Konten dari Pengguna

Revisi UU Penyiaran: Upaya Pemerintah Mengebiri Demokrasi

Daffa Yazid Fadhlan
Mahasiswa aktif UIN Jakarta dan bagian dari LPM Journo Liberta.
4 September 2024 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daffa Yazid Fadhlan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Dok: Pribadi) Poster saat aksi #TOLAKRUUPENYIARAN di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/05).
zoom-in-whitePerbesar
(Dok: Pribadi) Poster saat aksi #TOLAKRUUPENYIARAN di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/05).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Demokrasi adalah aturan atau sistem pemerintahan, yang di mana rakyat memegang kekuasaan tertinggi dan turut andil dalam memerintah melalui perwakilan.
ADVERTISEMENT
Di dalam sebuah negara yang pemerintahannya menganut sistem demokrasi, terdapat 3 pilar yang menjaga keutuhan dan persatuan negara tersebut. Yaitu, Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif, akan tetapi, terdapat pilar ke-4 yang bertugas sebagai wadah sekaligus mengawasi pemerintah agar membuat kebijakan atau aturan yang berpihak kepada rakyat, yaitu pers.

Tentang Pers Secara Singkat

Pers adalah lembaga sosial dan media yang melakukan kegiatan jurnalistik, seperti mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan informasi. Informasi tersebut dapat berupa tulisan, gambar, audio, video, data, dan grafik. Pers juga harus independen dan berpihak kepada rakyat, bukan kepada pihak tertentu bahkan pemerintah sekalipun.

Permasalahan

Pada Maret 2024 yang lalu, pemerintah Indonesia membuat RUU kontroversial yang mengancam kebebasan pers dalam memberitakan dan menyampaikan informasi kepada publik. RUU yang dimaksud adalah UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Salah satu pasal yang kontroversial adalah Pasal 56 Ayat 2c yang berisi larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kendali berlebih atau overcontrolling yang coba dilakukan oleh pemerintah dalam membatasi ruang gerak dan kebebasan berekspresi masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kewenangan KPI dalam membatasi penayangan jurnalisme investigasi dapat menghambat kerja jurnalis. Bahkan, beberapa pasal mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. Hal ini memantik 'api' amarah bukan hanya dari kalangan pers, tetapi juga masyarakat sipil jika RUU tersebut tetap disahkan.

Sikap Penulis

Kebebasan bersuara, berekspresi, dan semacamnya sangat penting bagi keberlangsungan negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Apa yang coba dilakukan pemerintah merupakan sebuah upaya pemberedelan pers dari dalam. Pers sebagai penyambung lidah dan telinga masyarakat tidak boleh diintervensi bahkan oleh pemerintah sekalipun.