Dibalik Suksesnya Usaha Muda Kratif Inovatif Holycow, Axioo photography dan Du'anyam

Lucy sebagai co founder holycow menceritakan bagaimana usaha ini di bangun yaitu pada tahun 2010, yang pada awalnya karena sang suami Chef Afit suka banget makan wagyu. Kemudian cari cara gimana makan wagyu tapi harga terjangkau. Alhasil kepikiran untuk masak sendiri dan memunculkan ide untuk membangun usaha kuliner dengan harga terjangkau.

Selain itu sepaket dengan passion

Lucy yang senang membuat orang lan bahagia, ia memikirkan cara bahwa dengan menyajikan makanan enak bisa menciptakan kebahagiaan buat orang lain dan buat diri sendiri. Hidup harus mempunyai impact buat orang lain.

Inovasi yang terus di bangun selain menghadirkan menu-menu baru/produk baru, dengan melihat target market. "Kalo targetnya anak kuliahan ya menunya kita sediakan yang kenyang dengan harga terjangkau. Jadi penting buat kami melihat produk sesuai target market, tutur Lucy."

Selain itu Lucy menjelaskan lebih lagi tentang bagaimana cara agar usaha ini bisa bertahan ialah dengan selalu observasi makanan lokal dan sering ngobrol dengan orang berkompeten di bidang kuliner. Harus memiliki persistence dengan setiap usaha yang di jalankan.

"Cara kami dalam menghadapi kompetitor melihatnya sih sebagai bensin untuk berlari lebih kenceng, kemudian untuk SOP (standar operation) kita buat konsisten dengan bumbu-bumbu yang kita buat dari dapur sendiri, Lucy menambahkan."

Berbeda dengan David co founder Axioo Photography memiliki kisah yang berbeda dengan sebelumnya dalam memulai karirnya.

David menjelaskan awal karirnya dimulai karena alasan "bokek" dan cuma punya kamera 1 jadi saya berfikir gimana dengan alat ini saya harus bisa menghasilkan uang.

Axioo bergerak di dunia wedding, kemudian berinovasi dengan how to grow with client. Foto kehamilan, kelahiran, keluarga, dan kerja sama dengan rumah sakit untuk menyediakan booth studio khusus axioo yang digunakan khusus baby dan mom. Kemudian tersedia local photography di setiap negara, yaitu sweet escape.

David menjelaskan, alasan kreatif itu biasanya harus kepepet dulu baru muncul ide-ide serta seling melakukan observasi melihat kebutuhan khalayak.

Cara kita menghadapi kompetitor ialah harus menghargai kompetitor, kompetitor adalah baik dan harus di gandeng. Menjaga konsistensi dengan cara menampung semua foto dari segala penjuru tapi tetap yang mengedit team di Jakarta.

Hanna Co founder Du'anyam menjelaskan awal kisahnya du'anyam berdiri tahun 2011, "saat itu di flores ketemu Ibu yang mau melahirkan anak ke-7 tapi sebelumnya belum pernah check-up dan saat perjalanan mau ke rumah sakit sang Ibu tak punya biaya.

Jadi tujuan awalnya untuk membantu Ibu-ibu hamil dalam financial."

Di flores NTT Sebagian besar pekerjaan ibu-ibu ialah berladang yang menyebabkan resiko besar untuk ibu-ibu hamil. Akhirnya du'anyam terbentuk untuk memberikan lapangan kerja alternatif dengan cara memanfaatkan kearifan lokal yaitu anyaman.

Du'anyam menjalankan usaha sosialnya dengan cara langsung bekerja sama dengan hotel-hotel bintang 5.

Hana menjelaskan, "Kita mempelajari delivery on time adalah kunci dengan client, kemudian komunikasi, harus banget terjalan dengan baik.

Dan masalah venue branding jadi actually contribue local. Kerjasama dengan hotel-hotel bintang 5 dengan memasukan produk anyaman."

Du'anyam berinovasi dengan cara memiliki open trip untuk melihat 3 kabupaten di flores yang bergabung untuk produk du'anyam.

Kemudian cara menghadapi kompetitor ialah denga bn melihat market researcher, dan kolaborasi dengan kompetitor.

Untuk menjaga kualitas di 16 desa yaitu dengan cara membangun rumah anyam di daerah Solor jadi terdapat satu tempat khusus untuk mendistrubisi anyaman ke daerah-daerah.

Keep entertaining ibu-ibu pengangam juga merupakan kunci yang utama.