Ketika Pandemi Hadir dan Pentas Seni Minggir

Wuryanti Sri
Ibu rumah tangga dan pemerhati pendidikan yang gemar menulis
Konten dari Pengguna
23 Desember 2021 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wuryanti Sri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Instrumen musik, Sumber : Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Instrumen musik, Sumber : Pexels
ADVERTISEMENT
Aku bersyukur memiliki darah seni yang mengalir deras di tubuhku dari bapak ibu dan kakek nenek. Selain dikaruniai piawai dalam berkesenian, mereka juga berprofesi sebagai pendidik hingga akhir hayat. Meskipun ijazah terakhirku sebagai guru namun menjadi seniman musik adalah panggilan jiwaku.
ADVERTISEMENT
Studio musik mini sempat kumiliki secara mandiri ketika hampir setiap hari ada acara manggung sebelum pandemi. Ini membuatku makin semangat berkarya sekaligus semangat memupuk ketrampilan diri yang sudah ada sehingga seni musik merupakan lautan harapan yang mesti kuarungi lebih dalam.
Sebagai pemain organ tunggal, aku sering menolak order pentas di musim hajatan baik pernikahan maupun khitanan karena aku hanya bisa pentas maksimal tiga lokasi setiap hari. Lebih dari itu bila jadwal pentas di hari yang sama, pasti ada yang aku tolak. Aku yakin dalam hal ini selalu ada campur tangan-Nya dan rejeki ini harus kusyukuri.
Tak ada satu pun makhluk di bumi ini tahu, apa yang terjadi esok hari meski tanda-tanda menuju ke sana sudah ditunjukkan secara jelas atau samar-samar. Di puncak pentas organ tunggal yang terbilang laris, ada saat aku terpaksa berhenti pelan lalu total ketika pandemi melanda negeri. Hampir dua tahun aku 'diam' di rumah dan tidak ada alunan organ tunggal karena dilarang ada berbagai pentas atau hajatan yang digelar.
ADVERTISEMENT
Aku tidak putus asa karena yakin ada hikmah di balik semua ini dan yakin rejeki ada yang mengatur bila kita mau berusaha menjemputnya. Atas kemurahan hati dan doa-doa ampuh dari seorang keramat yang kusebut Ibu, aku bangkit. Aku lengkapi studio musik mini yang aku punya dengan tambahan beberapa instrumen musik dari tabunganku yang ada ditambah tabungan pensiun ibuku.
Selama libur dari pentas organ tunggal aku membuka les musik di rumah dan ternyata banyak yang berminat terutama adik-adik pelajar tingkat SMA ke bawah. Satu-satunya insan manusia yang peduli di saat aku jatuh adalah ibuku. Dia makhluk lembut namun gigih yang kumiliki. Dia penolongku sebagai penerus tangan-Nya yang selalu mendengar doa-doa hamba-Nya. Ibuku mutiaraku. Ibu Pahlawan Kehidupan.
ADVERTISEMENT