, yang lokasinya tidak jauh dari Joglo.
Di rumah Pak Hasan kita bisa melihat proses pengolahan kulit sebagai bahan baku wayang. Kulit yang dipakai umumnya adalah kulit kerbau karena kualitas kulit kerbau memang paling baik untuk wayang.
“Kulit kerbau itu walau tipis tapi bisa kaku dan kencang. Kalau dibuat wayang juga lebih awet ketimbang kulit sapi,” jelas Pak Hasan.
Pak Hasan biasa mengambil bahan baku kulit dari NTB. Setiap kali pasokan kulit datang melalui Boyolali, ia pasti datang dan memilah sendiri kulit-kulit kerbau yang akan dipakai.
ADVERTISEMENT
Kulit kerbau yang masih mentah itu lantas direndam selama kurang lebih 1,5 hari supaya lentur. Proses perendamannya hanya dengan air sumur tanpa ditambah obat, jadi butuh waktu rendam lebih lama.
Setelah cukup lembut, kulit lalu direntangkan hingga kencang, lantas diangin-anginkan dan dikerok bulunya hingga tertinggal kulit yang berwarna kekuningan dan agak transparan. Proses pengerokan bulu ini memakan waktu paling lama karena dilakukan secara manual.
Selain memasok kebutuhan bahan baku wayang untuk teman-teman pengrajinnya di Kampung Butuh, Pak Hasan juga melayani kebutuhan kulit kerbau untuk pengrajin di Manyaran, Wonogiri hingga luar pulau Jawa.
Dari tempat Pak Hasan, kami pun beranjak ke kediaman sejumlah pengrajin wayang yang lain. Salah satunya adalah rumah Pak Mamik. Di sini, selain menyantap suguhan kudapan khas desa yang ngangeni, kami juga mengintip sedikit proses menjiplak kulit dengan pola wayang yang sudah disiapkan.
Kalau menurut Pak Mamik proses ini tergolong sederhana karena hanya mencetak pola wayang di kuliit kerbau lalu merapikan bagian pinggirnya.
ADVERTISEMENT
Tahapan berikutnya dalam pembuatan wayang adalah proses tatah alias memahat wayang. Untuk proses ini para perajin umumnya membekali diri dengan lebih dari 24 jenis tatah yang ukurannya berbeda-beda.
Ukuran alat tatah ini menentukan tampilan motif pada wayang. “Motif-motif wayang seperti ini ada pakemnya, misalnya untuk gelung Arjuna ada berapa lengkung,” jelas Pak Mamik.
Selain alat tatah yang jumlahnya segambreng, proses tatah juga membutuhkan pandukan (alas kayu untuk menatah) yang terbuat dari kayu pohon sawo. Kenapa pohon sawo. Karena kayu ini kuat dan kalau dijadikan alas tatah nggak mudah retak.
Selain tatah dan pandukan, ada juga ganden kayu (semacam palu besar) dan besi berbentuk tabung untuk menindih kulit yang sedang ditatah.
ADVERTISEMENT
Selesai dari tatah, proses pembuatan wayang dilanjutkan ke tahap sungging yang berarti melukis.
Di tahapan ini, wayang mulai diwarnai dan diberi prodo emas. Prosesnya juga nggak kalah njlimet karena detail tiap tokoh wayang seperti warna kain jarik dan mahkotanya bisa sangat rumit.
Tidak hanya menilik proses pembuatan wayang, kami juga diajak melihat beberapa pengrajin kayu dan payet di Kampung Butuh. Kedua jenis kerajinan ini bisa disebut sebagai pendukung pertunjukan wayang.
Kerajinan kayu yang dikelola Pak Marwanto misalnya, selain melayani pemesanan furniture juga selalu kebagian tugas mempersiapkan pigura untuk wayang yang dibeli kolektor.
Sementara kerajinan payet yang ditekuni oleh Bu Sudinem dan Pak Sumardi selain melayani payet untuk gaun pengantin dan pakaian juga membuat telisir kelir, yaitu hiasan payet untuk layar pertunjukan wayang.
ADVERTISEMENT
Pak Sumardi juga membuat kelengkapan baju adat seperti sabuk yang dipakai untuk kelengkapan busana dalang.
Oh iya, saat berkunjung ke rumah Pak Sumardi, saya juga sempat mencicipi Gethuk Entik hasil pelatihan keterampilan warga yang disokong Astra. Rasanya enak dan mengenyangkan.
Kunjungan ke Kampung Butuh kali ini sungguh mengesankan. Tak hanya belajar banyak tentang proses pembuatan wayang, saya juga belajar tentang optimisme dan gotong royong yang dilakukan warga Kampung Butuh bersama Astra untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi.
Serius, Kampung butuh recommended banget buat dikunjungi sebagai destinasi wisata budaya dan edukasi.
Biaya paket wisatanya mulai dari Rp 30.000 per orang saja. Paket wisata ini cocok buat pelajar yang ingin belajar hal dasar tentang wayang. Selain ada kegiatan pengenalan dan mewarnai tokoh wayang, anak-anak juga bisa ikut jemparingan.
ADVERTISEMENT
Buat orang dewasa bisa ambil paket wisata Ganesha. Kalau di paket ini wisatawan akan mendapat welcome drink dan workshop singkat pembuatan wayang, mulai dari kerok, natah hingga sungging.
Selanjutnya adalagi paket Bathara Wisnu seharga Rp 130.000 perorang untuk pengalaman membuat wayang lebih lama dan berbagai fasilitas seperti jamu dan kudapan khas.
Ada juga paket wisata Gunungan. Kalau yang ini sihpaket komplit karena sudah termasuk biaya menginap semalam di homestay dan makan juga.
“Saya juga pernah melayani paket pelatihan pembuatan wayang secara online. Sekarang sudah mulai terbiasa dengan internet, jadi saya juga berani melayani kalau ada yang minta diajarkan membuat wayang secara online. Nanti bahan dan alatnya kami kirimkan,” tutup Pak Baron.
ADVERTISEMENT
Ayo, siapa nih yang pengin belajar wayang dan melestarikan warisan leluhur, saya rekomendasikan banget untuk berkunjung ke Kampung Butuh.
Semoga jadi tambah tahu