Konten dari Pengguna

Kabinet Baru Presiden Terpilih, Bagaimana Nasib Kelapa Sawit Indonesia?

Wahyu Wulandari
Peneliti di Center of Muslim Politics and World Society (COMPOSE) Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Mahasiswa S2 Ilmu Politik, Universitas Islam Internasional Indonesia
15 November 2024 13:49 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menetapkan kabinet baru yang terdiri dari 48 Kementerian yang tergabung dalam kabinet merah-putih periode 2024-2029. Dalam konteks ini, tentu perhatian public akan semakin tertuju pada bagaimana cabinet baru yang telah terbentuk ini mampu menangani isu-isu penting, termasuk isu kelapa sawit Indonesia. Isu kelapa sawit di Indonesia telah mengalami perjalanan yang panjang dan masih hangat untuk terus dibicarakan hingga saat ini. Isu ini menjadi penting sebab tidak hanya beririsan dalam konteks masyarakat lokal namun juga global dan menyentuh beberapa aspek termasuk aspek ekonomi, sosial, hingga kebijakan.
ADVERTISEMENT
Mengapa Kelapa Sawit Begitu Penting Bagi Indonesia?
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama Indonesia yang telah memberikan kontribusi significant terhadap perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, selama dua dekade, Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia dan memegang peranan penting dalam industri global. Jika diakumulasikan, Indonesia tercatat sebagai produsen minyak sawit dunia tertinggi dengan produksi sekitar 45,58 juta ton pada tahun 2022, disusul oleh Malaysia dengan produksi sekitar 18,45 juta ton (Statista, 2023) dan menghasilkan lebih dari 83% minyak sawit dunia.
Disisi lain, dalam beberapa tahun terakhir, sektor ini telah menjadi penyumbang utama devisa negara melalui ekspor, menciptakan jutaan lapangan kerja, dan memberikan penghidupan bagi banyak petani kecil. Pada tahun 2021, Indonesia mengekspor setidaknya sekitar 34,2 juta ton minyak sawit, meningkat 0,6% dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar 34 juta ton. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor minyak sawit pada tahun 2019 sebesar USD 20,21 miliar, meningkat menjadi USD 22,96 miliar pada tahun 2020, dan mengalami peningkatan signifikan menjadi USD 36,21 miliar pada tahun 2021. Bahkan, pada tahun 2021, industri kelapa sawit Indonesia berhasil mencapai perolehan devisa tertinggi dari ekspor minyak sawit.
ADVERTISEMENT
Menurut data PASPI (2021), devisa yang diperoleh dari ekspor minyak sawit terutama berasal dari dua sumber, yaitu ekspor langsung minyak sawit dan produk turunannya oleh industri hilir dalam negeri, dan penghematan dari impor bahan bakar diesel fosil karena penggunaan biodiesel berbasis minyak sawit produksi dalam negeri yang semakin banyak diproduksi sesuai dengan kebijakan mandatori biodiesel. Ragam produk yang ditawarkan meliputi CPO, minyak sawit olahan, oleokimia, dan biodiesel.
Jika disimpulkan, secara umum industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi, antara lain dengan meningkatkan ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan ekonomi masyarakat di berbagai tingkat, mulai dari tingkat lokal atau desa hingga tingkat daerah, nasional, bahkan global. Dampak positif industri kelapa sawit terhadap ketahanan ekonomi dapat dilihat dari peningkatan pendapatan petani, perkembangan ekonomi di desa-desa, pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB), dan nasional (PDB), serta pendapatan negara-negara yang mengimpor minyak sawit. Bagi Indonesia, sektor kelapa sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar, baik melalui ekspor produk kelapa sawit maupun penghematan devisa dari pengurangan impor bahan bakar minyak berkat penggunaan biodiesel berbasis kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Namun, keberlanjutan industri ini sering dipertanyakan seiring dengan meningkatnya kesadaran global akan dampak lingkungan dari praktik pertanian yang tidak ramah. Deforestasi yang terjadi untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan hilangnya habitat alami, berkontribusi pada perubahan iklim, dan mengancam keberadaan spesies yang terancam punah. Oleh karena itu, di tataran global, industri kelapa sawit seringkali menghadapi tekanan untuk memenuhi standar keberlanjutan internasional, salah satunya dari uni eropa.
Uni Eropa misalnya mengeluarkan larangan penggunaan biodiesel berbahan dasar minyak kelapa sawit karena dinilai masih menimbulkan banyak masalah, tidak hanya deforestasi tetapi juga terkait dengan masalah yang berkaitan dengan pekerja anak, pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi. Salah satu regulasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa adalah European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-undang Antideforestasi Uni Eropa (UE). Aturan yang diterbitkan sejak Mei 2023 ini akan mulai efektif berlaku pada 30 Desember 2024. UU tersebut mewajibkan bahwa semua produk yang masuk ke pasar Uni Eropa harus bebas dari risiko deforestasi dan degradasi lahan, yang harus dibuktikan melalui mekanisme due diligence atau uji tuntas. Produk yang tercakup dalam regulasi ini meliputi kelapa sawit, daging, kopi, kayu, kakao, karet, kedelai, serta produk-produk turunannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini jelas memberikan tekanan tambahan bagi industri kelapa sawit Indonesia, yang selama ini sering disorot terkait praktik deforestasi yang terjadi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Dengan diberlakukannya EUDR, Indonesia perlu meningkatkan langkah-langkah keberlanjutan di sektor kelapa sawit jika ingin mempertahankan akses pasar di Uni Eropa, yang merupakan salah satu tujuan utama ekspor produk kelapa sawit.
Harapan dan Tantangan Bagi Kabinet Merah-Putih
Seiring dengan terbentuknya kabinet baru, penting untuk mempertimbangkan kebijakan yang akan diambil dalam menghadapi berbagai tantangan di atas. Salah satunya ialah bagaimana kabinet baru Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan regulasi internasional yang semakin ketat terhadap praktik deforestasi, seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Meskipun, jika kita soroti bersama, Presiden terpilih Prabowo Subianto beberapa bulan lalu mengeluarkan statement yang menyatakan keberyukurannya jika Uni Eropa memboikot kelapa sawit Indonesia. Prabowo justru berterima kasih dengan larangan masuknya kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa. Dengan begitu, akan tercipta swasembada energi, termasuk dari kelapa sawit. “Kalian mau larang, kalian larang kelapa sawit kita masuk ke Eropa, saya katakan thank you very much, terima kasih. Kami akan gunakan kelapa sawit kami untuk kepentingan rakyat kami, kami akan swasembada energi,” ujar Prabowo dalam acara Penutupan Kongres PAN 2024, Minggu (28/8/2024). Menurut Prabowo, setidaknya ada dua kunci yang harus dipegang Indonesia, yaitu pangan dan energi. Dia menekankan Indonesia tidak perlu risau jika sudah menggunakan dua kunci itu.
ADVERTISEMENT
Pernyataan di atas tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Jika Indonesia memilih untuk tidak menjual kelapa sawit ke uni eropa, besar kemungkinan Indonesia akan kehilangan pasar utama premium, yang berarti akan terjadi penurunan ekonomi dalam sektor kelapa sawit Indonesia. Kehilangan akses ke pasar ini bukan hanya berdampak pada pendapatan negara, tetapi juga pada jutaan petani kecil yang bergantung pada industri ini untuk penghidupan mereka. Tentu saja hal demikian membutuhkan pertimbangan yang bijak.
Selain itu, banyak negara dan organisasi mengharapkan Indonesia untuk mengambil langkah proaktif dalam mengatasi isu-isu lingkungan yang terkait dengan kelapa sawit. Deforestasi yang terjadi secara significant telah menimbulkan berbagai masalah hingga konflik masyarakat lokal yang kerap kali timbul akibat perebutan lahan. Tentu saja, ini bukan hanya tentang mempertahankan akses pasar, tetapi juga tentang tanggung jawab moral terhadap masyarakat dan planet ini. Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk melakukan dialog dengan masyarakat lokal dan stakeholder terkait untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan mereka.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tantangan ini juga bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen terhadap praktik pertanian berkelanjutan. Kabinet baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto diharapkan dapat memainkan peran penting dalam mendukung kebijakan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan. Misalnya, dengan memperkuat regulasi yang mendukung praktik pertanian berkelanjutan dan meningkatkan sertifikasi seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia bahwa produk kelapa sawitnya memenuhi standar keberlanjutan yang diharapkan dapat memenuhi persyaratan pasar global yang ramah lingkungan.
Selanjutnya, penting bagi kabinet baru untuk mengedepankan kebijakan yang berfokus pada praktik pertanian berkelanjutan. Ini bisa meliputi pengembangan program rehabilitasi lahan yang terdegradasi dan penguatan hak-hak masyarakat lokal yang terdampak oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit. Selain itu, peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan bagi petani kecil tentang praktik pertanian yang ramah lingkungan juga sangat krusial untuk dilakukan. Dengan demikian, komunitas lokal dapat lebih berdaya dan berkontribusi pada industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kabar tentang kabinet baru dan keputusan yang akan diambil sangat dinantikan. Sebagai produsen terbesar kelapa sawit di dunia, Indonesia memiliki kesempatan untuk memimpin dalam transisi menuju industri yang lebih berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan ekonomi tetapi juga berkontribusi pada perlindungan lingkungan dan keadilan sosial.
Memasuki periode baru pemerintahan, harapan masyarakat adalah bahwa kebijakan yang dihasilkan akan mencerminkan komitmen untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dengan cara yang komprehensif dan inklusif. Komitmen terhadap keberlanjutan harus menjadi prioritas, dengan langkah-langkah yang jelas untuk meminimalkan dampak negatif dari industri kelapa sawit. Kebijakan yang berfokus pada praktik pertanian berkelanjutan, rehabilitasi lahan yang terdegradasi, dan penguatan hak-hak masyarakat lokal akan menjadi langkah penting untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
ADVERTISEMENT