Konten dari Pengguna

Stimulus Perpajakan: PPh 21 DTP dalam Mengantisipasi Dampak Covid-19

Yasmin Arnetta Firza
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.
1 Januari 2022 21:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yasmin Arnetta Firza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
ADVERTISEMENT
Penyebaran virus Covid-19 tergolong sangat cepat hingga memasuki wilayah Indonesia dan mempengaruhi seluruh aktivitas di Indonesia. Menangani hal tersebut, pemerintah mengambil langkah dengan membuat kebijakan baru yang membatasi aktivitas sosial dengan skala besar atau dikenal dengan istilah PSBB. Kebijakan ini berdampak pada semua jenis sektor usaha terutama seluruh lapisan masyarakat yang bermacam-macam jenis karena hanya ada beberapa sektor yang diperbolehkan untuk beroperasi. Sektor yang diperbolehkan untuk beroperasi adalah sektor yang memfasilitasi serta menyuplai beberapa jenis kebutuhan dasar dari masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 berpotensi mengubah perekonomian dunia, salah satunya ditandai dengan perubahan peta perdagangan dunia dan roda perputaran bisnis yang tertunda atau bahkan terhenti. Dampak ini sangat dirasakan oleh beberapa badan usaha di mana mereka gagal bertahan pada masa-masa serba sulit saat ini hingga mengakibatkan mereka harus melakukan pemotongan gaji dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan dalam skala besar. Selama terjadi penurunan dalam sektor perekonomian, APBN mengalami tekanan yang begitu besar akibat kontraksi pendapatan yang selalu terjadi diiringi dengan peningkatan kebutuhan pengeluaran negara (Munandar). Dilansir melalui www.cnbcindonesia.com, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa dalam konteks keseluruhan, APBN mengalami defisit hingga sekitar kurang lebih Rp 956,3 T atau 6,09% dari PDB.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka meningkatkan stabilitas sektor perekonomian, daya beli, serta produktivitas dari masyarakat pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah dengan mengeluarkan PMK.23 / PMK. 03/2020 tentang Pemberian Insentif Pajak bagi Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona (Padyanoor). Terdapat beberapa jenis bantuan yang dicanangkan melalui PMK tersebut antara lain PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah (DTP), pembebasan impor PPh pada Pasal 22, penurunan tarif PPh pada Pasal 25, dan restitusi PPN yang dibuat lebih cepat.
Pemerintah memberikan dukungan perpajakan sebagai salah satu bentuk relaksasi untuk mengatasi roda perputaran ekonomi. Insentif ini adalah usaha yang pemerintah upayakan sebagai bentuk respons terhadap menurunnya produktivitas para pelaku usaha. Dalam hal ini, insentif yang diberikan pemerintah salah satunya adalah PPh 21 DTP. Para pegawai yang sebelumnya ada kebijakan ini dikenakan PPh 21 atas penghasilannya, dengan adanya relaksasi kebijakan PPh 21 DTP pegawai akan menerima kembali pemotongan pajak tersebut. Kebijakan ini diberlakukan sejak bulan April 2020 hingga bulan September 2020 dengan beberapa syarat dan ketentuan.
ADVERTISEMENT
Tingkat Utilitas Fasilitas PPh 21 DTP oleh Pemberi Kerja
Setiap pemberi kerja baik orang pribadi maupun badan wajib melakukan penghitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21 para pegawainya sesuai dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (Hartini). Pemotongan pajak akan diberikan oleh pemberi kerja sejalan dan seiring dengan penghasilan tetap yang juga diterima oleh para pekerja, sehingga berdasarkan PMK Nomor 44 Tahun 2020 status tersebut berubah dari pajak dibebankan kepada penerima penghasilan menjadi pajak yang ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan pemberian insentif PPh 21 DTP terbatas pada pegawai tertentu sebagaimana telah diatur PMK No. 44 / PMK. 03 / tahun 2020 yaitu:
a. Pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja yang termasuk Wajib Pajak dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu yang semula 440 KLU menjadi 1.062 KLU, Wajib Pajak Perusahaan Kawasan Industri Tujuan Eskpor (KITE), atau Wajib Pajak Kawasan Berikat;
ADVERTISEMENT
b. Pegawai yang memiliki NPWP; dan
c. Pada masa pajak tersebut memperoleh penghasilan bruto yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000,00.
Mekanisme agar insentif PPh 21 DTP dapat diterima oleh pegawai, dapat dilakukan oleh pemberi kerja dengan menyampaikan pemberitahuan melalui web www.pajak.go.id mengikuti dan mencantumkan format seperti yang dicontohkan pada Lampiran C PMK 44/2020. Tercatat hingga tanggal 21 April 2020 sudah 15.384 permohonan yang disetujui secara online oleh DJP terkait pemanfaatan insentif PPh 21 DTP (Safitri et al.). Apabila pemberi kerja yang sudah memberi tahu pengumuman pemberitahuan tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selanjutnya akan mengeluarkan sebuah pemberitahuan dalam sebuah surat bahwa orang tersebut tidak memiliki hak dalam pemanfaatan insentif PPh 21 DTP. Klasifikasi bidang pemberi kerja juga diharuskan sesuai dengan klasifikasi Bidang Usaha yang telah dicantumkan pada SPT PPh Tahun 2018 yang sudah dilaporkan oleh pemberi kerja atau pada data yang terdapat di dalam administrasi Wajib Pajak bagi Wajib Pajak yang baru mendaftarkan setelah tahun 2018 dan juga bagi instansi pemerintah.
ADVERTISEMENT
PPh 21 DTP ini harus dibayar secara tunai pada saat pembayaran penghasilan oleh pemberi kerja kepada pegawai sebesar PPh 21 yang terutang atas penghasilan kerja. Jumlah perkiraan PPh 21 DTP merupakan jumlah pajak yang terutang yang didasarkan pada tarif umum Pasal 17 Undang-Undang PPh. Oleh karena itu, penambahan penghasilan yang nantinya akan diterima akibat dari kebijakan PPh 21 DTP bukan merupakan bagian dari sasaran perpajakan dan tidak akan dikenakan pajak untuk kedua kalinya, sehingga pendapatan yang nantinya akan didapatkan secara penuh akan dijadikan sebagai hak dari pegawai yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan bahwa pemberi kerja bukanlah pihak kedua dan/atau pihak terakhir dalam pemanfaatan PPh 21 DTP.
Jika dilihat dari sisi administrasinya, salah satu hal yang dipermudah oleh pemerintah berkenaan dengan syarat penerima insentif PPh 21 DTP adalah hal yang berkaitan dengan kode yang menjadi masalah pada KLU. Dalam implementasi di kehidupan nyata, ditemukan banyak sekali KLU pemberi kerja yang menyalahi aturan di mana kondisi sesungguhnya tidak sinkron dengan apa yang ada pada data di sistem DJP Online maupun pada SPT PPh Tahunan pemberi kerja. Dalam merespons permasalahan tersebut, pemerintah memberikan keringanan dengan memperbolehkan pemberi kerja melakukan pembetulan SPT PPh tahun 2018 apabila KLU pemberi kerja yang tercantum dalam SPT tersebut belum diperbaharui (Nurdianto).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kemudahan lain yang diberikan dalam bantuan PPh 21 DTP adalah terkait batasan penghasilan yang berhak menjadi penerima insentif PPh 21 DTP. Berdasarkan PMK No. 44 / PMK.03 tahun 2020 dikatakan bahwa pekerja yang berhak mendapatkan PPh 21 DTP batas penghasilannya yaitu sekitar Rp 16.000.000/bulan atau tidak lebih sama dengan Rp 200.000.000 selama satu tahun. Batasan yang diberikan oleh pemerintah ini dapat dibilang sangat tinggi dikarenakan termasuk dalam kategori pendapatan dari masyarakat golongan ekonomi menengah.
Efektivitas Kebijakan PPh 21 DTP
Menurut informasi yang diakses melalui Badan Pusat Statistis (BPS) bahwa PDB RI pada kuartal III tahun 2020 minus 3,49 persen (year on year) sehingga Indonesia dapat dikatakan resmi memasuki fase resesi (Marlina and Syahribulan). Menanggapi hal tersebut, pemerintah merasa memiliki hak dalam memberi sebuah insentif PPh 21 yang menjadi tanggungan bagi pemerintah karena pada bagian sektor usaha tersebut terdapat banyak pekerja yang gajinya kurang dari Rp 5.000.000,00. Insentif ini diadakan dengan harapan bahwa tenaga kerja di berbagai bidang tersebut bisa melakukan persaingan dalam rangka mengakselerasi daya beli masyarakat, sehingga nantinya beberapa kebutuhan ekonomi bisa terpenuhi akibat pajak penghasilannya yang ditanggung oleh pemerintah berimplikasi pada pendapatan tiap bulan mereka yang meningkat. Fasilitas pembebasan pemotongan PPh 21 sepanjang masa virus Covid-19 melanda diberikan tanpa proses penerbitan Surat Pemotongan PPh 21. Dengan demikian, persyaratan dari layanan ini dirasa tidak sulit apabila ditinjau dari segi administratifnya.
ADVERTISEMENT
Bantuan PPh 21 DTP diberikan dalam masa pajak bulan April hingga September 2020 seperti yang telah ditetapkan dalam PMK 44/2020, namun selanjutnya diberikan tambahan jangka waktu seiring meningkatnya penyebaran virus Covid-19. Penambahan jangka waktu tersebut telah tertulis di Peraturan Presiden 72/2020. Sugeng Haryono, Kepala Subbagian Fasilitas Konsultasi, mengatakan bahwa pemerintah memberikan keringanan tambahan dalam memenuhi kewajiban perpajakan untuk mengatasi dampak Covid-19 yang mengganggu stabilitas perekonomian melalui pemberian anggaran untuk PPh 21 DTP sebesar Rp 8,60 Triliun (Evi and Pramesworo). Tidak hanya itu, pihak pemerintah juga telah menjadikan estimasi penerimaan negara diturunkan dalam revisi APBN 2020 seiring dipertimbangkannya beberapa jenis perpanjangan termasuk insentif perpajakan tidak terkecuali PPh 21 DTP.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Berdasarkan data yang telah diambil dari proses Survei Konsumen Bank Indonesia, aktivitas perekonomian di Indonesia kembali berjalan. Perusahaan yang sebelumnya terhenti akibat kebijakan PSBB mulai bergerak kembali sejak PSBB dilonggarkan di berbagai daerah. Hal tersebut berdampak pada pendapatan rutin dan perputaran bisnis. Insentif PPh 21 DTP juga dinilai berperan dalam mengurangi kewajiban perpajakan pengusaha sehingga muncul keberanian para pengusaha untuk membuka lowongan kerja guna meningkatkan stabilitas dan aktivitas perusahaannya pasca PHK secara besar-besaran.
ADVERTISEMENT
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penghasilan dari bulan Juni 2020 sebesar 46,8 menjadi sebesar 53,1 pada bulan Juli 2020. Selain itu, terjadi peningkatan ketersediaan lapangan kerja dari 24,5 pada bulan Juni 2020 menjadi 30,4 pada bulan Juli 2020. Implikasi dari kenaikan dua komponen tersebut, daya beli masyarakat juga meningkat dari yang sebelumnya 66 pada bulan Juni 2020 menjadi 68,5 pada bulan Juli 2020. Peningkatan ketiga komponen tersebut terus berlanjut hingga bulan Agustus 2020. Meskipun peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan, namun peningkatan tersebut sudah mengindikasikan adanya pergerakan perekonomian yang lebih baik dari sebelumnya.
Kondisi peningkatan tersebut tentunya merupakan pengaruh dari peran insentif perpajakan PPh 21 DTP yang membantu Wajib Pajak dalam menghadapi masa-masa krisis di awal masa wabah virus corona. Untuk menyukseskan penyelenggaraan beberapa kebijakan yang telah disebutkan, pemerintah melakukan edukasi secara langsung kepada Wajib Pajak yang berkunjung ke KPP. Selain itu, pemerintah juga memberikan edukasi melalui media sosial resmi yang disertai dengan tautan yang merujuk kepada lampiran regulasi kebijakan insentif PPh 21 beserta prosedur pelaksanaannya.
ADVERTISEMENT
Implikasi Penerapan Kebijakan PPh 21 DTP
Kebijakan PPh 21 DTP tidak sepenuhnya memberikan kemudahan bagi pemberi kerja karena kendala-kendala yang masih ditemukan dalam proses praktiknya. Terkait dengan penjelasan secara rinci mengenai syarat-syarat dalam memanfaatkan insentif PPh 21 DTP yang dinilai masih memiliki potensi menyebabkan ambiguitas adalah salah satu kendalanya. Pada lampiran PMK Nomor 44/ PMK.03 2020 tidak dijelaskan secara rinci tentang jenis pekerja yang seperti apa kriterianya yang berhak mendapatkan insentif PPh 21 DTP. Diketahui bahwa terdapat beberapa kategori jenis pegawai berdasarkan statusnya yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, atau tenaga kerja lepas. Jika yang dimaksud pada persyaratan tersebut hanya pegawai tetap, maka hal tersebut justru akan menjadi celah buruk bagi regulasi tersebut. Hal tersebut dikarenakan persyaratannya tidak sejalan dengan apa yang pemerintah maksudkan dalam pemberlakuan PPh 21 DTP, yaitu untukimeningkatkanitake home payipara pegawai serta untuk menstabilkan daya beli masyarakat kategori menengah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, persyaratan yang tertera dalam penentuan penerima insentif PPh 21 DTP adalah penghasilan bruto. Namun, dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan secara detail tentang apa saja jenis penghasilan yang dimasukkan dalam perhitungan penghasilan bruto tersebut. Adapun beberapa komponen penghasilan tetap memiliki banyak jenis, contohnya yaitu uang untuk lembur yang tidak jarang ditemukan di beberapa kasus pegawai didapatkan tiap bulan dengan kisaran angka yang tidak tetap melainkan sesuai dengan durasi waktu lembur. Dalam kasus tersebut berpotensi menimbulkan ambiguitas apakah penghasilan yang berasal dari uang lembur tersebut masuk ke dalam kategori perhitungan penghasilan bruto yang disetahunkan atau tidak.
Apabila pemberi kerja menyalahgunakan insentif PPh 21 DTP, fiskus berhak untuk merilis atau mengeluarkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) supaya pemberi kerja dapat kembali menyetorkan PPh 21 terutang tersebut kemudian melaksanakan revisi pada SPT Masa PPh 21 (Johan). Sebagaimana yang telah tercantum pada bagian E Nomor 11 SE-43/2020 yang merupakan ketentuaniteknis dari PMK 86/2020 tentang prosedur untuk mengawasi penggunaan insentif PPh 21 DTP. Lebih lanjut, apabila pemberi kerja tidak melakukan revisi SPT Masa PPh 21 efeknya adalah fiskus berhak untuk merilis Surat Tagihan Pajak (STP) sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf b UU KUP, dalam rangka menagih kekurangan pembayaran PPh 21 terutang.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, pemerintah dalam menerbitkan kebijakan insentif PPh 21 DTP ini dinilai sudah tepat dan memang sangat membantu kondisi perekonomian para pegawai di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian ini. Walaupun dampak dari insentif ini hanya terlihat secara mikro, tetapi insentif PPh 21 DTP ini telah membantu para Wajib Pajak untuk meringankan beban perpajakannya. Namun, kebijakan ini masih perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terkait kerincian dan kejelasan pasal demi pasal. Hal tersebut dinilai sangat penting supaya nantinya tidak lagi muncul penafsiran yang berbeda-beda dan bermacam-macam antara pemberi kerja dan otoritas pajak sehingga meminimalisir terjadinya sengketa pajak.
Jika dikaitkan dengan fungsi pajak, relaksasi PPh 21 DTP ini merupakan implementasi pajak dalam menjalankan fungsi regulerend. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa adanya relaksasi PPh 21 DTP ini dilakukan untuk tujuan tertentu yaitu untuk menjaga stabilitas perekonomian dan daya beli masyarakat khususnya pada kelompok pegawai yang memiliki penghasilan dengan kategori menengah. Dalam prosedur pemungutan pajak, Indonesia menggunakan 3 (tiga) asas yang terdiri dari asas equity, certainty, dan revenue productivity. Jika dianalisis dari asas revenue productivity adanya insentif PPh 21 DTP ini akan mengakibatkan pendapatan negara yang berasal dari PPh 21 berkurang dan justru menambah pengeluaran negara.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini juga sejalan dengan teori tax expenditure, dimana pemerintah melakukan transfer sumber daya kepada masyarakat yang dilakukan tanpa melalui pemberian dana secara langsung namun melalui pengurangan kewajiban perpajakan. Jika mengacu pada ketentuan yang dibuat oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), pengurangan kewajiban perpajakan dapat dikategorikan sebagai tax expenditure apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Memberikan kontribusi dan kebermanfaatan pada sektor industri dan penghasilan Wajib Pajak dengan kelompok tertentu;
b. Dapat mendukung sebuah tujuan yang dapat dicapai melalui kebijakan-kebijakan publik yang lainnya;
c. Memiliki benchmark tax yang disertai dengan perbedaan umum dan memadai dengan ketentuan lain;
d. Ketentuan perpajakan dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi ketika ingin menghilangkan tax expenditure; dan
ADVERTISEMENT
e. Harus disertai dengan kebijakan lain yang dapat mengimbangi tax expenditure.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, mengatakan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk tax expenditure dalam Peraturan Presiden 54/2020 sebesar Rp 84,54 T yang artinya angka tersebut naik sebesar Rp 72,31 T dari alokasi yang tercantum pada APBN 2020. Hal tersebut sudah jelas terjadi karena banyaknya insentif yang diberikan oleh pemerintah akibat adanya pandemi Covid-19. Adanya kebijakan insentif perpajakan yang berimplikasi pada timbulnya tax expenditure memiliki dua sudut pandang yang dilema. Di satu sisi, diberlakukannya insentif pajak ini diharapkan dapat dijadikan sebagai solusi bagi perekonomian Indonesia akibat wabah virus Covid-19. Hal tersebut dikarenakan insentif ini dinilai sangat efektif dalam membantu para kegiatan usaha yang bisa kembali bergerak setelah insentif ini berlaku.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, adanya insentif di bidang perpajakan ini dapat berimplikasi pada turunnya penerimaan negara dari sektor perpajakan. Penurunan penerimaan negara dari sektor pajak akan terjadi secara signifikan mengingat jenis insentif yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya kepada satu jenis pajak melainkan kepada beberapa jenis pajak. Walaupun begitu, insentif perpajakan ini hanya bersifat tentatif sehingga apabila kondisi perekonomian sudah berada di posisi normal maka kewajiban perpajakan akan terlaksana berdasarkan ketentuan umum.
Jika dilihat berdasarkan asas equity adanya kebijakan insentif PPh 21 DTP ini sudah mencerminkan asas equity. Hal ini dikarenakan dalam menentukan sasaran penerima insentif PPh 21 DTP, pemerintah mengutamakan para pekerja dengan penghasilan kategori menegah sehingga dapat dikatakan adil dan merata. Namun, jika ditinjau berdasarkan asas certainty, sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa kebijakan atas insentif ini masih banyak perlu dilakukan evaluasi terkait kejelasan dan kerincian pasal demi pasal dalam peraturannya. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat subjek dan objek pajak merupakan hal yang sangat fundamental dalam prosedur pelaksanaan kebijakan insentif PPh 21 DTP.
ADVERTISEMENT
REFERENSI:
Artikel Jurnal
Evi, Tiolina, and Ignatius Septo Pramesworo. Providing Income Tax Article 21 Tax Incentives during the Covid-19 Pandemic for the Stability of Economic Growth in Indonesia. Vol. 4, no. 03, 2021, pp. 106–19, doi:10.47191/jefms/v4-i3-02.
Hartini. Analisis Manfaat Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi PPh Pasal 21 Dan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Tahun 2009 Bagi Wajib Pajak. Vol. 27, no. 7, 2009.
Marlina, Lili, and Syahribulan Syahribulan. “Peranan Insentif Pajak Yang Di Tanggung Pemerintah (DTP) Di Era Pandemi Covid 19.” Economy Deposit Journal (E-DJ), vol. 2, no. 2, 2021, doi:10.36090/e-dj.v2i2.910.
Munandar, Mutiara Hamdalah. “Due To Covid-19 Pandemic On Indonesian Economic Defense.” Lex Scientia Law Review, vol. 4, no. 1, 2020, pp. 133–42.
ADVERTISEMENT
Padyanoor, Aswin. “Kebijakan Pajak Indonesia Menanggapi Krisis COVID-19: Manfaat Bagi Wajib Pajak.” E-Jurnal Akuntansi, vol. 30, no. 9, 2020, p. 2216, doi:10.24843/eja.2020.v30.i09.p04.
Safitri, Hardita Rahma, et al. Implementasi Kebijakan PPh 21 Selama Pandemi Covid-19 Di Provinsi DKI Jakarta. Vol. 1, 2021, pp. 138–44.
Website
Adinda Putri, Cantika. Buka-bukaan Sri Mulyani Soal APBN 2020 Hingga Dampak Covid-19. 07 January 2021. Web. 14 April 2021. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210107090409-4-214064/buka-bukaan-sri-mulyani-soal-apbn-2020-hingga-dampak-covid-19
Johan. Dapat PPh Pasal 21 DTP, Apakah Boleh Diakui Jadi Milik Perusahaan?. 06 August 2020. Web. 16 April 2021. https://news.ddtc.co.id/dapat-pph-pasal-21-dtp-apakah-boleh-diakui-jadi-milik-perusahaan-22897
Nurdianto, Ardi. PPh 21 Ditanggung Pemerintah, Kemudahan dan Kendalanya Bagi Pemberi Kerja. 18 January 2021. Web. 16 April 2021. https://mucglobal.com/id/news/2341/pph-21-ditanggung-pemerintah-kemudahan-dan-kendalanya-bagi-pemberi-kerja