Drama Video Assistant Referee Tandai Era Baru dalam Sepak Bola

Yan Adhiksa Sasono
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
22 Januari 2021 7:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yan Adhiksa Sasono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Video Assistant Referee atau sering disebut VAR adalah teknologi terbaru di dunia sepak bola yang menjadi asisten wasit sepak bola dan bertugas meninjau keputusan wasit kepala dengan melihat rekaman video instan. Saat ini VAR mulai dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam bagian dari LAWS of the Game, dengan beberapa uji coba yang telah dilakukan oleh International Football Association Board (IFAB) di berbagai kompetisi sepak bola di dunia termasuk 5 liga top Eropa. Namun pada kenyataannya penggunaan VAR menuai beberapa penilaian buruk dari beberapa pelaku dan penggemar sepak bola karena dianggap menimbulkan keputusan-keputusan rancu yang pada akhirnya merugikan bagi klub yang sedang menjalani pertandingan.
ADVERTISEMENT
Sumber : bola.okezone.com
Sejak tahun 2016 lalu, dunia sepak bola mulai mengalami revolusi dengan masuknya teknologi bernama VAR. kehadirannya diharapkan dapat menambal kekurangan manusia, sekaligus menjadi penegak keadilan selain dari keputusan wasit kepala. Pengaplikasiannya bertujuan untuk memudahkan pekerjaan asisten wasit yang ada di luar lapangan dalam mengomunikasikan terjadinya pelanggaran kepada wasit kepala yang memimpin pertandingan.
VAR memang selalu menjadi buah bibir bagi para insan yang berkecimpung di dunia sepak bola. Meskipun menjadi salah satu tanda perkembangan dunia sepak bola, ternyata VAR masih belum bisa dirasakan oleh seluruh liga-liga pro di dunia. Alasannya tentu karena pengoperasiannya yang dinilai sangat susah karena memerlukan banyak orang yang terlibat di dalamnya untuk selalu melakukan koordinasi dengan wasit kepala yang ada di lapangan pertandingan. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian VAR tidaklah sedikit, bagi liga-liga top Eropa hal tersebut mungkin bukan sebuah masalah. Namun, untuk beberapa liga yang beroperasi di beberapa belahan dunia, harga VAR dinilai terlalu tidak masuk akal dan akan merugikan federasi.
ADVERTISEMENT
Secara teknis, VAR adalah teknologi yang sangat memanjakan wasit yang memimpin sebuah pertandingan. Bagaimana tidak, saat hendak membuat keputusan wasit dipersilahkan untuk menonton lagi siaran ulang dan diberi waktu untuk berdiskusi dengan staff wasit yang turut memperhatikan pertandingan lewat tayangan VAR. dengan begitu keputusan wasit akan dinilai lebih mutlak dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Untuk dapat menggunakan VAR untuk peninjauan ulang, terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh wasit kepala. Seperti adanya pelanggaran dalam proses terjadinya gol, keputusan pemberian penalti, keputusan memberi hukuman kartu, dan kesalahan identitas saat memberi kartu. Beberapa kali VAR memang membantu wasit dalam mengambil keputusan yang tepat, namun tidak sering juga keputusan yang dihasilkan VAR menuai kontroversi.
ADVERTISEMENT
Sejak pertama kali VAR mulai digunakan, banyak penggemar dan pemain yang mengeluh karena hilangnya drama yang ada di dalam sebuah pertandingan karena keputusan yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. Peran wasit pun turut menjadi sorotan, karena pasalnya wasit yang memimpin pertandingan akan cenderung berpatokan dengan tayangan dari VAR daripada mempertimbangkan keputusan dari hakim garis yang juga turut membantunya di dalam lapangan. Bahkan, adanya VAR juga seriing membuat masit melakukan keputusan yang kontroversial dan dinilai merugikan satu pihak saja. Seperti gerakan tangan striker saat berada di belakang garis pertahanan lawan yang juga turut dikatakan sebagai sebuah offside, atau tekel berbahaya yang hanya diganjar kartu kuning setelah wasit melihat tayangan ulang pada VAR.
ADVERTISEMENT
Melihat statistik dari panditfootball di beberapa liga top eropa, setidaknya mereka mengalami peningkatan jumlah insiden pinalti sebanyak 11-13% setelah diterapkannya VAR. selain liga domestik, Liga Champons UEFA (kompetisi Eropa) juga mengalami jumlah satu peningkatan insiden penalti. Namun di Liga Champions, jumlah konversinya menurun dari 82% (28 gol dari 34 insiden penalti) ke 76% (26 gol dari 35). Namun, jika dilihat dari pengambilan keputusan wasit, VAR justru meningkatkan akurasi dari 93% menjadi hampir 99% menurut studi IFAB.
Bagi para pecinta sepak bola, tentu bukan hal mengagetkan melihat bagaimana digdayanya tim-tim dari liga Spanyol saat berlaga di kompetisi Eropa seperti Champions League atau European League. Dalam satu dekade terakhir tim-tim asal Spanyol seperti Real Madrid, Barcelona, dan Sevilla benar-benar menjadi momok yang menakutkan bagi lawan-lawannya saat berlaga. Bagaimana tidak, dalam satu dekade terakhir Real Madrid mampu memenangkan 4 piala liga Champions, Barcelona dengan sekali memenangkannya, dan Sevilla yang mampu memenagkan piala European League tiga kali berturut-turut. Namun, semenjak diberlakukannya VAR di kompetisi Eropa, tim-tim tersebut seperti kehilangan taringnya dan belum pernah memenangkan kejuaraan di kancah Eropa lagi.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan tim-tim asal Spanyol tersebut, di beberapa tahun terakhir semenjak diberlakukannya VAR, tim-tim asal Inggris justru kembali garang di kancah Eropa. Bahkan di dua tahun terakhir tim-tim Inggris selalu mempu meloloskan wakilnya dari babak penyisihan grup. Liverpool adalah salah satu klub Inggris yang kembali ke performa terbaiknya semenjak adanya Var. bagaimana tidak, sejak musim 2017/2018 tim asuhan Jurgen Klopp selalu mampu menembus final liga Champions dengan sekali mengangkat piala dan sekali pulang sebagai unggulan kedua. Tidak hanya Liverpool, Manchester United juga sempat lolos ke final European League meski harus rela pulang dengan tangan kosong.
Manajer Professional Game Match Officials Limited, Mike Riley, menilai setidaknya ada empat insiden penting yang mampu mengubah hasil akhir pertandingan terlewatkan oleh VAR selama empat pekan pertama liga Inggris 2019/20. Bagi Riley, ini adalah bagian dari proses untuk terus mempelajari dan mengembangkan VAR. Ungkapan tersebut senada dengan yang diutarakan sekretaris IFAB, Lukas Brud, pada Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
Di tahun tersebut, VAR benar-benar menjadi seperti tangan kanan wasit sebagai pengadil di dalam lapangan. Bahkan keputusan wasit pada saat pertandingan antara Manchester City dan Liverpool di musim 2019/20 masih menjadi perbincangan hingga saat ini. Dalam pertandingan tersebut wasit memutuskan untuk tidak memberikan pinalti pada Manchester City setelah melihat tayangan dari VAR, meskipun sekilas bola seperti mengenai tangan bek sayap Liverpool, Trent-Alexander Arnlod. Keputusan tersebut juga membantu Liverpool meraih gelar juara liga Inggris setelah 20 tahun lamanya mereka berpuasa gelar.
Berbeda cerita dengan berjalannya liga Inggris musim 2020/21 kali ini, meski baru berjalan setengah musim, Liverpool telah menajdi salah satu klub yang sering sekali dirugikan oleh VAR. dalam laga tersebut wasit Michael Oliver memutuskan untuk tidak mengeluarkan Jordan Pickford, kipper Everton pada saat itu setelah melakukan tekel horror kepada bek Liverpool asal Belanda, Virgil van Dijk. Dalam pengakuannya dengan Daily Mail baru-baru ini, wasit asal Inggris tersebut mengakui bahwa dirinya telah melakukan kesalahan karena tidak mengeluarkan Pickford dari lapangan karena terlalu fokus dengan tayangan VAR yang menunjukkan proses terjadinya offside.
ADVERTISEMENT
Agaknya, keberadaan VAR memang menjadi polemik dan drama baru dalam sepak bola. Namun, sisi baiknya VAR adalah produk yang lahir dari kemajuan industry sepak bola. Meski tidak bisa menghadirkan keputusan yang akurat, setidaknya VAR telah mengajarkan kepada para pecinta sepak bola, bahwa olahraga tersebut mengajarkan kita arti sportivitas, saling menghargai, kerja keras, dan menghormati sebuah keputusan