Seribu Malu Ditebus Ibu

Wuryanti Sri
Ibu rumah tangga dan pemerhati pendidikan yang gemar menulis
Konten dari Pengguna
20 Desember 2021 22:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wuryanti Sri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Malu, sumber : Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Malu, sumber : Pexels
ADVERTISEMENT
Hari itu puncak ujian yang harus kujalani. Hanya ada dua pilihan antara diam bersabar atau pergi jauh, bila perlu tak usah kembali. Pilihan terakhir semakin menunjukkan bahwa aku pengecut, tidak ksatria dan lari dari tanggung jawab. Sedangkan untuk memilih yang pertama aku butuh kekuatan dan dorongan semangat yang membara.
ADVERTISEMENT
Semua berawal dari kelalaian dan kebodohan diri sendiri yang merasa jemawa mampu mengatasi masalah tanpa melibatkan orang lain. Padahal realitanya tidak sesederhana itu. Bahkan aku sempat yakin bahwa jalan yang aku tempuh ini tak banyak diketahui orang termasuk keluargaku sendiri, ibu dan adikku.
Sebenarnya masih ada sejumlah rasa malu ketika kuceritakan peristiwa yang menimpaku beberapa bulan lalu. Malu lantaran kecerobohanku dan kebodohanku yang tak mampu bersabar sehingga akal sehatku tidak kumaksimalkan dalam berfikir.
Selama sebulan penuh aku benar-benar stres. Setiap hari selalu diteror pagi siang malam lewat gawai dengan nomor peneror yang tidak sama. Aku dipermalukan dengan menyebut predikat-predikat buruk ke semua orang yang ada nomor kontaknya di gawaiku. Bila mungkin, ingin rasanya kukelupas kulit mukaku saking tak kuat menahan malu dan marah.
ADVERTISEMENT
Tiap hari yang kurasakan hanya rasa sesal campur malu yang tak terkira. Syukurlah aku masih memiliki seseorang yang kuat dan kokoh bagai karang di lautan. Kepada dia kutumpahkan segala gundah, gelisah dan minta maaf atas segala salah yang mungkin selama ini tak kusadari dan akhirnya membawaku dalam pusaran kemelut hidup tanpa henti.
Dia adalah ibuku. Dia yang merangkulku di saat tatapan-tatapan sinis tertuju padaku. Dia yang pasang badan ketika teror demi teror makin menjadi dan bertubi-tubi. Tak hanya harta benda yang tinggal beberapa, tapi nyawanya pun ia gadaikan demi menyelamatkan aku. Dia rela dan ikhlas menebus seribu rasa malu yang mengisi hari-hariku.
Aku bersyukur masih memiliki insan keramat, Ibu. Dengan doa-doa dan dorongan semangat darinya, telah berhasil memompa energiku untuk bangkit kembali dari keterpurukan dan menyadarkanku dari sejumlah kealpaan. Sampai kapanpun kasih ibu tak kan lekang oleh waktu. Dialah pahlawanku, dalam ridlonya ada ridlo Allah untukku. Di situasi apa pun, ini nyata dan harus kuakui, Ibu Pahlawan Kehidupan. Dia selamatkan aku dari pusaran pinjaman online.
ADVERTISEMENT
(Sebagaimana diceritakan oleh seorang pemuda kepada penulis yang karena satu dan lain hal telah terlibat dalam kejamnya pinjaman online).