Konten dari Pengguna

Tren Healing: Solusi Mengurangi Stres Ala Warga Jakarta

Wulandari Putri
Mahasiswa Universitas Pembangunan Veteran Jakarta Jurusan Ilmu Komunikasi
9 Desember 2023 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wulandari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Warga Jakarta (sumber: Febry Arya/Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Warga Jakarta (sumber: Febry Arya/Pexels)
Hari Senin adalah hari yang paling dibenci bagi sebagian masyarakat Jakarta. Pasalnya, hari Senin mengingatkan mereka pada hal-hal yang sangat ingin mereka hindari seperti pergi sekolah, bekerja, tugas dan deadline yang menumpuk, skripsi yang tak kunjung di ACC dosen pembimbing dan banyak hal menyebalkan lainnya. Apalagi jika mengingat betapa macet dan sesaknya Senin pagi di kota Jakarta. Memikirkannya saja sudah sangat melelahkan, huft.
ADVERTISEMENT
Bagi warga Jakarta, hari Sabtu dan Minggu menjadi hari yang paling mereka ditunggu-tunggu. Hal ini tentu saja karena pada akhir pekan, mereka tidak perlu memikirkan dan melakukan hal-hal yang membuat mereka stres pada hari-hari biasa seperti belajar dan bekerja. Bahkan, menurut data yang dilansir The Least and Most Stressful Cities Index 2021, Jakarta telah memasuki daftar 10 kota dengan tingkat stres paling tinggi di dunia per tahun 2021. Pada penilaian tersebut, kota Jakarta berada di posisi ke sembilan dengan skor akhir 41,8 dari skala 0-100 poin. Dimana semakin rendah skor yang didapatkan, semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh penduduk kota tersebut.
Biasanya, untuk menghilangkan stres di akhir pekan, warga Jakarta akan melakukan berbagai kegiatan untuk melepaskan penat mereka, seperti berjalan-jalan di mall, piknik, bermain game, istirahat di rumah seharian, dan berbagai kegiatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Picnic Date: Tren Healing Gratis Favorit Warga Jakarta.
Healing adalah ungkapan yang viral di media sosial beberapa waktu terakhir, dimana secara harfiah healing memiliki arti penyembuhan. Namun, konsep healing atau “hiling” yang beredar di media sosial sebagai bentuk bahasa gaul itu merujuk pada kata penyembuhan berupa istirahat dari hal-hal yang melelahkan baik secara fisik atau mental.
Mengunjungi ruang publik menjadi salah satu tempat tujuan masyarakat Jakarta menghabiskan akhir pekan. Selain karena gratis, akses transportasi yang mudah dijangkau juga menjadi alasan mengapa banyak warga Jakarta yang menghabiskan akhir pekan disana. Hal ini berawal dari tren di media sosial, dimana warga Jakarta mulai mengunjungi tempat Ruang Terbuka Hijau (RTH) setelah masa pandemi usai seperti taman kota di Jakarta untuk menyegarkan diri setelah merasa dikurung di rumah selama pandemi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan sebagai salah satu bagian dari ruang terbuka di daerah perkotaan atau pedesaan yang secara alami ditumbuhi oleh berbagai jenis vegetasi, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. RTH ini dapat berupa area yang memanjang dalam bentuk jalur maupun berkelompok, dengan penggunaannya lebih terbuka.
Ilustrasi Piknik Ala-ala (sumber: Elina Fairytale/Pexels)
Terdapat banyak tren beredar di aplikasi Tiktok yang dapat dilakukan di taman kota, salah satu contohnya adalah konten piknik ala-ala dimana seseorang melakukan piknik dengan menggunakan barang-barang yang lucu dan aesthetic seperti di film-film. Selain itu, terdapat tren Bibimbap Picnic, dimana tren ini dilakukan dengan membuat nasi campur ala Korea saat piknik. Dan masih banyak tren lainnya seperti tren yang bisa membuat seseorang mendapat teman baru seperti picnic with stranger, hingga tren piknik bersama komunitas seperti komunitas membaca ataupun komunitas fandom tertentu. Disamping orang-orang yang datang ke taman kota untuk melakukan tren yang beredar di Tiktok, banyak juga masyarakat yang datang hanya untuk duduk santai dan melamun di sana.
ADVERTISEMENT
Urban Escape: Peran Ruang Publik Bagi Masyarakat Urban.
Beberapa ruang publik yang sangat digemari oleh warga Jakarta diantaranya adalah Hutan Kota GBK, Taman Literasi, Taman Langsat dan masih banyak lagi. Antusiasme masyarakat terhadap taman kota dapat kita lihat dari ramainya taman kota di Jakarta hingga saat ini. Di balik antusiasme tersebut, ternyata terdapat dampak yang diberikan ruang terbuka hijau (RTH). Dimana hal ini mungkin menjadi alasan ramainya kunjungan ke tempat-tempat RTH tersebut hingga saat ini.
Ilustrasi Taman Kota (sumber: Pixabay/Pexels)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koohsari et al., pada tahun 2018, mengindikasikan bahwa RTH secara alami memberikan manfaat kepada masyarakat. Ia menyebutkan bahwa RTH dapat menciptakan interaksi sosial antar masyarakat selain aktivitas olahraga dan rekreasi yang dilakukan di RTH.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tambunan, dkk pada tahun 2021, ruang publik terbukti memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengobatan gangguan kejiwaan. Penelitian tersebut juga menghasilkan faktor-faktor yang menjadi penyebab depresi di wilayah perkotaan. Berikut adalah faktor-faktor penyebab depresi masyarakat urban:
1. Terlalu Multitasking sehingga Tidak Punya Waktu untuk Memanjakan Diri ataupun Melakukan Hobi.
Seperti yang dapat kita lihat, masyarakat di perkotaan cenderung menjalani rutinitas yang sangat padat setiap harinya. Banyak pula tugas yang harus diselesaikan secara bersamaan sehingga membuat diri sendiri kurang memiliki waktu untuk memanjakan diri sendiri. Kurangnya waktu untuk beristirahat dan melakukan hobi dapat memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan psikologis.
2. Kurangnya Melihat Sesuatu yang Hijau.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti di pedesaan, perkotaan memiliki keterbatasan akses terhadap pemandangan hijau. Memandang pemandangan yang hijau telah lama terbukti memiliki efek untuk meredakan stres. Oleh karena itu, minimnya akses masyarakat urban terhadap pemandangan hijau pun juga menjadi faktor penyebab depresi masyarakat urban.
3. Kurang Olahraga
Rutinitas masyarakat urban yang padat juga menyebabkan minimnya partisipasi masyarakat urban dalam kegiatan fisik seperti olahraga. Selain memiliki pengaruh terhadap kesehatan fisik, olahraga juga memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan mental seseorang dengan merangsang pelepasan endorfin dan meningkatkan mood.
4. Sering Menyendiri
Masyarakat urban cenderung memiliki gaya hidup yang individualis, sehingga hal tersebut mungkin saja berkontribusi pada kesejahteraan psikologis masyarakat urban dimana interaksi sosial yang terbatas tentu dapat meningkatkan tingkat kesepian dan stres seseorang.
ADVERTISEMENT
5. Pola Makan yang Tidak Sehat
Di perkotaan, kita dapat menemukan restoran cepat saji dengan sangat mudah. Kebiasaan makan yang tidak sehat, seperti konsumsi makanan cepat saji atau makanan yang kurang bergizi, dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Nutrisi yang kurang baik dapat berdampak negatif pada mood dan energi, meningkatkan risiko depresi dan kecemasan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urban memiliki arti sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kota, bersifat kekotaan, atau orang yang pindah dari desa ke kota. Namun jika dihubungkan dengan gaya hidup, kaum urban adalah bagian dari masyarakat yang menjalani kehidupan yang cenderung mengikuti arus masyarakat modern di lingkungan perkotaan.
Ilustrasi Masyarakat Urban (sumber: Buro Millenial/Pexels)
Melalui identifikasi faktor-faktor ini, dapat kita lihat bahwa upaya dalam peningkatan kesejahteraan psikologis masyarakat perkotaan dapat ditingkatkan salah satunya melalui peningkatan akses terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH).
ADVERTISEMENT
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa fenomena tren healing di ruang publik tanpa sadar dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis masyarakat perkotaan.
Referensi
Pusparisa, Y. (2021, Juli 08). Jakarta Masuk Daftar 10 Kota Paling Stres di Dunia pada 2021. Katadata, 1.
Ramdeni, G. (2023). REDESAIN LANSKAP TAMAN SAMARENDAH DAN FASILITAS PUBLIK DI KOTA SAMARINDA DENGAN PENDEKATAN HEALING ENVIRONMENT (Doctoral dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
Rismawati, K. Gaya Hidup Kaum Urban Semakin Kekinian.