Dilema Graduasi Bansos

Yanu Endar Prasetyo
Peneliti. Pusat Riset Kependudukan BRIN
Konten dari Pengguna
25 Maret 2024 9:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bansos. Foto: Ani Fathudin/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bansos. Foto: Ani Fathudin/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mengeluarkan orang miskin dari program Bantuan Sosial (Bansos) seringkali menjadi dilema. Terlebih jika cakupan Bansos masih terbatas tetapi jumlah orang miskin yang berhak mendapat Bansos masih sangat banyak. Alhasil, pemerintah perlu mengatur strategi agar penerima Bansos bisa lekas mandiri, tidak bergantung dan bisa keluar atau lulus dari Bansos.
ADVERTISEMENT
Graduasi atau "kelulusan" dari program Bansos ini pun memainkan peran penting dalam skema program perlindungan sosial(Nainggolan, 2016), khususnya sebagai bentuk transformasi penerima manfaat yang lebih berdaya.
Di banyak negara, graduasi ini bertujuan untuk membantu peserta keluar dari siklus kemiskinan dan ketergantungan pada Bansos dengan membekali mereka dengan keterampilan, sumber daya, dan dukungan yang diperlukan untuk menghasilkan pendapatan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan (Banerjee et al., 2015).
Akan tetapi, melaksanakan program graduasi menghadirkan beberapa dilema dan tantangan. Graduasi jelas memerlukan sumber daya fiskal yang besar untuk memberikan dukungan, fasilitas dan intervensi yang diperlukan para penerima manfaat.
Selain itu, program graduasi melibatkan banyak komponen, mulai dari pelatihan keterampilan, transfer aset, dan akses terhadap layanan keuangan, yang mungkin rumit untuk dirancang dan diterapkan secara efektif. Selain itu, mengukur dampak jangka panjang program kelulusan terhadap kehidupan peserta juga menjadi suatu tantangan tersendiri.
ADVERTISEMENT

Ragam Skema Graduasi

Devereux & Sabates-Wheeler (2015) membagi beberapa jenis graduasi yang berjalan di berbagai negara.
Pertama, graduasi eksogen (keluar karena periode waktu berakhir). Kelulusan eksogen merujuk pada situasi ketika penerima manfaat Bansos berhenti menerima bantuan bukan karena perubahan status kemiskinan mereka, melainkan karena faktor-faktor eksternal atau perubahan karakteristik pribadi lainnya.
Graduasi eksogen terjadi ketika jangka waktu Bansos telah habis atau dihentikan. Saat periode Bansos berakhir, suka tidak suka peserta akan "lulus" dari program. Selain itu, penerima manfaat juga bisa graduasi karena perubahan karakteristik pribadi yang menjadikan mereka tidak lagi memenuhi syarat. Contohnya pada program tunjangan dan beasiswa anak, jika peserta anak mencapai usia tertentu (misal, 18 tahun), meskipun masih miskin, akan tetap dikeluarkan dari program.
ADVERTISEMENT
Jadi, pada graduasi eksogen, proses kelulusan tidak ditentukan oleh pencapaian indikator kesejahteraan atau kemiskinan tertentu, tetapi lebih karena batasan waktu program atau perubahan status demografi peserta. Kelemahan pendekatan ini adalah sifatnya yang satu arah, di mana program tidak bisa memberikan dukungan lanjutan bagi peserta yang sebenarnya masih miskin.
Kedua, graduasi endogen (keluar setelah mencapai ambang kesejahteraan). Graduasi tipe ini mengacu pada situasi di mana penerima manfaat Bansos dikeluarkan karena telah mencapai ambang batas kesejahteraan atau kemiskinan tertentu yang ditetapkan.
Program Bansos menetapkan serangkaian indikator sebagai kriteria kelulusan seperti tingkat pendapatan, kepemilikan aset, ketahanan pangan, dan lain sebagainya. Evaluasi terhadap pencapaian ambang batas kelulusan dilakukan pada tingkat rumah tangga secara individual.
ADVERTISEMENT
Pada graduasi endogen, proses kelulusan ditentukan secara internal oleh perkembangan kesejahteraan peserta itu sendiri. Misalnya, rumah tangga dikeluarkan dari Bansos saat sudah tidak lagi masuk kategori miskin berdasarkan penggolongan kemiskinan oleh pemerintah setempat. Keunggulan model ini adalah indikator kelayakan dan kelulusan lebih terintegrasi, sehingga memudahkan pemantauan. Tantangannya, penentuan indikator dan ambang batas graduasi yang akurat dan kontekstual tentu tidak mudah dan rentan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Ketiga, graduasi dengan tambahan paket bantuan (mendapat tambahan paket bantuan untuk keluar dari kemiskinan). Penerima manfaat Bansos tidak hanya menerima transfer tunai atau non-tunai, tetapi juga akan mendapatkan paket bantuan yang komprehensif dan terintegrasi untuk membantu mereka keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan. Dalam beberapa model, penerima manfaat juga akan mendapatkan transfer aset produktif (ternak, peralatan), akses layanan keuangan (tabungan, kredit mikro), pelatihan keterampilan, dan pendampingan intensif.
ADVERTISEMENT
Tujuannya bukan sekadar memberi bantuan sementara, tetapi memfasilitasi akumulasi aset, keterampilan, dan akses terhadap peluang mata pencaharian. Peserta diharapkan mencapai kemandirian ekonomi yang berkelanjutan setelah keluar dari program Bansos.
Evaluasi keberhasilan tidak hanya diukur dari indikator kesejahteraan saat, tetapi dari ketahanan peserta dalam mempertahankan kondisi kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan. Skema ini cocok jika peserta memiliki jiwa kewirausahaan dan keterampilan yang cukup memadai. Keunggulan pendekatan ini adalah memadukan berbagai intervensi untuk mendorong perubahan yang lebih cepat. Tantangannya adalah tingginya biaya untuk memberikan paket bantuan komprehensif tersebut.
Empat, graduasi berkelanjutan (kondisi kehidupan yang lebih baik secara permanen dan berkelanjutan dalam jangka panjang). Skema graduasi berkelanjutan (sustainable graduation) mengacu pada pencapaian kondisi kehidupan yang lebih baik secara permanen dan berkelanjutan dalam jangka panjang, bahkan setelah peserta tidak lagi menerima bantuan dari program perlindungan sosial.
ADVERTISEMENT
Peserta tidak hanya mencapai ambang batas kesejahteraan sementara, tetapi benar-benar melepaskan diri dari kemiskinan dan kerentanan dalam jangka panjang. Penilaian keberhasilan tidak cukup hanya pada saat peserta keluar dari program, tetapi harus dimonitor dalam beberapa tahun setelahnya.
Ketahanan terhadap goncangan ekonomi dan kemampuan untuk mempertahankan aset dan sumber penghidupan menjadi indikator penting. Artinya, peserta berhasil membangun mata pencaharian produktif serta menghasilkan pendapatan yang memadai secara berkelanjutan setelah dukungan program berakhir.
Keunggulan konsep ini adalah penekanannya pada dampak jangka panjang dan ketahanan peserta. Tantangannya, perlu pemantauan berkala dalam beberapa tahun setelah program berakhir untuk memastikan keberlanjutannya.
Lima, graduasi antar-generasi (kemampuan program Bansos untuk memutus rantai kemiskinan lintas generasi). Intergenerational graduation ini mengacu pada pendekatan graduasi yang tidak hanya diukur dari peningkatan kesejahteraan peserta saat ini, tetapi juga dari kemampuan program tersebut untuk memutus rantai kemiskinan lintas generasi.
ADVERTISEMENT
Fokusnya tidak hanya pada rumah tangga peserta saat ini, tetapi juga mencakup investasi pada anak-anak mereka melalui pendidikan, gizi, dan kesehatan. Keberhasilan diukur dari pencapaian kondisi kehidupan yang lebih baik yang dapat dipertahankan bahkan sampai generasi berikutnya. Dengan kata lain, program Bansos memprioritaskan peningkatan kapasitas dan kesempatan anak-anak penerima manfaat agar terhindar dari kemiskinan di masa depan.
Tentu saja, skema ini membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang untuk dapat mengevaluasi dampak antargenerasi secara memadai. Konsep ini muncul karena kebanyakan evaluasi graduasi Bansos hanya mengukur indikator jangka pendek hingga menengah.
Graduasi yang sejati seharusnya memastikan perbaikan berkelanjutan lintas generasi. Implementasinya bisa dengan memperkuat komponen program yang terkait pendidikan, gizi, dan pemberdayaan perempuan/ibu. Juga dengan mendesain mekanisme pemantauan jangka panjang yang dapat mengikuti perkembangan kondisi anak-anak peserta hingga mereka dewasa. Keunggulan konsep ini adalah visinya untuk memutus lingkaran kemiskinan. Tantangannya adalah rumitnya pengukuran dan waktu yang dibutuhkan untuk menilai dampak antar generasi.
ADVERTISEMENT
Lalu, program Bansos di Indonesia menganut skema yang mana? Sejauh ini, dari berbagai program Bansos yang pernah ada, kita masih menganut kombinasi antara skema pertama (eksogen), kedua (endogen), dan mulai mencoba skema ketiga (graduasi dengan tambahan paket bantuan) melalui program PENA (Pahlawan Ekonomi Nusantara) yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial.
Sementara itu, graduasi berkelanjutan dan antar-generasi, nampaknya masih belum menjadi model yang diadopsi. Perlu dukungan kajian dan uji coba (pilot) agar kedua model terakhir juga bisa diterapkan dalam skema Bansos di Indonesia.