Konten dari Pengguna

Skincare atau Scam? Mengungkap Klaim Berlebihan Melalui Akun Dokter Detektif

Wulan Novitasari
Merupakan Mahasiswa Universitas Pakuan, Program Studi Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Pemasaran Digital
22 Januari 2025 11:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wulan Novitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri skincare dan kecantikan di Indonesia berkembang pesat. Data dari BPOM yang dikutip Kompas.id mencatat izin edar kosmetik mencapai 411.410 produk dalam lima tahun terakhir, dengan kenaikan 20,6% pada Juli 2022 dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan ini didukung oleh UMKM yang tumbuh hingga 83%. Berdasarkan Sensus 2020, 70% penduduk Indonesia adalah perempuan usia produktif (15-64 tahun), menjadikannya segmen pasar strategis. Kini, pasar kecantikan meluas ke kaum pria dan anak-anak, didorong kebutuhan akan kepercayaan diri dan penampilan optimal.
ADVERTISEMENT
Namun, tren ini juga membawa dampak negatif, termasuk standar kecantikan tinggi yang memicu konsumsi instan. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu dengan praktik overclaiming, yaitu klaim berlebihan terkait keunggulan produk. Selain menyesatkan konsumen, overclaiming berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan kepercayaan masyarakat terhadap industri. Bagaimana bahaya dan dampaknya? Mari kita bahas lebih lanjut.
FENOMENA SKINCARE DI INDONESIA
Produk skincare kini semakin marak di Indonesia. Penggunanya tidak lagi terbatas pada perempuan, tetapi juga mulai meluas ke kalangan laki-laki. Kesadaran masyarakat akan pentingnya merawat kulit menjadi faktor utama yang mendorong perkembangan ini. Akibatnya, usaha produk skincare berkembang pesat, mulai dari pengusaha kecil hingga public figure yang turut meramaikan industri ini. Jenis produk yang ditawarkan pun sangat beragam, seperti pelembap, tabir surya, face mist, sampo, sabun mandi, sabun cuci muka, scrub wajah, masker, hingga minyak ekstrak biji-bijian dengan manfaat khusus untuk kulit.
ADVERTISEMENT
Besarnya potensi pasar kecantikan membuat industri ini tumbuh subur, meskipun sayangnya masih ada pihak yang menjalankan praktik ilegal dan mengabaikan aturan. Pemerintah perlu memperketat pengawasan untuk melindungi konsumen. Tren kulit putih, cerah, dan bercahaya (glowing) yang terinspirasi dari drama Korea semakin meningkatkan minat masyarakat pada skincare. Meski sempat menurun pada awal pandemi 2020, industri ini mulai bangkit kembali sejak 2021.
Sumber Statista.com
Menurut data Statista.com, rata-rata pengeluaran konsumen Indonesia untuk skincare pada 2023 mencapai $20,2 dan diprediksi akan naik menjadi $27 pada 2024. Dengan 797 perusahaan pada 2019, termasuk Industri Kecil Menengah (IKM), penting bagi pemerintah untuk memastikan pengawasan ketat agar konsumen tetap aman dan nyaman.
MARAKNYA PRODUK SKINCARE OVERCLAIM DI INDONESIA
ADVERTISEMENT
Awal 2021, polisi menggerebek pabrik kosmetik ilegal di Jatiasih, Bekasi, karena beroperasi tanpa izin BPOM dan dikelola oleh formulator tanpa sertifikasi. Menurut laporan BPOM 2020, 19% sarana produksi kosmetik melanggar aturan, termasuk 3% menggunakan bahan berbahaya, 35% tidak memiliki izin edar, dan 62% tidak menerapkan cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB). Fenomena overclaim menjadi sorotan, terutama di kalangan akademisi. Overclaim adalah klaim berlebihan tanpa dasar ilmiah, seperti "memutihkan dalam 3 hari" atau "kulit kencang sekali pakai," yang merusak kepercayaan konsumen terhadap produk lokal. Banyak yang salah paham, overclaim bukan soal kadar bahan yang salah, tetapi produk tidak sesuai dengan komposisi yang terdaftar.
Berdasarkan penelitian kuesioner kepada 52 responden, mayoritas berusia 18–25 tahun (90,4%) dan perempuan (80,8%). Sebagian besar adalah pelajar atau mahasiswa (71,2%), dengan 88,5% rutin menggunakan skincare. Media sosial menjadi sumber utama informasi produk skincare, meskipun 61,5% responden setuju bahwa banyak produk tidak sesuai klaimnya. Konsumen kerap tergoda janji hasil instan dan label “100% alami” atau “dermatologically tested.”
Sumber : Mini riset 52 responden
Influencer berperan besar dalam memengaruhi kepercayaan konsumen terhadap brand. Konten edukasi dari figur seperti "Dokter Detektif," yang membongkar klaim produk lewat hasil uji laboratorium, memberikan perspektif baru bagi konsumen tentang transparansi dan risiko produk skincare. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi agar konsumen tidak mudah terpengaruh klaim berlebihan.
ADVERTISEMENT
PENGARUH AKUN "DOKTER DETEKTIF" TERHADAP PENGGUNA SKINCARE
Survei terhadap 52 responden menunjukkan 73,1% mengenal dokter atau ahli yang memberikan edukasi soal skincare, dan mayoritas merasa edukasi ini membantu mereka lebih selektif memilih produk. Sebanyak 92,3% mendukung perlunya peningkatan edukasi terkait overclaim produk skincare, terutama karena banyaknya klaim berlebihan yang menyesatkan. Fenomena seperti “Dokter Detektif” menekankan pentingnya transparansi brand dalam menjaga kepercayaan konsumen, sebab ketika klaim tidak sesuai kenyataan, reputasi brand dapat runtuh dan konsumen beralih ke produk yang lebih jujur.
Sumber : SproutSocial
Edukasi konsumen perlu difokuskan pada cara membaca label, memahami istilah pemasaran, dan memeriksa bahan aktif yang terbukti secara ilmiah. Gerakan skin positivity juga dapat membantu mengubah pandangan masyarakat agar mencintai kulit alami tanpa terpengaruh klaim instan. Maraknya kasus overclaim di Indonesia menimbulkan kekhawatiran karena selain merugikan, produk dengan bahan tidak terdaftar dapat berisiko fatal bagi kesehatan. Produsen diharapkan lebih bertanggung jawab, sementara konsumen perlu lebih kritis dalam memilih skincare.
ADVERTISEMENT
TIPS AGAR TERHINDAR DARI PRODUK SKINCARE OVERCLAIM
Agar terhindar dari skincare dengan klaim berlebihan, lakukan riset sebelum membeli. Pelajari kandungan dan manfaat bahan dari sumber terpercaya seperti jurnal atau situs web resmi. Perhatikan label produk untuk memastikan bahan yang sesuai dengan kebutuhan kulit Anda. Jika masih ragu, konsultasikan pilihan Anda dengan ahli kecantikan atau dermatolog.
Gunakan produk yang cocok secara konsisten untuk hasil optimal, dan hindari mudah terpengaruh oleh iklan dengan klaim berlebihan. Iklan sering menampilkan testimoni yang tidak realistis dan memancing rasa penasaran. Dengan meningkatkan pengetahuan tentang skincare, Anda dapat menjaga kulit tetap sehat dan terawat tanpa risiko dari produk yang tidak jelas keamanannya.