Bahaya Politisasi dan Personalisasi Bansos

Yanu Endar Prasetyo
Peneliti. Pusat Riset Kependudukan BRIN
Konten dari Pengguna
15 Januari 2024 8:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bahaya Politisasi dan Personalisasi Bansos
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bantuan Sosial (Bansos) seharusnya menjadi instrumen yang murni bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam implementasinya, Bansos rentan terhadap politisasi dan personalisasi, yang dapat menimbulkan dampak negatif pada efektivitas, transparansi, dan melukai rasa keadilan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Politisasi Bansos merujuk pada penyalahgunaan program Bansos untuk kepentingan politik tertentu. Hal ini dapat terjadi ketika penyaluran Bansos dipengaruhi oleh pertimbangan politis, seperti mendukung basis pemilih, memenangkan pemilihan umum, atau memperkuat posisi politik kelompok tertentu. Dalam situasi politik terkini, program-program Bansos rawan untuk diarahkan pada kelompok yang dianggap strategis secara politis, bukan mereka yang benar-benar membutuhkan.
Personalisasi, di sisi lain, merujuk pada pengaruh individu tertentu dalam penyaluran dan pengelolaan Bansos. Ini dapat terjadi ketika pejabat atau tokoh politik tertentu menggunakan wewenang mereka untuk memanipulasi sistem penyaluran Bansos untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang mereka wakili. Personalisasi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari penunjukan penerima Bansos hingga pengalokasian dana sesuai dengan preferensi pribadi atau kelompok.
ADVERTISEMENT
Personalisasi Bansos tentu secara langsung melanggar prinsip keadilan, akuntabilitas, dan transparansi. Penyaluran Bansos yang didasarkan pada faktor personal atau hubungan pribadi sudah setara dengan korupsi, karena dengan sengaja mengambil hak masyarakat yang lebih membutuhkan bantuan. Ditambah, kurangnya transparansi dalam penyaluran Bansos, dapat membuka celah tindakan korupsi yang berjenjang dan berlapis.
Ketika Bansos dipolitisasi dan dipersonalisasi, dampaknya dapat merugikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Bantuan yang seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi ketidaksetaraan, justru dapat memperburuk ketimpangan tersebut. Kecurangan dalam penyaluran Bansos juga dapat merongrong kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, kepala desa, dan institusi-institusi terkait lainnya.

Kembali pada Tujuan Bansos

ilustrasi anak menerima sumbangan. Foto: shutterstock
Bansos memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Dengan memberikan bantuan finansial, pangan, atau layanan sosial lainnya, diharapkan Bansos dapat memberikan keamanan ekonomi atau setidaknya “peace of mind” (ketenangan pikiran) bagi kelompok-kelompok rentan di masa krisis.
ADVERTISEMENT
Kedua, Bansos diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan. Program-program ini dapat mencakup beasiswa, pemberian buku dan perlengkapan sekolah, serta akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran Bansos ini sebesar Rp157,3 triliun atau meningkat sekitar 7,4% (Rp10,8 triliun) dibanding realisasi belanja bansos 2023.
Ketiga, Bansos juga bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial, terutama dalam situasi krisis atau bencana alam. Bantuan ini dapat berupa bantuan darurat, pengungsian, atau rehabilitasi pasca-bencana, dengan fokus pada pemulihan dan pemulihan komunitas yang terdampak. Cuaca ekstrem yang kerap terjadi belakangan, tentu akan bergerak linier dengan potensi bencana alam yang muncul dan Bansos yang sedang dan akan digelontorkan oleh Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bantuan Sosial (Bansos) El Nino, misalnya, adalah Bansos tunai tahun 2024 yang akan diberikan kepada 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk mengurangi dampak fenomena El Nino yang diprediksi memicu kekeringan atau kemarau panjang. Bansos El Nino senilai Rp 400.000 ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena beberapa harga bahan pokok dan beras yang mengalami kenaikan.
Selain Bansos El Nino, ada empat program Bansos lain yang juga akan disalurkan Pemerintah, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bansos Beras 10 Kg, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Indonesia Pintar (PIP). Berbagai program Bansos ini sangat rentan menjadi "komoditas politik".
Sebab, suka atau tidak, penyaluran Bansos memiliki dampak politik tertentu manakala disalurkan berdekatan dengan momentum Pemilu. Politisasi dan personalisasi Bansos sangat rentan terjadi dan membuat “pertandingan politik” berpotensi berjalan tidak adil. Seperti kita saksikan, para politisi yang bertanding sebagian adalah mereka yang masih aktif menjabat (misal sebagai menteri) atau memiliki akses dalam pengambilan kebijakan terkait penyaluran Bansos.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, partisipasi publik dalam mengawal dan memantau penyaluran Bansos serta melaporkan berbagai penyelewengan di lapangan adalah bagian dari mengawal dan menjaga Pemilu itu sendiri agar berjalan demokratis, jujur, adil dan berkualitas. Bansos perlu dikembalikan pada khittah-nya sebagai hak masyarakat, bukan kebaikan hati Pemerintah, apalagi pemberian politisi. Publik bisa menggunakan senjata media sosial dan viralisasi kecurangan Bansos sebagai bentuk sumbangan aktif dalam menjaga Bansos dan Pemilu. Kalau bukan kita yang ikut mengawal, siapa lagi?