5 Gagasan Besar untuk Melawan Krisis Iklim dan Ketimpangan di Perkotaan

WRI Indonesia
Akun resmi dari WRI Indonesia | Lembaga penelitian independen yang berupaya mewujudkan gagasan besar menjadi aksi nyata demi mencapai pembangunan berkelanjutan
Konten dari Pengguna
17 September 2021 15:18 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari WRI Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Proyek DistritoTec di Monterrey, Meksiko mengembalikan pusat kota yang lebih padat, lebih aman dan layak huni bagi masyarakat. Foto oleh Tecnológico de Monterrey
zoom-in-whitePerbesar
Proyek DistritoTec di Monterrey, Meksiko mengembalikan pusat kota yang lebih padat, lebih aman dan layak huni bagi masyarakat. Foto oleh Tecnológico de Monterrey
ADVERTISEMENT
Banyak kesenjangan yang dapat ditemukan di perkotaan. Ini bukanlah hal baru, tetapi pandemi virus corona semakin menunjukkan ketimpangan yang luar biasa antara orang yang mampu dan tidak mampu untuk bertahan di tengah kebijakan lockdown, seperti kemampuan untuk bekerja dari rumah hingga akses ke ruang hijau. Pandemi ini berdampak besar terhadap kelompok rentan sehingga jurang kesejahteraan terkait pendapatan, ras dan lokasi tempat tinggal semakin lebar.
ADVERTISEMENT
Banyak tren jangka panjang yang memengaruhi ratusan juta masyarakat rentan di perkotaan. Meskipun angka kemiskinan terus menurun secara global, persentase masyarakat miskin yang tinggal di daerah perkotaan terus meningkat di seluruh dunia. Sementara itu, risiko banjir dan panas ekstrem di perkotaan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dan dampak terburuknya akan dirasakan oleh penduduk termiskin. Saat ini, perkotaan memiliki kebutuhan mendesak untuk mencari solusi bagi perubahan iklim dan ketidaksetaraan yang terjadi.
Kabar baiknya, kota terus menjadi penggerak kreatif yang terus berinovasi dan berubah. Di bawah ini adalah lima gagasan besar yang dapat mengurangi ketimpangan di perkotaan seraya menanggapi perubahan iklim. Dipilih dari 260 lebih pengajuan, proyek-proyek ini adalah finalis 2020-2021 WRI Ross Center Prize for Cities.
ADVERTISEMENT
1. Ruang Publik yang Dikelola Komunitas di Nairobi, Kenya
Suatu organisasi berbasis komunitas mengadakan lokakarya desain perkotaan untuk siswa siswi di Kibera, Nairobi. Foto oleh Kounkuey Design Initiative
Kibera adalah kawasan kumuh terbesar di Nairobi yang bertengger di tepi Sungai Ngong. Sebagai tempat tinggal bagi lebih dari 300.000 orang, permukiman informal ini menghadapi drainase dan sanitasi yang buruk, infrastruktur yang rentan dan ruang publik yang terbatas. Hanya sedikit layanan kota yang menjangkau lingkungan tersebut. Penduduk Kibera adalah salah satu masyarakat di Nairobi yang paling terdampak oleh badai besar dan hujan lebat akibat perubahan iklim. Mereka harus menghadapi banjir, luapan limbah dan tanah longsor - hampir 40 persen rumah tangga di sana sering mengalami banjir.
Pada tahun 2006, program nirlaba Kounkuey Design Initiative diluncurkan di Kibera dengan tujuan meningkatkan drainase dan sanitasi melalui perbaikan infrastruktur yang ada secara bertahap dan partisipatif. Melibatkan organisasi-organisasi berbasis komunitas, inisiatif tersebut membentuk jaringan ruang publik yang menggunakan infrastruktur alami, dan buatan, termasuk wilayah tepian sungai yang telah direstorasi, untuk melindungi masyarakat dari banjir dan mengurangi polusi di daerah aliran sungai Nairobi.
ADVERTISEMENT
Dibuat dan dikelola bersama oleh masyarakat setempat, sebelas ruang publik yang dibuat oleh Kounkuey Design Initiative ini tidak hanya membantu masyarakat mengendalikan banjir, tetapi juga menjadi tempat bermain, belajar dan sumber mata pencaharian. Tidak hanya membangun rasa kepemilikan dan rasa bangga dalam komunitas, proyek tersebut terbukti efektif. Proyek ini menjadi bukti bahwa penyediaan ruang publik yang aman, mudah diakses dan tahan iklim bagi semua penduduk kota adalah hal yang mungkin.
2. Zona Udara Bersih Terbesar di Dunia, London, Inggris
Satu keluarga menaiki bus listrik di Zona Emisi Ultra Rendah yang baru di London. Foto oleh Greater London Authority
Di ibu kota Inggris, masalah polusi udara yang sebagian besar berasal dari mobil menjadi bagian dari isu perubahan iklim dan keadilan sosial. Penduduk London dari kelompok berpenghasilan rendah dan kelompok yang sudah lama terpinggirkan merupakan kelompok yang paling tidak mungkin memiliki mobil, tetapi juga kelompok yang paling terpapar udara yang tercemar. Lebih dari 95 persen penduduk terpapar polusi udara ilegal yang berbahaya, tetapi secara rata-rata polusi udara yang dihadapi anak-anak, imigran dan masyarakat nonkulit putih mencapai 16 persen lebih buruk.
ADVERTISEMENT
Upaya untuk memerangi polusi udara dimulai pada tahun 2003 ketika London memberlakukan biaya kepadatan lalu lintas pada semua kendaraan yang dikendarai dalam pusat kota. Pada tahun 2019, kantor walikota meningkatkan kebijakan ini dengan menerapkan Zona Emisi Ultra Rendah pertama di dunia. Saat ini, dalam area seluas 21 kilometer persegi di pusat kota London, semua pengemudi harus mematuhi standar emisi kendaraan yang ketat atau membayar biaya. Pendapatan dari biaya tersebut kemudian diinvestasikan kembali untuk sistem transportasi umum kota.
Kebijakan tersebut berhasil mengurangi 44.000 kendaraan penghasil polusi di kota London setiap harinya dan mengurangi nitrogen dioksida (gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia) di jalan sebesar 44 persen dalam sepuluh bulan pertama. Dengan berkurangnya mobil, emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim juga berkurang.
ADVERTISEMENT
Zona Emisi Ultra Rendah tersebut juga dibarengi dengan berbagai kebijakan, dari investasi bus listrik hingga zona sekolah rendah emisi, yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara di seluruh kota secara agresif. Dengan sasaran yang jelas, pendekatan yang diambil memprioritaskan masyarakat terpinggirkan dengan kualitas udara terburuk. Cakupan wilayah Zona Emisi Ultra Rendah rencananya akan diperluas hingga 18 kali lipat pada akhir tahun 2021 sampai ke daerah-daerah pinggiran di London.
3. Pertanian Perkotaan untuk Ketahanan Iklim di Rosario, Argentina
Penduduk kota berbelanja buah dan sayuran yang ditanam secara lokal di pasar di Rosario. Foto oleh Municipalidad de Rosario
Kota Rosario telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi kenaikan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim. Langkah-langkah ini diambil di tengah kesenjangan perkotaan yang tidak kunjung pulih akibat krisis ekonomi Argentina pada tahun 2001, yang menyebabkan lebih dari seperempat penduduk Rosario kehilangan pekerjaan. Ketika Rosario memulai perencanaan iklim strategisnya pada tahun 2014, para pejabat kota mulai mengarahkan inisiatif-inisiatif yang telah berjalan untuk meningkatkan ketahanan iklim, dimulai dengan program pertanian perkotaan yang menjadi program unggulan.
ADVERTISEMENT
Program Pertanian Perkotaan Rosario memberikan hak milik atas tanah publik yang tidak digunakan kepada penduduk berpenghasilan rendah untuk bercocok tanam. Lebih dari 75 hektar lahan telah diubah menjadi kebun buah-buahan dan sayuran untuk dijual di tujuh pasar petani lokal. Selain menjadi sumber pendapatan baru bagi penduduk miskin, konversi lahan ini juga meningkatkan ketahanan Kota Rosario terhadap banjir dan memerangi efek pulau panas perkotaan (urban heat island). Tanah kebun menyerap air ketika hujan lebat sehingga mengurangi tekanan pada sistem drainase yang lemah dan mendinginkan udara secara alami.
Seiring berkembangnya program ini menjadi program iklim utama Kota Rosario, manfaatnya bagi mitigasi perubahan iklim terbukti jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Kemampuan produksi makanan secara lokal pada akhirnya membantu menurunkan emisi gas rumah kaca terkait transportasi dalam rantai pasokan makanan.
ADVERTISEMENT
4. Desain Perkotaan yang Padat dan Terkoneksi Cetusan Universitas di Monterrey, Meksiko
Anak-anak bermain di taman kecil di Monterrey, bagian dari desain ulang wilayah dalam kota. Foto oleh Tecnológico de Monterrey
Dalam tiga dekade terakhir, pertumbuhan yang tidak terkendali di Monterrey telah mengakibatkan kepadatan rendah dengan berbagai konsekuensi lingkungan dan sosial. Semakin maju pembangunan di pinggiran Monterrey, banyak penduduk dan tempat usaha meninggalkan pusat kota ke daerah-daerah pinggiran sehingga mereka harus bergantung pada mobil. Angka kriminalitas disertai kekerasan yang tinggi di tengah persaingan antarpemasok obat terlarang juga mendorong semakin banyak penduduk untuk meninggalkan pusat kota, sehingga pertumbuhan kota semakin tidak terkendali dan semakin banyak penduduk terpaksa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan layanan primer.
Pada tahun 2010, kekerasan memuncak dan mencapai Komunitas Tec dengan kematian dua orang pelajar. Untuk menjaga keamanan para pelajar, pihak universitas tidak lantas memutuskan untuk pindah dari pusat kota. Mereka justru memilih untuk mencari solusi, bekerja sama dengan masyarakat setempat. Tecnológico de Monterrey membentuk tim untuk merintis DistritoTec, sebuah inisiatif pengembangan lingkungan dalam kota yang lebih padat untuk menarik para penduduk kembali ke Monterrey yang lebih aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT
DistritoTec telah berhasil mengembangkan lingkungan dengan kepadatan tinggi dan ketersediaan berbagai layanan sehingga kebutuhan perjalanan mobil dapat dikurangi. Berbagai fasilitas perkotaan seperti taman, balai masyarakat dan kegiatan komunitas juga tersedia di sini. Pendekatan yang diambil diarahkan untuk membangun mobilitas berkelanjutan melalui program jalan yang komprehensif dengan mengembangkan jalur sepeda dan jalur penyeberangan untuk pejalan kaki serta merevitalisasi ruang-ruang yang tidak terpakai menjadi taman dan alun-alun.
Model cetusan universitas ini juga turut mendorong perubahan kebijakan publik di Monterrey untuk mendukung masa depan perkotaan yang lebih baik, adil dan berkelanjutan; termasuk peraturan baru yang mendukung lingkungan-lingkungan di dalam kota dalam meningkatkan kepadatan, model kolaboratif baru bagi pemerintah kabupaten, peningkatan akses layanan penting perkotaan bagi semua penduduk dan fasilitasi perjalanan tanpa mobil.
ADVERTISEMENT
5. Ketahanan Iklim Masyarakat yang Dipimpin oleh Perempuan di Ahmedabad, India
Seorang Vikasini, atau perempuan pemimpin lokal, mengajarkan penduduk Ahmedabad tentang audit energi rumah. Foto oleh Mahila Housing Trust
Di Ahmedabad, urbanisasi berhubungan erat dengan panas ekstrem, kelangkaan air, banjir dan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh perubahan iklim. Seperti di Nairobi dan banyak kota lain yang memiliki permukiman informal dalam jumlah besar, masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh merupakan kelompok yang paling terdampak karena kurangnya perlindungan dari banjir dan panas ekstrem bagi rumah mereka. Perempuan juga lebih rentan terhadap berbagai bahaya lingkungan di rumah, karena mata pencaharian mereka seringkali bergantung pada pekerjaan rumahan.
Setelah gelombang panas mematikan pada tahun 2010 merenggut lebih dari 1.300 nyawa, Mahila SEWA Housing Trust mulai memberikan pelatihan bagi para perempuan pemimpin setempat (Vikasini) terkait penilaian kerentanan iklim di daerah-daerah kumuh Ahmedabad. Kelompok ini juga menguji solusi ketahanan iklim praktis untuk rumah tangga dan lingkungan melalui kemitraan dengan lembaga teknis, inovator dan penyedia teknologi.
ADVERTISEMENT
Dengan menyatukan beragam aktor, lembaga wali amanat untuk perumahan ini bersama dengan para Vikasini berhasil membangun solusi yang sesuai dengan kebutuhan para masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh. Selain memenuhi persyaratan teknis, perubahan yang mereka hasilkan sebagai bagian dari mitigasi risiko iklim langsung dari sumbernya juga lebih masuk akal secara finansial. Beberapa contoh perubahan ini adalah cat putih untuk memantulkan sinar matahari dari atap dan menjaga rumah tetap sejuk, sistem tangkapan air di atap untuk menampung air selama hujan lebat dan meteran air untuk membantu masyarakat menghindari pemborosan.
Kini, masyarakat lokal dan para perempuan pemimpin ini sudah bisa mengakses inisiatif dan pengambilan keputusan di tingkat kota, serta membantu mendorong penetapan ketahanan iklim sebagai prioritas. Di luar Ahmedabad, Mahila Housing Trust telah menginspirasi beberapa model serupa, yang kini telah menjangkau lebih dari 125.000 orang di 107 permukiman kumuh di enam kota lain di Asia Selatan.
ADVERTISEMENT

Kota Inklusif di Tengah Iklim yang Berubah

Perubahan iklim menjadi salah satu faktor pendorong ketimpangan perkotaan di banyak kota. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh lima gagasan besar ini, aksi iklim yang inklusif dan dirancang dengan baik dapat membantu meningkatkan kesetaraan di kota sehingga semua penduduknya dapat hidup dengan layak.
Oleh: Madeleine Galvin dan Anne Maasseen
Baca artikel lainnya di wri-indonesia.org.
Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan di wri-indonesia.org pada 30 Desember 2020