news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Diam, Jika Tak Mampu Berkata Baik

Wuryanti Sri
Ibu rumah tangga dan pemerhati pendidikan yang gemar menulis
Konten dari Pengguna
27 September 2021 19:51 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wuryanti Sri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana PKK, Sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Suasana PKK, Sumber : Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Hari Ahad yang sangat cerah membuat ibu-ibu se-RT tempatku tinggal bersemangat hadir di kumpulan arisan PKK. Hampir semua ibu di segala usia ada. Dari pengantin baru sampai nenek-nenek, semua aktif berkumpul membahas isu-isu terkini yang berhubungan dengan dunia wanita.
ADVERTISEMENT
Pertemuan ibu-ibu PKK yang berlangsung dua pekan sekali ini, mempertemukan antara yang muda dengan seniornya. Pada saat jam istirahat di tengah-tengah acara, selalu ada obrolan dari antar ibu seperti kebanyakan pertemuan-pertemuan di tempat lain.
Tidak akan menjadi masalah jika obrolan itu mengandung hal-hal yang positif. Meskipun sudah sering disinggung dan diingatkan bahwa hendaklah berpikir dulu sebelum berkata-kata, namun masih selalu ada ucapan yang membuat hati yang lain kurang berkenan. Dengan karakter beragam dari sejumlah ibu, kita dituntut untuk tidak baperan, gumunan maupun kagetan. Terlebih bila berhadapan dengan ibu yang suka julid dan nyinyir.
Seperti kejadian kemarin, ada seorang nenek yang berkomentar kurang enak di telinga. Bukan hanya di telinga orang yang dituju tapi juga di telinga siapa pun yang mendengarnya, termasuk aku. Dia berkata yang menurutku tanpa dipikir dulu, asal mangap.
ADVERTISEMENT
Secara kebetulan duduk di sampingku seorang ibu muda, Mbak Tien namanya yang enam tahun menikah belum dikaruniai momongan. Ini jelas bukan salahnya atau salah suaminya.
"He, Tien, badanmu dikurusin dulu, kalau masih gemuk seperti ini ya kamu bakalan sulit punya anak," tiba-tiba si nenek berkata dengan entengnya di depan banyak orang.
Seolah tak ada beban dan terlihat roman puas setelah mengucapkan itu. Tak sadarkah si nenek bahwa kata-katanya mengandung belati yang habis diasah? Astagfirullah.
Kulirik sekejap bagaimana warna muka Mbak Tien. Jujur, aku tak sampai hati. Ingin rasanya membalas kata-kata si nenek dengan yang lebih pedas tapi itu tidak akan menyelesaikan masalah. Sambil menunduk, tangan Mbak Tien sempat meremas tanganku dengan kuat menunjukkan bahwa ada yang menggores di hatinya.
ADVERTISEMENT
Berucap adalah hak setiap orang, namun adab berucap harus kita pegang teguh. Kalau kita masih diberi kemampuan untuk berkata-kata dengan baik dan bijak, mengapa tidak kita tinggalkan saja kata-kata yang menyakitkan? Atau diam akan lebih aman untuk semuanya.
Mengucapkan kalimat yang baik akan berdampak membawa kebaikan bagi diri dan pendengarnya. Maka teruslah berbuat baik karena kebaikan itu menular.