Negara Yang Bukan Bid'ah

Yahya Cholil Staquf
Katib 'Aam PBNU & Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Mantan Juru Bicara Presiden KH. Abdurrahman Wahid.
Konten dari Pengguna
4 Maret 2017 20:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yahya Cholil Staquf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Negara Yang Bukan Bid'ah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kita tidak tahu, apakah Raja Salman bin Abdul Aziz itu penganut Salafisme Wahabi atau tidak, atau sejauh mana ia berkehendak mengadopsi dan mengamalkan ajaran-ajaran dari faham tersebut. Yang jelas, logika Salafisme Wahabi pasti: pertama, tidak mengijinkan pemisahan kepemimpinan agama dari kepemimpinan politik; kedua. memandang bentuk Negara-Bangsa (Nation-State) seperti yang kita miliki saat ini sebagai bid'ah.
ADVERTISEMENT
Maka, kita bisa menjangka bahwa eskatologi Salafisme Wahabi pada ujungnya akan meminta umat Islam seluruh dunia memilih antara dua: pertama, mengakui Raja Saudi Arabia sebagai "Imam 'Adhiim", Imam Besar umat Islam seluruh dunia, baik dalam urusan keagamaan maupun politik; atau, kedua, masuk dalam golongan yang diperangi apabila syarat-syarat perang telah terpenuhi.
Umat Islam Indonesia mempunyai pilihan ketiga, yaitu, mengikuti ijtihad Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang telah menetapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan bersendikan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai negara yang sah sesuai syari'at Islam serta wajib ditaati dan dibela dengan jiwa-raga.