Bagaimana Pengaruh Influencer Terhadap Masyarakat dan Kebijakan Pemerintah?

Muhammad Abdul Latif
Mahasiswa FIA UI
Konten dari Pengguna
10 Desember 2021 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Abdul Latif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi yang pesat dan berskala besar mendorong percepatan perubahan dan dinamika di era globalisasi. Robert Keohane dan Joseph Nye (2000) mengatakan bahwa pertukaran informasi, ide, dan pola budaya lainnya menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih dalam. Lebih cepat artinya teknologi dapat mengadaptasi atau menjembatani penyampaian pesan atau informasi agar lebih cepat. Lebih murah berarti akses informasi menjadi lebih murah dan lebih murah karena peralatan atau teknologi elektronik dan pendukungnya lebih murah. Lebih dalam berarti semakin banyak peserta yang terlibat dalam mendukung kehidupan global. Karena ini terjadi, beberapa aktor yang memainkan peran penting disebut Influencer.
ADVERTISEMENT
Hariyanti dan Wirapraja (2018) mengungkapkan bahwasannya Influencer adalah individu atau tokoh masyarakat di media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau berbeda, dan apa yang mereka katakan akan mempengaruhi pola perilaku pengikut. Saat ini, kehidupan selebriti internet tidak luput dari perhatian banyak orang, terutama pengguna media sosial. Sejak beberapa aplikasi media sosial muncul hari ini, Influencer tampaknya menjadi trend-setter bagi kaum milenial. Betapa tidak, dengan followersnya yang banyak Influencer bisa mempengaruhi perilaku banyak orang pada hal-hal tertentu.
Munculnya interaksi antara followers dan Influencer merupakan komunikasi yang terjalin secara konsisten karena pengaruh Influencer sesuai dengan reputasi yang diberikan. Tiga aspek dapat dilihat dari perspektif Influencer, yaitu Reach, yang menunjukkan jumlah pengikut yang dimiliki Influencer. Lalu ada resonansi, yang menunjukkan seberapa besar para pengikut berpartisipasi dalam konten yang ditampilkan oleh Influencer, seperti bagaimana para pengikut secara aktif membagikan konten yang ditampilkan oleh Influencer. Aspek terakhir adalah relevansi, yang menggambarkan kesamaan antara nilai-nilai yang diyakini oleh Influencer dengan citra merek produk. Mengingat nilai, budaya, dan demografi yang sama dengan target audiens merek, kesamaan ini juga dapat berupa konten yang ditampilkan oleh Influencer (Solis 2012). Melalui ketiga aspek tersebut, kita dapat melihat bahwa Influencer memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memandu opini dan sikap pengikutnya secara online melalui media sosial. (Evelina dan Handayani, 2018).
ADVERTISEMENT
Lalu apa hubungannya dengan pemerintah dan kebijakannya?
Dampak dari Influencer membuat mereka dipandang pemerintah sebagai mitra atau sebagai sarana baru untuk mengkomunikasikan kebijakan mereka, termasuk yang diterapkan selama pandemi. Mengingat para Influencer saat ini sering terlibat dalam sistem politik kontemporer, fenomena ini sangat menarik. Sederhananya, David Easton (1965) menggambarkan proses kebijakan sebagai sistem politik. Skema yang dijelaskan Easton dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan adalah input-process-output-feedback. Intinya, Influencer bisa menjadi partisipan dalam proses input dan feedback dalam proses pengambilan keputusan. Proses memasukkan (input) yang dipaparkan oleh Etson terdapat istilah support dan demands yang muncul dari publik untuk menekan pemangku kepentingan terkait agar menghasilkan sebuah keputusan atau kebijakan yang ideal.
ADVERTISEMENT
Influencer menjadi aktor yang dapat menyuarakan kepentingan masyarakat yang berupa support dan demands tanpa kecenderungan untuk condong terhadap apapun selain sebagai penyampai aspirasi bagi masyarakat dan bersikap netral. Tentu saja dengan cara mereka sendiri, seperti menggunakan kreativitas dan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas. Cara yang digunakan oleh para Influencer yang tergolong lebih segar pasti akan berbeda dengan cara yang digunakan oleh para akademisi atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang pada umumnya juga berpartisipasi dalam proses input yang sama.
Influencer kemudian berperan dalam proses feedback yaitu sebuah proses politik di mana kebijakan diawasi, dievaluasi, dan dikaji oleh para pemegang kepentingan sesuai otoritasnya masing-masing agar pelaksanaan sebuah keputusan atau kebijakan dapat berjalan lebih baik untuk periode berikutnya. Peran Influencer dalam hal ini adalah sebagai wujud ekspresi dari masyarakat atas kepuasan dan tidaknya terhadap sebuah hasil keputusan politik.
ADVERTISEMENT
Saat ini demokrasi modern atau politik kontemporer dianggap terlalu didominasi oleh kepentingan pasar, sehingga Influencer dapat menjadi sumber kekuatan baru bagi masyarakat dalam merepresentasikan sikap politik masyarakat. Dengan kekuatan dalam membangun opini dan mempengaruhi sikap pengikutnya yang besar, Influencer sebagai bagian dari civil society akan berperan dalam mewujudkan tatanan politik yang ideal bersama dengan government dan private sector. Dalam menjalankan perannya sebagai civil society, Influencer dapat menjadi penghubung terjadinya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat untuk membahasakan ulang program pemerintah dan agenda pemerintah agar menjadi lebih mudah diterima, dan dipahami.
Besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh Influencer kepada masyarakat sudah saatnya para Influencer memupuk rasa empati terhadap setiap konten yang mereka buat. Dengan menciptakan sesuatu yang benar-benar berkontribusi pada kepentingan masyarakat, tidak semata-mata demi popularitas dan kepentingan pribadi. Sehingga paraa Influencer layak untuk dianggap sebagai salah satu aktor penting baru yang berintegritas dalam tatanan sistem politik di era digital saat ini. Selain itu, masyarakat Indonesia juga perlu menguasai wawasan literasi digital, yaitu sebuah wawasan yang mampu membimbing pengguna teknologi informasi atau elektronik untuk mendapatkan manfaat dari media dan mengurangi resiko negatifnya media digital.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Easton, David. 1965. A Systems Analysis of Political Life. New York: Wiley
Evelina, L. W. dan F. Handayani.2018. Penggunaan Digital Influencer dalam Promosi Produk (Studi Kasus Akun Instagram @bylizzieparra). Warta ISKI. Vol 01 (01): 71-82
Solis, B. 2012. The Rise of Digital Influence. Diakses dari https://techcrunch.com/ pada 10 Januari 2019 pukul 20.41 WIB.