Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
10 Tahun Lalu, New York Philharmonic Orchestra Mampir ke Korea Utara
26 Februari 2018 17:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari World Trivia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 1950, warga Korea Utara mengenal rombongan dari Amerika Serikat sebagai lawan perang. Hal itu terus berlangsung bertahun-tahun, mengingat tidak pernah ada lagi relasi yang sehat antara kedua negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Baru pada 26 Februari 2008, hal itu berhasil berubah. Tepat 10 tahun lalu, New York Philharmonic Orchestra berkunjung ke Pyongyang, Korea Utara. Mereka pun lantas menjadi kelompok budaya asal Amerika Serikat pertama yang mengunjungi Korea Utara.
New York Philharmonic Orchestra membawa 130 anggotanya, ditambah dengan ratusan orang lain yang terdiri dari jurnalis, diplomat, ahli/pengamat Korea, teknisi, dan sebagainya. Momen ini lantas menjadi kunjungan Amerika Serikat dengan kontingen terbanyak kedua, setelah Perang Korea.
Keputusan untuk menjawab undangan dari Korea Utara pun bukan hal yang mudah bagi para penggawa NYPO. Sebab, Korea Utara bukanlah sekadar tempat biasa, melainkan sebuah negara yang penuh dengan masalah dan ketegangan politik.
Nyatanya, usai acara selesai pun NYPO menuai sejumlah kritik dari pengamat. Contohnya tulisan Terry Teachout di The Wall Street Journal, yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan NYPO tak lebih dari sekadar pertunjukan boneka untuk memberi legitimasi kepada rezim yang kejam.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu, NYPO sendiri tidak menyesal sama sekali dengan keputusan mereka. Conductor orkestra, Lorin Maazel, mengatakan bahwa, "Setelah kami menerima sambutan hangat dan antusias dari penonton, kami seakan merasa bahwa ada misi yang telah kami selesaikan di sini (Korea Utara)."
John Deak, bassist NYPO, bahkan berkata bahwa ia sampai menangis terharu, ketika melihat audiens melambaikan tangannya, seiring mereka meninggalkan panggung. Ia merasa semacam ada ikatan antaranya dengan penonton yang terbentuk secara ajaib. Terlebih, lagu terakhir yang mereka mainkan adalah lagu rakyat Korea berjudul "Arirang".
"Saya tidak akan membuat pernyataan soal apa yang akan berubah setelah ini. Semua butuh waktu. Tapi, yang saya tahu, ikatan mendalam telah tercipta dengan orang-orang Korea hari ini," ucap John Deak.
ADVERTISEMENT
Sumber:
npr.org