Konten dari Pengguna

Arum dan Jeruk Nipis

Wuryanti Sri
Ibu rumah tangga dan pemerhati pendidikan yang gemar menulis
17 Desember 2021 21:55 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wuryanti Sri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jeruk Nipis, Sumber : Dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Jeruk Nipis, Sumber : Dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Hari menjelang sore ketika hujan reda. Perasaan Nenek tak menentu karena Arum belum pulang. Ada apa dengan anak ini? Bukankah tadi sudah membawa payung? Bisik hatinya. Berulang kali menengok kiri kanan barangkali cucunya sedang bercanda seperti biasanya. Di teras yang setengah basah usai hujan, dia duduk kembali menunggu Arum dengan sabar.
ADVERTISEMENT
Arum merupakan harta paling berharga baginya. Tak mampu membayangkan seandainya ia tak memiliki Arum, satu-satunya cucu yang cantik, cerdas dan penurut bila dinasehati. Wajahnya selalu tersenyum dan senyum inilah yang membuat nenek merasa bahagia memilikinya. Apapun akan ia lakukan demi masa depan Arum.
Bencana longsor beberapa tahun lalu adalah momen sejarah di mana kedua mahluk beda usia, Nenek dan Arum, seakan memiliki nyawa rangkap. Mereka selamat dan diungsikan ke desa yang lebih aman dari kemungkinan bencana longsor susulan. Karena banyaknya korban jiwa dalam bencana kala itu sehingga ada beberapa korban yang tidak terdata dengan tepat.
*
Sabtu pekan lalu Arum mohon ijin pada Nenek, mengantarkan sekantong plastik jeruk nipis ke warung sate kambing Pak Haji Brewok depan pasar. Berapa pun jeruk nipis yang dibawa Arum pasti dibelinya demi pelanggan yang memesan es jeruk atau jeruk hangat.
ADVERTISEMENT
Hari itu warung pak Brewok ramai sekali pengunjung yang makan di tempat maupun yang minta dibungkus. Hampir semua kursi terisi. Ada yang pesan gulai, sate, tongseng, tengkleng atau hanya sekadar minum. Warung olahan berbahan dasar kambing milik Pak Haji Brewok ini paling kondang sekota kecamatan.
Ketika Arum mohon diri dari warung usai menerima beberapa lembar rupiah dari pak Brewok, tampak salah seorang pengunjung warung yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Arum. Wanita cantik yang belakangan diketahui bernama Lana termasuk langganan baru di warung itu.
Biasanya dua minggu sekali Lana datang dengan ditemani seorang sopir bernama Parjo. Kadang Parjo yang makan sendirian sedangkan Lana hanya minum jeruk hangat sesekali ambil pisang goreng yang tersedia di masing-masing meja.
ADVERTISEMENT
Tidak jauh dari warung akan didirikan sebuah klinik kecantikan dan spa yang masih dalam proses penyelesaian. Meskipun hanya di kota kecamatan, spa dan klinik kecantikan juga sangat dibutuhkan masyarakat sekitar selain klinik kesehatan. Khususnya bagi kaum wanita, kesehatan dan kecantikan tak bisa diabaikan begitu saja.
Sebagai dokter spesialis kulit, Lana tak ingin kehilangan kesempatan ketika ada sebidang tanah yang dijual, segera ia beli. Demi karier dan masa depan ia tak ragu dengan gagasannya mendirikan klinik. Parjo, selain sebagai sopir juga dipercaya mengurus berbagai hal yang ada hubungannya dengan pembangunan klinik.
Arum masih berdiri di emperan warung sambil menunggu hujan benar-benar mereda. Dia tidak sadar dan terkejut ketika tiba-tiba Lana sudah berada di sampingnya.
ADVERTISEMENT
"Lho, masih di sini, siapa namamu, Nak?" Lana mendekat menyentuh pundak Arum sambil tersenyum ramah.
"Arum," jawabnya singkat.
Lana terkesiap mendengar nama itu, namun dia berusaha sebisa mungkin untuk menahan gemuruh di dadanya. Lana tak ingin membuat Arum curiga atau takut. Gejolak dalam batinnya masih bisa ia tutupi dengan senyuman.
Arum juga menyunggingkan senyum, ada binar ceria di wajahnya. Dia membayangkan esok hari bisa membeli sepasang kaus kaki baru dengan uang dari hasil menjual jeruk nipis. Kaus kaki yang lama sudah tidak layak alias sobek di bagian kedua tumitnya.
"Oh iya, minggu depan kalau masih banyak jeruknya, tante mau beli semuanya, boleh?" tanya Lana hati-hati sambil mengamati wajah gadis cilik delapan tahun itu dengan seksama.
ADVERTISEMENT
Ketika mengatakan itu sebenarnya Lana hampir tak bisa menguasai perasaannya setelah melihat ada tanda lahir di pelipis kiri Arum. Sebuah tompel warna coklat gelap selebar daun kelor.
Ya, tanda lahir itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang dan hampir saja ia menjerit. Sesaat ia pun mampu menguasai keadaan karena sadar ia masih berada di depan warung Pak Brewok. Dalam hati ia ingin lebih lama berdialog dengan Arum tapi urung karena masih ada urusan yang harus segera ia selesaikan di hari itu.
"Jangan lupa, tante tunggu di warung ini minggu depan ya, ini ada sedikit dari tante buat beli es krim, terimalah."
Lana menyelipkan selembar warna merah ke tangan mungil Arum yang tampak terkejut. Otak cerdasnya bekerja dan ingat pesan Nenek bahwa harus hati-hati dengan orang asing. Melihat wajah Lana yang teduh, Arum hanya mampu mengangguk sambil mengucap terima kasih dengan lirih hampir tak terdengar.
ADVERTISEMENT
Tak hanya menatap wajah Lana yang cantik dan mulus, Arum bahkan sempat melihat gigi gingsul wanita itu ketika tersenyum manis di hadapannya. Sesaat kemudian hujan reda dan mereka pun berpisah. Lana menuju mobil dan tak lupa melambaikan tangan masih dengan senyum manisnya. Arum membalas hingga mobil itu tak terlihat, baru ia turunkan tangannya.
Sambil berlari kecil Arum pulang. Dalam benaknya hanya ada satu. Dia ingin membawa jeruk nipis sebanyak-banyaknya minggu depan untuk tante Lana yang baru ia kenal tapi ada perasaan aneh ingin segera bertemu lagi. Tak peduli tangan mungilnya tergores duri yang ada di pohon saat membantu nenek mengambil jeruk yang sudah waktunya dipanen.
Sesampai di rumah ia ceritakan semuanya pada Nenek. Pertemuannya dengan Lana, wanita cantik nan anggun dan tutur katanya begitu lembut. Wajahnya tampak sumringah dan berseri-seri kala bercerita pada Nenek. Demi tidak merusak kebahagiaan cucunya, Nenek menyimak cerita sambil tersenyum meski hatinya bergolak seakan ada sinyal yang mengingatkan agar siap dengan apa yang akan terjadi.
ADVERTISEMENT
Udara yang amat dingin usai hujan deras membuat Arum tak mampu menahan kantuk. Ia meringkuk di dipan tua berselimut
selembar jarik usang milik Nenek. Wajahnya bening tanpa ada guratan keletihan beban hidup. Guling yang sudah sedikit kempes itu ia peluk erat seakan tak ingin ia lepaskan.
Sejak bayi kecantikan Arum sudah tampak. Kulitnya putih, bersih dan bercahaya. Bulu matanya yang lentik menambah kesempurnaan paras cantiknya. Rambutnya yang hitam legam dibiarkan panjang, Nenek tak ingin memotongnya. Kadang dikepang dua lain waktu diikat ekor kuda. Nenek yakin kecantikan Arum merupakan perpaduan dari kedua orang tuanya yang memang tampan dan jelita.
*
Seorang pembalap bernama Ardie dan Lana Ummiyana telah resmi bertunangan sebulan usai Lana ujian akhir SMA. Sebagai orang tua tunggal setelah istrinya berpulang, Pak Broto ingin putri satu-satunya menuntut ilmu setinggi mungkin dan cita-cita Lana untuk menjadi dokter mendapat dukungan penuh dari sang ayah.
ADVERTISEMENT
Banyak rencana dan harapan yang ingin dicapai Lana dan ayahnya, namun kenyataan bicara lain. Lana sudah kuliah di Fakultas Kedokteran saat Ardie sang kekasih mengalami kecelakaan fatal dalam sesi latihan di sebuah sirkuit dan meninggal. Lana sangat berduka. Demikian juga sang ayah dan seluruh keluarga Ardie.
Kepada Mbok Suti, Lana selalu menumpahkan kepedihan hatinya. Mbok Suti pula yang sehari-hari menemani Pak Broto dan Lana. Dia sangat setia dan sudah dipercaya keluarga sejak Lana kecil. Melihat Lana selalu murung sejak kepergian Ardie untuk selamanya, Pak Broto hanya bisa berharap putrinya tabah dan tegar lalu kembali aktif di kampus. Beberapa hari Lana menolak makan hingga akhirnya jatuh sakit.
Hari-hari Lana masih dilalui dalam kesedihan. Mbok Suti satu-satunya orang yang sangat mengerti akan keadaannya. Atas dukungan Mbok Suti yang tak pernah lelah memberinya semangat, pelan-pelan Lana bangkit dari kedukaan panjang. Demi cita-citanya menjadi dokter, cobaan berat pun ia hadapi.
ADVERTISEMENT
*
Nenek masih di serambi dan tak mau masuk ke rumah sebelum melihat Arum pulang dengan selamat. Mulutnya komat-kamit merapal doa mohon keselamatan gadis kecil yang akan menjadi tumpuan harapan di hari tuanya. Dia juga berdoa semoga suatu hari Arum bertemu dengan ibunya yang setelah bencana longsor itu mereka kehilangan kontak. Mungkin mengira Arum dan Neneknya termasuk korban yang tewas.
Hampir saja Nenek berniat menyusul Arum ketika dari ujung jalan terlihat mobil warna putih mendekat dengan laju pelan dan berhenti persis di depan rumah. Nenek tampak bingung dan terkejut. Arum turun dari mobil tersebut sambil berteriak memanggil-manggil Nenek, diikuti sesosok wanita cantik yang sudah sangat ia kenal. Arum berlari dan menghambur ke pelukan nenek.
ADVERTISEMENT
Meskipun sudah berumur, Nenek masih bisa mengenali siapa yang datang bersama sang cucu. Sedetik kemudian mereka bertiga berpelukan erat. Nenek yang tak lain adalah Mbok Suti menangis sesenggukan tak mampu berkata-kata. Demikian juga Lana, tangisnya pecah karena bahagia. Lana yang dulu nyaris bunuh diri lantaran tak kuat menanggung sedih dan malu, menerima sumpah Mbok Suti yang bersedia merawat buah cintanya dari Ardie, kekasih yang telah berpulang lebih dahulu.