Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kisah Bejo, Seorang Disabilitas yang Sukses Menjadi Pengusaha Konveksi
1 Desember 2022 9:58 WIB
Tulisan dari Yasmina Q tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terlahir dengan kekurangan yang ia miliki tidak menyurutkan semangat Bejo untuk menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Bejo sapaannya, ia dulu bersekolah di SMA Negeri 1 Pundong, Bantul, Yogyakarta. Setelah lulus ia melanjutkan studi D1 Komputer di Lembaga Pendidikan Kejuruan San Bastian Yogyakarta. Bejo mengatakan bahwa ia tertarik berada di bidang komputer dan ingin bekerja di belakang komputer, maka dari itu ia mengambil studi di bidang tersebut. Setelah menyelesaikan D1, Bejo sempat melamar pekerjaan namun tidak diterima karena alasan fisik. Karena ia sunguh-sunguh tertarik berada di bidang komputer, ia mengikuti sebuah kursus sablon dengan tarif Rp175.000,00 di daerah Gedong Kuning. Ia mendapatkan info tersebut dari Koran Kedaulatan Rakyat. Sayangnya, pada saat itu Bejo belum berani untuk ikut praktik karena ia masih masih malu dengan kondisi fisiknya dan ia belum percaya diri untuk mengoperasikan alat-alat.
ADVERTISEMENT
Setelah kursus selesai, pada tahun 2004 Bejo membuat sebuah usaha yaitu usaha packaging untuk handphone seperti plastik, kardus, dan tas. Biasanya Bejo menyetorkannya ke konter handphone di lantai satu Ramayana. Bejo menyetorkan packaging tersebut menggunakan kendaraan pinjaman yaitu motor milik temannya, sehingga ketika temannya pergi Bejo kebingungan harus melakukan apa sedangkan orang tuanya belum mempercayai bahwa ia bisa mengendarai sepeda motor. Lalu pada tahun 2005 Bejo membuat usaha kembali bersama teman sekolahnya, ide awal yang mereka miliki yaitu usaha plastik dan sablon tetapi karena dirasa kurang keren dan menarik akhirnya Bejo dan temannya membuka sebuah konter handphone. Sedihnya, karena gempa yang terjadi pada tahun 2006 semuanya pun hilang.
Bencana gempa yang terjadi itu membawa Bejo ke salah satu pekerjaan mulia. Pada tahun 2007-2009 Bejo bekerja di salah satu komunitas relawan yaitu Relawan Penanganan Pasca Bencana. Saat itu Bejo berpikir “Wah sudah mau kiamat ini sepertinya, cocok nih kegiatan-kegiatan seperti ini”. Saat memutuskan menjadi relawan Bejo tidak memikirkan uang sama sekali, saat Bejo diajak ke kantor oleh rekannya ternyata ada gaji yang diberikan dengan nominal Rp600.000,00. Dengan niat menjadi relawan, gaji tersebut Bejo berikan ke orang-orang yang Bejo datangi, dan ajaibnya Bejo tidak merasa kekurangan sama sekali. Bejo tidak memposisikan dirinya lebih tinggi dari orang-orang yang ia kunjungi sehingga ia bisa diterima dengan sangat baik, saking dekatnya Bejo bahkan dianggap keluarga oleh mereka.
ADVERTISEMENT
Beralih dari relawan Bejo merasa ternyata ia membutuhkan uang, akhirnya pada tahun 2009 Bejo membuka usaha sablon kecil-kecilan seperti dagadu dengan upah Rp400,00 per item. Bejo bercerita bahwa ia sering membawa makanan dari rumah ke tempat usaha yang mana itu adalah rumah teman Bejo. Pernah sekali ia membawa buah tangan yaitu onde-onde yang pada saat itu harganya cukup mahal sekitar Rp450,00 per biji, lalu nenek dari teman Bejo memberi ide untuk membawa onde-onde dengan jumlah banyak lalu akan dijualkan oleh si nenek, Bejo pun membawa 3 keranjang onde-onde dan benar onde-onde tersebut laku semua. Bahkan hasil dari penjualan onde-onde lebih banyak daripada uang yang ia dapat dari hasil sablon.
Pada suatu waktu relawan memanggil Bejo kembali, namun saat itu Bejo sudah mulai paham dunia kerja jadi ia tahu jika ia butuh uang. Saat ia menjalankan tugasnya sebagai relawan Bejo bertemu dengan teman gerejanya dan ia diajak untuk bekerja sama, namun Bejo menolak karena ia sudah bekerja sebagai relawan. Bejo menawarkan bahwa ia akan membantu saja jika temannya mau, akhirnya mereka membangun usaha bernama Punokawan. Tidak lama setelah itu Bejo hangover karena masih bekerja sebagai relawan juga membangun usaha tersebut, 3 bulan Bejo drop dan terkena gejala bronchitis. Akhirnya Bejo beristirahat dari relawan dan usaha yang Bejo dan temannya rintis.
ADVERTISEMENT
Kegigihan Bejo patut diacungi jempol, pada akhir tahun 2010 Bejo membuka usaha produksi Nata de Coco dengan nama Trinaco yang diambil dari nama istrinya yaitu Tri Kustina. Pada saat itu Bejo memiliki ramuan yang bisa membuat Nata de Coco-nya bertahan lama dan tidak menjamur. Dengan hanya dikerjakan tiga orang, Bejo bisa menghasilkan 5 ton dalam seminggu. Bejo merasa itu adalah pekerjaan terberat selama hidupnya karena Bejo harus mengumpulkan air kelapa hingga berapa truk ke daerah Purworejo dan ia juga harus membantu mengangkat 25 liter air kelapa sendiri, namun ia puas dengan 5 ton yang bisa ia hasilkan dalam seminggu. Pendapatan yang fantastis bisa ia dapatkan pada saat itu yaitu Rp5.500.000,00 seminggu, namun sifat pasar Nata de Coco yang tidak pasti membuat usaha ini tidak bisa diandalkan. Ada masanya Nata de Coco milik Bejo tidak diambil, karena sudah bertumpuk selama berminggu-minggu Bejo pun stres berat. Itu pertama kalinya Bejo pamit dalam pekerjaan dan tidak dilanjutkan kembali karena usaha tersebut tidak akan berkembang.
ADVERTISEMENT
Bangkit dari kegagalannya, Bejo mengikuti seminar gratis di Rich Jogja Hotel. Ada kata yang sangat membekas di benak Bejo “Lakukan passion pertama yang pada passion itu kalian mendapatkan uang”. Bejo berpikir pertama kali ia mendapatkan uang adalah ketika ia menjaga wartel setelah ia lulus sekolah, sekitar 3 bulan ia dikeluarkan dan lagi dikarenakan kondisi fisik yang ia miliki.
“Akhirnya di tahun 2012 saya buka usaha konveksi yang bertahan sampai saat ini. Sanguine namanya, artinya orang yang penuh antusias,” ucap Bejo. Saat itu Bejo tidak memiliki uang sama sekali dan ia pun tidak mengakses bantuan penyandang disabilitas dari pemerintah, karena ia tidak tahu bagaimana cara mengaksesnya. Jika orang bertanya padanya ia akan menjawab “iya” bahwa ia mendapatkan bantuan dari pemerintah, semata-mata agar mereka puas. Bejo hanya memiliki uang Rp3.000.000,00 dan ia memutuskan menjadi anggota CU. Tyas Manunggal. Dengan persyaratan uang Rp3.000.000,00 untuk modal hutang Rp3.000.000,00, setelah beberapa lama Bejo menjadi anggota koperasi ia pun mengajukan permodalan untuk membeli printer dan komputer. Pada mulanya koperasi hanya menyetujui pinjaman Rp8.000.000,00 “lebih baik tidak usah, karena jika hanya bisa membeli satu barang tanpa pelengkap akan sama saja. Usaha tidak akan jalan dan cicilan pun tidak akan jalan," tolak Bejo. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya koperasi menyetujui pinjaman Bejo sejumlah Rp10.000.000,00. Bejo mendirikan usaha tersebut di Canden, Jetis, Bantul, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Titik balik ada di 6 bulan usaha Bejo berjalan saat itu omset yang dimilikinya belum ada Rp2.000.000,00. Bejo juga masih mengikuti kegiatan relawan, mungkin karena kinerja Bejo yang bagus ia ditawari langsung oleh Bosnya untuk menjadi karyawan tetap dengan gaji Rp4.700.000,00 dan teman-teman pun juga mendukungnya. Bejo masih merenungkan dan memikirkan jawabannya sampai pada suatu waktu ia bertemu temannya yang bernama Heru di sebuah acara undangan. Mereka bercengkerama dan kebetulan saat itu sedang marak muncul cetakan A3 dan percetakan undangan hancur. Heru adalah seorang pengusaha percetakan undangan, lalu ia berkata pada Bejo “Yang penting istiqomah ya” ucap Heru. Saat itu Bejo hanya mengiyakan padahal sejujurnya Bejo tidak tahu arti istiqomah. Bejo pun mencari tahu dan arti istiqomah itu adalah setia dan teguh pendirian. Saat itu Bejo berpikir apa maksudnya. Dengan banyak pertimbangan dan Bejo rundingkan dengan istrinya, ia akhirnya menemukan sebuah keputusan. Bejo berkata pada bosnya bahwa ia sangat senang belajar dan bekerja di sini tapi ia memiliki usaha kecil di rumah yang baru 1 tahun ia rintis, jika tidak Bejo lanjutkan usaha tersebut akan mati. Bos dari Bejo menerima keputusan Bejo dan ia senang akan kejujuran Bejo tersebut. Ajaibnya, setelah itu pekerjaan bertumpah dan mengalir kepada Bejo. Banyak yang mempercayakan kaosnya pada Bejo, bahkan mitra relawan dari luar sekalipun mempercayai usaha Bejo. Orderan terbesar yang pernah Bejo dapatkan yaitu sekitar 3000 potong baju.
ADVERTISEMENT
“Saya kurang tahu ini titik balik dari sebuah kesetiaan atau keistiqomahan. Sepertinya teman-teman disabilitas saya belum bisa melewati batas itu,” ujar Bejo. Saat ini Bejo juga sering mengisi seminar seputar disabilitas. Bejo hanya mengamalkan usaha, dan di seminar biasanya ia menyampaikan usaha mikro, ketangguhan disabilitas, dan perkembangan isu disabilitas. Saat ini Bejo juga menjadi bagian dari Konsorsium Pelita yaitu peduli disabilitas dan kusta, ia sering keliling-keliling luar kota luar jawa untuk menyampaikan materi.
Selama 10 tahun ini suka duka yang Bejo paling rasakan adalah perkembangan bagaimana ia bisa membayar cicilan dan hidup dengan berkecukupan. Ia juga senang bisa memberi lapangan pekerjaan untuk para karyawan, walaupun ia masih harus belajar bagaimana cara memanajemen karyawan. Bejo selalu berdoa agar selalu diberi kelancaran supaya para karyawannya dapat terus bekerja dan bisa hidup dengan hasil kerja tersebut.
ADVERTISEMENT