WhatsApp Anxiety: Kecemasan Berlebih saat Menerima Pesan WhatsApp

YASMIN NAWAWI
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
19 November 2021 19:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari YASMIN NAWAWI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Icon WhatsApp (Sumber Gambar: https://pixabay.com/illustrations/whatsapp-iphone-homescreen-ios-2105015/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Icon WhatsApp (Sumber Gambar: https://pixabay.com/illustrations/whatsapp-iphone-homescreen-ios-2105015/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Coba jujur selama pandemi ini berapa banyak waktu yang kalian habiskan untuk main hape? Pasti dalam sehari kalian menghabiskan waktu sampai berjam-jam untuk scrolling di media sosial dan online di aplikasi WhatsApp untuk selalu chit chat bersama kawan-kawan kalian? Tidak apa-apa ko', karena saya juga sering begitu. Dan hal itu wajar saja karena pada dasarnya kita tidak bisa untuk tidak berinteraksi dengan orang lain, apalagi di masa pandemi seperti ini.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena sebagai makhluk sosial manusia memang sangat bergantung dengan manusia lainnya, dengan kata lain kita sebagai manusia tidak dapat hidup sendirian. Oleh karena itu manusia harus senantiasa berinteraksi dengan satu sama lain, salah satu bentuk interaksi yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan melakukan komunikasi. Komunikasi sendiri dapat dipandang sebagai suatu proses pentransferan ide, berita atau pesan dari sumber berita (source) kepada penerima berita (receiver) dengan maksud agar terjadi suatu efek yang diinginkan pada pihak penerima berita. (Zuwirna, 2016, p.2).
Namun sayangnya di tengah kondisi pandemi COVID-19 yang masih melanda dunia seperti ini, komunikasi yang biasanya dapat kita lakukan secara langsung dengan cara face to face perlahan harus berubah, kita tidak lagi dapat berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan sahabat, teman-teman sekolah, ataupun rekan kerja karena kebijakan lockdown yang ditetapkan pemerintah membatasi ruang gerak kita semua. Terima kasih kepada perkembangan teknologi, karenanya kita masih bisa saling berkomunikasi dengan semua orang lewat perantara smartphone melalui aplikasi penunjang seperti Line, Telegram, dan yang paling sering kita gunakan melalui aplikasi pesan instan yaitu WhatsApp.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui bersama WhatsApp merupakan sebuah aplikasi yang dapat mengirimkan pesan, gambar, audio, bahkan video secara gratis yang hanya membutuhkan kuota internet saja. Aplikasi WhatsApp sendiri telah diunduh sebanyak 2 miliar di seluruh dunia dan pesan yang dikirimkan lewat aplikasi WhatsApp per harinya dapat mencapai sebanyak 100 juta (Stephanie, 2020). Selain digunakan untuk sekadar bertukar kabar dengan orang-orang terkasih, di tengah kondisi pandemi ini aplikasi WhatsApp juga dijadikan sebagai media komunikasi penunjang kegiatan seperti Work From Home (WFH) dan juga School From Home (SFH), dengan demikian pada saat ini aplikasi WhatsApp memiliki peranan yang sangat penting dalam proses interaksi dan komunikasi kita semua.
Akan tetapi seperti mata koin yang selalu mempunyai dua sisi, selain memiliki banyak manfaat tidak dipungkiri penggunaan aplikasi WhatsApp di masa pandemi ini juga mempunyai dampak negatif. Tidak jarang dengan banyaknya pesan yang kita terima, baik itu dari teman sekolah, rekan kerja, ataupun dari Whatsapp Group (WAG), membuat kita merasa d-read, dan mengalami gangguan kecemasan karena pesan yang tiada hentinya bertubi-tubi masuk ke aplikasi WhatsApp yang kita miliki. Kondisi seperti ini dikenal juga dengan istilah Whatsapp Anxiety. Anxiety sendiri adalah salah satu diagnosis psikiatri yang paling umum dan muncul pada pasien sebagai rasa takut dan khawatir yang berlebihan (Brahmbhatt et al, 2020, p.18), yang dalam hal ini ditimbulkan oleh banyaknya pesan yang tiada hentinya kita terima.
ADVERTISEMENT
Whatsapp Anxiety ini membuat penderitanya merasakan takut saat melihat notifikasi pesan WhatsApp, gelisah saat pesan yang sudah dikirimkan tak kunjung mendapatkan balasan, dan juga cemas ketika melihat banyaknya pesan yang belum terbaca karena berpikir dengan begitu banyaknya chat yang belum terbaca itu ia tertinggal berbagai macam informasi. WhatsApp Anxiety ini sangat rentan diderita pada kondisi pandemi seperti ini, khususnya oleh para pelajar, mahasiswa dan juga para pekerja yang melakukan berbagai kegiatan dari rumah.
Lalu mengapa WhatsApp Anxiety ini dapat terjadi? Kondisi seperti ini dapat terjadi karena percakapan melalui aplikasi WhatsApp sangat berbeda dengan percakapan secara tatap muka langsung. Ketika kita melakukan komunikasi secara digital, sering kali tidak jelas bagaimana kita harus bersikap. Seberapa sering kita berkomentar? Apakah kita menjawab pesan dari rekan kita dengan cukup cepat? Sudahkah kita menunjukkan simpati yang cukup dengan emoji yang tepat? Kita juga sering tidak mendengar nada suara, melihat ekspresi wajah atau bahasa tubuh seseorang dan hal ini dapat menimbulkan salah tafsir. (Isabella Venour, 2019). Salah tafsir ini lah yang kadang kala membebani kita sehingga menimbulkan rasa cemas yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Tingkat kecemasan yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk berpikir jernih, merespons dengan tepat, dan mempertahankan perhatian/konsentrasi untuk menyelesaikan tugas (Brahmbhatt et al, 2020, p.18) Hal ini jika dibiarkan secara terus menerus akan memperburuk kondisi kesehatan mental seseorang yang mengalaminya, oleh karena itu dibutuhkan usaha-usaha yang dapat digunakan sebagai coping mechanism, atau serangkaian upaya strategis yang bisa digunakan untuk menghadapi situasi yang membuat kita merasakan stres dan trauma psikologis, yang dalam hal ini diakibatkan oleh WhatsApp Anxiety. Kamu bisa melakukan beberapa cara di bawah ini agar terhindar dari kondisi WhatsApp Anxiety.
1. Menonaktifkan Notifikasi WhatsApp
Hal ini penting dilakukan agar kita tidak terus-menerus menerima dan mengecek setiap notifikasi yang masuk, dan hal ini juga berguna agar kita tidak mudah terdistraksi oleh setiap notifikasi yang masuk ke dalam aplikasi WhatsApp kita.
ADVERTISEMENT
2. Mematikan Fitur Centang Biru
Fitur centang biru di aplikasi whatsapp ini berguna untuk dapat mengetahui apakah pesan kita telah dibaca atau belum, dengan menonaktifkan fitur ini kita dapat terhindar dari pikiran negatif karena pesan kita tak kunjung mendapat balasan dan juga terbebas dari keharusan untuk menjawab dengan cepat semua pesan yang masuk.
3. Periksa Secara Berkala Aplikasi WhatsApp
Kamu dapat mengatur jadwal kapan kamu harus memeriksa dan membalas pesan yang kamu terima, misal setiap tiga jam sekali secara berkala. Cara ini dapat membuat kamu terhindar dari kecenderungan untuk selalu membuka WhatsApp setiap saat.
Demikian beberapa cara yang dapat kita praktikkan agar kita terhindar kondisi WhatsApp Anxiety yang berdampak buruk terhadap kesehatan mental kita.
ADVERTISEMENT
Referensi
Zuwirna. (2016). Komunikasi Yang Efektif. E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 6(1), 1-8. https://doi.org/10.24036/et.v2i1.10464
Brahmbhatt, A., Richardson, L., & Prajapati, S. (2020). Identifying and Managing Anxiety Disorders in Primary Care. The Journal For Nurse Practitioners, 17(1), 18-25. https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2020.10.019
Stephani, C. (2020, September). WhatsApp Saat Ini, 2 Miliar Pengguna 100 Miliar Pesan Per Hari. Kompas.com. Diakses dari https://tekno.kompas.com/
Lufkin, B. (2021, February). How texting makes stress worse. BBC Online. https://www.bbc.com/worklife/article/20210129-how-texting-makes-stress-worse
Johnston, L. (2020). Is WhatsApp Making You Anxious?. Hyve.com. https://www.hyve.com/insights/is-whatsapp-making-you-anxious/
Venour, I. (2019, October). WhatsApp-ening? Digital etiquette versus mental health. Thrive Global. https://thriveglobal.com/stories/whatsapp-ening-digital-etiquette-versus-mental-health/